Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gaza dalam Khutbah Tahun 2008

11 Juli 2014   15:50 Diperbarui: 6 Maret 2016   05:46 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="jemaah haji melempar jumroh.. Kapan melempari Israel?"][/caption](Catatan ini saya buat ketika melaksanakan ibadah haji tahun 2008. Saat itu terjadi pembantaian di Gaza dan menuai reaksi keras dari dunia international 11/7/2014. karenan catatan ini masih menyimpan relevansinya maka saya coba publis di Kompasiana) [caption id="" align="aligncenter" width="284" caption="sumber : statecrime.org"][/caption] Layar tv menayangkan seorang ibu Palestina berteriak histeris “di mana orang arab, di mana orang islam…” Teriakan menusuk-nusuk kalbu dari seorang ibu Palestina menyaksikan anak-anak bangsanya dibantai tanpa ada bantuan memadai dari saudara-saudara arabnya dan juga dari saudara-saudara seimannya.

Saya menyaksikan pembantaian itu di tanah suci Mekah dan Madinah, pusat pertemuan kaum muslimin dengan hati remuk redam. Yang membuat hancur lagi, seakan tumpahan darah itu belum bisa membuat kaum muslimin bergerak. Jemaah haji hanya teringatkan ketika khatib Jumat membacakan untaian doa dalam khutbah-khutbahnya. hanya di itu. Kekesalan itu sedikit terobati dengan sebuah khutbah di Mesjid Nabawi. Khutbah Jum’at ini menjadi khutbah yang sangat berbeda bagi saya. saya katakan berbeda karena baru kali itu saya mendengarnya di Mesjid Nabawi.

[caption caption="lupakan perbedaan madzhab... lebih dibutukan persatuan ketimbang perpecahan"]

[/caption]Saya tidak pernah mendengar sebelumnya. mungkin karena saya cuma jumatan beberapa kali jadi tidak mengetahui kalau khutbah semacam itu biasa saja. Pengalaman saya, khutbah Jum'at di Saudi tidak akan jauh dari masalah TBC (takhayul, Bid’ah dan Khurafat) ditambah lagi dengan pemberantasan praktek perdukunan dan saudara-saudaranya.Itulah makanya kalau jumatan di Mekah dan Medinah, saya lebih sering khusyu tertidur ketimbang dengerin yang khutbah membosankan.Khutbah jum'at di Mekah dan Madinah lebih sering menyorot masalah ritual saja, tapi jarang menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan situasi politik dunia islam saat kini. Nah, apa isi khutbah yang saya dengar berbeda di Madinah itu? berikut resumenya:

Sejak awal hingga akhir khatib berbicara tentang pembantaian mengerikan ini dan menyerukan kaum muslimin bangkit. Dalam pembukaannya khotib secara dramatis menggambarkan pembantaian di Palestina dan kebrutalan Israel dalam serangan membabibuta selama beberapa hari itu.

Khotib juga menekankan tentang pentingnya menghilangkan segala jenis penjajahan di atas dunia, khususnya di Palestina. Selanjutnya Khotib mengingatkan kaum muslimin untuk lebih merapatkan barisan. “Lupakan perbedaan madzhab”¸ khatib menyerukan. “Galang persatuan kaum muslimin. Saat ini kita lebih memerlukan persatuan untuk melawan Penjajah Israel ketimbang meributkan hal-hal yang furu'iyah” Bagian ini yang saya bilang beda. Sebab secara umum, ulama di sana sangat kaku dalam menyikapi perbedaan. Mereka akan sangat mudah menyerang orang yang berbeda dengan kata-kata mungkar, bid’ah, khurafat dan sebagainya. Untuk urusan perjuangan Islam dan Palestina khususnya, mimbar-mimbar jum’at hampir tidak digunakan secara maksimal. Paling hanya doa seperti qunut nazilah di akhir khutbah.

Pesan penting lainnya lagi, “Jangan sampai darah syuhada Gaza sia-sia, bawa semangat anti penjajahan dan antikemanusiaan dan antizionisme ini ke negara masing-masing. Di tangan kalianlah (jemaah haji) tugas dan amanah ini diberikan sehingga apa yang terjadi di  Palestina dapat diketahui secara jelas”. Nah kan, jelas beda.

Sebagai penutup, khatib mengingatkan akan sabda nabi yang menjelaskan kondisi umat islam di akhir zaman yang seperti buih. Tidak berdaya apa-apa terhadap segala penindasan dan kezaliman. Salah seorang sahabat bertanya “ya Rasul, apakah mereka sedikit?” Rasul berkata, “tidak, mereka sangat banyak. Tapi tidak memiliki RUH” sahabat bertanya lagi “Mengapa demikian?”, “Karena mereka sangat mencintai dunia dan membenci kematian…” jawab Rasulullah.

Sayang sekali, khutbah ini tidak tertangkap dengan baik karena tidak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. sebaiknya khutbah seperti itu diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sehingga pesannya bisa sampai dengan baik. Harus disadari bahwa yang datang ke sana tidak semua bisa berbahasa arab. jemaah saya mesti nanya, "itu tadi, yang khutbah itu membahas apa?" saya dengan sukarela menjelaskan kepada mereka isi khutbah yang saya dengar.

Ke depan diMesjidil Haram dan Nabawi harus disediakan monitor-monitor yang mentranslate khutbah-khutbah ke dalam berbagai bahasa. Bisa juga menggunakan dengan radio fm yangmenyediakan semacam audio translate dalam berbagai bahasa sehingga pesan persatuan, kesatuan dan dapat sedemikian cepat diserap jemaah. dan semangat anti penjajahan bisa menyebar dengan cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun