Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

KemenPUPR, Road To 100-0-100

16 Mei 2015   05:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:57 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="565" caption="Pameran Hasil Penelitian di Gedung Wiksa Praniti"][/caption]

Angka apa itu ya? Ternyata angka itu merupakan roadmap dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Angka itu berarti bahwa kemenPUPR harus mewujudkan 100 % akse air minum -0 % luasan kawasan kumuh dan 100 % sanitasi yang layak. Semuanya mesti sdah terwujud pada tahun 2019.

Lalu apa yang sudah dilakukan? Dalam Kolokium PUPR bersama kompasiana hari Kamis (7-5-15) disampaikanlah apa yang sudah dilakukan. Salah satu makna kolokium memang penyampain hasil riset kepada khalayak ramai.

Saya bersama 50 Kompasianer Bandung (KBandung) hadir dalam pemaparan itu. Kami mendengar dan juga menyaksikan pencapaian-pencapaian yang sudah dilakukan untuk mengurai permasalahan perumahan Rakyat.

Sebelum sesi nangkring dilaksanakan, kami berkesempatan masuk ke Gedung Wiksa Praniti. Di lantai pertama gedung ini dipamerkan inovasi-inovasi dari para ahli di Kementrian ini yang terkait dengan program 100-0-100 itu. yang paling menarik tentu saja teknologi yang terkait dengan perumahan.

 

Ada teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) yang merupakan teknologi pracetak yang dapat dibongkar pasang (Knock Down). Karena menggunakan teknologi bongpas alias bongkar pasang, RISHA dapat dibangun dalam waktu kurang lebih hanya 7 hari. Bahkan menurut Budiono S, jika semua komponen tersedia, RISHA (tipe 36) ini bisa dibangun dalam waktu 24 jam saja.

Penggunaan bambu dan kayu yang sebetulnya sangat familiar dengan bangsa ini juga sangat menarik. Di halaman gedung ini, bisa dilihat beberapa rumah kayu khas Sasak yang tradisional namun sudah disentuh dengan teknologi pengawetan kayu/bambu sehingga rumah kayu/bambu akan tahan lama.

Tidak hanya urusan rumah, kalau kata Pak Sarbidi, sebagus apapun rumahnya kalau tidak dipikirkan masalah sanitasi dan perairannya tidak akan sempurna. Maka untuk mencapai sanitasi yang baik itu, PUPR melakukan penelitian terkait masalah drainase, pengairan dan sanitasi.

 

Salah satu yang diperlihatkan adalah sub-reservoir di Gedung Wiksa Praniti itu. Gedung ini mengaplikasikan Tata air Zero Run-off yang artinya air sebelumnya sudah ada dan juga yang datang karena hujan tidak boleh mengalir ke luar. Air itu kemudian ditampung dalam penampungan-penampungan bawah tanah (sub-reservoir) kemudian diolah dan dimanfaatkan untuk keperluan gedung. Bahkan bisa sampai dijadikan air minum? jempol banget deh.

Setelah mendengarkan pemaparan dari kemenPu, Kompasianer Bandung diajak melihat tempat teknologi itu diterapkan. Kami diajak ke Ds Cimanggung, Kp Pakuon Sumedang. Tiga mobil elf sudah bersiap mengantar kami ke tujuan.

Perjalanan terasa sangat cepat, tak terasa ada kepadatan di jalan atau macet. Goyangan di bagian belakang mobil bagaikan ayunan yang meninabobokan. Apalagi perut sudah terisi full oleh masakan padang yang disediakan admin. terima kasih yaaa para admin.

Setelah shalat dzuhur, kami berjalan 200 meteran ke tempat penjernihan air. Menurut penjelasan pak Atang Sarbini, salah satu peneliti air di desa itu, desa ini menjadi pilot poject dalam pengolahan air sungai menjadi air layak minum.

Air sungai citarik yang coklat keruh itu menjadi jernih dan layak minum setelah melalui berbagai proses penyaringan. Air yang sudah dijernihkan kemudian didistribusikan ke beberapa tempat dan dijual ke masyarakat. Hasil penjualan air tersebut dipakai untuk operasional instalasi.

Rasa airnya bagaimana? rasa airnya segar dan tidak ada bau yang aneh-aneh. kalau mau minum air itu jangan sambil membayangkan air Citarik yang keruh itu yaaa.

Setelah melihat instalasi air, kami bergeser ke fworskhop apllikator RISHA. Aplikator adalah tempat di mana panel-panel Risha diproduksi. Ada 6 pegawai tetap yang bekerja di sini. Pak  M. Edi Nur selaku Peneliti Bidang Struktur dan Konstruksi Bangunan menjadi pemandu kami.

[caption id="" align="aligncenter" width="583" caption="Di Worshop RISHA"]

[/caption]

Awalnya sangat sulit mendapatkan pekerja yang mau bekerja di workshop ini. Kebanyakan karena tidak melihat prospeknya. Sehingga sebagian besar yang dilatih kembali lagi ke pekerjaan lamanya, ngojek atau jadi petani.

Sekarang stelah workshop ini berkembang, justru banyak calon pekerja yang ditolak..

Pertanyaan berbalas jawaban terus mengalir, bertanding dengan udara yang cukup panas. Beberpa peserta berdialog langsung dengan pegawai-pegawai di workshop itu. Jika tak diberhentikan mungkin akan sangat lama di worshop itu.

Kompasianer Bandung kemudian digiring ke MCK terpadu. Lho emang ada yang kebelet? Ada juga sih. MCK itu juga merupakan mck percontohan yang ramah lingkungan...

Penjelasan tentang mck mungkin dikalahkan oleh suasana sejuk di gazebo yang dibuat dari komponen RISHA berukkuran 3x3. Menghadap ke sawah dan gunung membuat aliran udara sangat sejuk di gazebo itu.

[caption id="" align="aligncenter" width="573" caption="Pemandangan desa Cimanggung"][/caption]

Sebagian kompasianer memilih duduk, leyeh leyeh di gazebo itu. Diterpa angin nan sejuk nikmatnya itu terasa sampai di sini nih. Akhinyr kuis matematika digelar. Karena kuisnya kebanyakan itungan maka disebut kuis matematika.

Beberapa peserta yang beruntung mendapat hadiah uang tunai yang belum tak perlu kecewa, kita sudah mendapatkan kegembiraan nangkring kala itu. Livetweet dimenangkan oleh Bang Aswi dan Lygia pecandu hujan. Dua kompasianer beken di Bandung. Mabruk ya rejekinya. Nangkring kali ini dituntaskan di gazebo MCK itu.

Kami pulang menuju taman Film untuk deklarasi Kompasianer Bandung. Dan selama perjalanan saya tak merasakan macet atau kepadatan lalu lintas. Goyangan mobil kembali membuai mata untuk terlelap. Waktu tertidur di mobil itu saya bermimpi semua penduduk indonesia bisa menikmati perumahan yang layak, tidak ada yang kumuh dan dapat tinggal di tempat yang nyaman.

[caption id="" align="aligncenter" width="577" caption="MCK Terpadu ds. Cimanggung"]

[/caption]

 

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun