Dari Kampung Madu Pesantren Babussalam, kami bergeser ke Komunitas Hong. Setelah shalat Jum’at, saya baru mendapat konfirmasi kalau Komunitas Hong belum bisa diliput karena kegiatan sedang terpusat di luar. Akhirnya saya mengajak ke Tahura Ir. H. Djuanda padahal saya sendiri belum mengontak pihak Tahura tentang shooting ini. Berbekal tawakal sama Gusti Allah, saya mengajak kru menemui Kang Ganjar. Beruntung dia ada di dekat kantor Hutan Raya.
Beruntung -yang kesekian-Â Kang Ganjar juga mau melayani kami yang datang tak diundang ini. Setelah Jumatan itu, kami menyusuri keunikan berbagai macam pohonan yang dijelaskan Kang Ganjar. Maka tahulah kami keunikan rainbow tree. Selain rainbow tree, kami diajak melihat Ki Putri, Ki Menyan, Ki Sereh, dan lainnya. Rasanya waktu tiga jam tak akan cukup mendengar perjelasannya.
Dari pengenalan pohon, kami bergeser ke Gua Jepang dan Belanda. Dua gua ini menjadi saksi bisu penjajahan yang tersembunyi di kerimbunan hutan. Dua gua ini memang menjadi tempat jalinan komunikasi rahasia pergerakan penjajah di wilayah asia pasifik. Saat ini gua ini menjadi tujuan wisata andalan Tahura.
Satu tempat yang tak bisa dikejar adalah lava batik atau pahoehoe. Selain cukup jauh dan waktu saat itu sudah jam 5 sore, kata Kang Ganjar, lava pahoehoe tertutupi longsoran dari atas dan sangat sulit untuk bisa melihatnya tanpa ada proses penggalian dan pembersihan. Sayang banget padahal Yessi sangat ingin melihat penampakan lava cantik itu.
Sabtu, (20-6-15) saya diminta datang ke Eco Camp. Seperti di Tahura, saya diseting mewawancarai Ibu Sherly, ketua Yayasan Sahabat Lingkungan. Kembali saya teringatkan awal pertemuan dengan ibu sederharna ini beberapa tahun lalu. Saat saya menanam anggrek di Tahura, saya sempat bertemu dengannya dan programnya untuk membuat tempat pendidikan untuk kembali mengingatkan manusia agar mencintai lingkungannya. Setelah itu saya tak pernah bertemu lagi hingga hari sabtu itu.
Shoting diselesaikan dengan narasi saya tentang tulisan yang diunggah di Kompasiana dan ditutup dengan pengambilan gambar saya sedang nulis di Kompasiana. Wajah lusuh itu disorot oleh kamera dan dilihat oleh puluhan pasang mata. Grogi, salah tingkah dan mungkin over acting tak bisa saya sembunyikan dengan baik. Jadi mohon dimaafkan saja ya. siapa tahu nanti pas saat penayangan yang 3 bulan lagi, wajah lusuh berubah menjadi tambah ganteng dan sangat ceria...