Untuk bisa berprestasi lebih hebat anda perlu kompetitor yang hebat pula. Jika anda terlalu nyaman dengan keadaan sekarang, secara psikologis itu membahagiakan tetapi secara value justru mengkawatirkan. Prestasi luar biasa biasanya justru muncul saat seorang dalam tekanan hebat, pilihannya hanya dua yaitu hidup atau mati.
Selama ini banyak orang mencibir kemampuan manajerial Pak Jokowi membangun ekonomi negara ini. Orang mulai membanding - bandingkan pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun dibanding era SBY. Hal ini tentu merugikan citra Pak Jokowi, walaupun beliau bisa saja bilang kondisi ekonomi global saat ini jauh lebih sulit karena harga2 komoditas utama dunia cenderung melemah, ekonomi china yang melambat, efek brexit sampai dengan Donald Trump dan Voting konstitusi di Italy.Â
Defisit APBN dan pemotongan APBN selalu dijadikan pijakan bahwa ekonomi nasional cenderung melemah. Dalam kondisi ini Pak Jokowi sebagai presiden RI perlu komparator yang tepat, sehingga bisa mendapat perspektif assesment yang lebih fair, tetapi juga sparing partner yang bisa mengkoreksi langkah - langkah strategisnya secara nyata.
Siapa yang tepat menjadi sparing partner Pak Jokowi?
Gubernur DKI adalah sparing partner yang paling tepat untuk seorang presiden RI. Baik Gubernur maupun Presiden sama - sama mengelola suatu wilayah. Secara geografis ekonomi dan politis, DKI bisa disebut RI junior. Dalam pilkada DKI 2017 ini, kita bersyukur dari 3 pasang cagub/cawagub secara jujur ketiganya punya kemampuan yang luar biasa dan relatif berimbang.
Ahok/Jarot:
Walaupun secara politis pasangan ini paling mendekati kesamaan ideologi dengan Jokowi, justru pasangin ini cenderung akan menggembosi popularitas Jokowi. Hal ini bisa dilihat saat ini, Pak Jokowi lebih repot memadamkan kebakaran yang disebabkan ulah Ahok dibanding dengan kemudahan yang ditimbulkan jika politik di DKI lebih kondusif. Bisa diprediksi bahwa jika Ahok yang menang, maka politik di DKI bukan tambah stabil tapi justru sangat rentan. Kita percaya tidak ada "makan siang gratis bagi partai politik".Â
Kompromi - kompromi politik yang dilakukan Ahok pada PDIP, Golkar, dan Nasdem, tidak akan semudah diingkari dibanding komitmen Ahok pada Gerindra di periode sebelumnya. Jokowi yang popularitasnya melambung saja harus rela disebut petugas partai oleh PDIP, apalagi hanya Ahok. Indikasinya mudah, begitu PDIP mengusung Ahok, konsekwensinya "Teman Ahok" harus minggir.
Anies/Sandi:
Sebagai partner Jokowi, pasangan ini lebih menjanjikan dinamika dan kemajuan. Sosok Sandi sebagai pengusaha muda yang sangat sukses, tentu ditunggu jurus - jurus mautnya selama menjadi pengusaha diterapkan dalam membangun Jakarta. Sandiaga Uno adalah tipe penguasaha sekolahan yang benar - benar merangkah dari bawah dan menerapkan ilmu sekolahnya dalam dunia usaha.Â
Setelah lulus kuliah master ekonomi secara cumlaude di Amerika, Sandiaga mendirikan konsultan keuangan, yang kemudian menjadi cikal bakal perusahaan investasi Saratoga Grup saat ini. Sahamnya tersebar di perusahaan papan atas di Indonesia, bisa disebut Sandiaga Uno adalah Warrent Buffet nya Indonesia. Dengan pasangannya Anies yang cenderung konservatif, pasangan Anies/Sandi ini mengingatkan kita pada pasangan SBY/JK yang secara fenomenal membuat pertumbuhan yang fenomenal di Indonesia saat itu.
Agus/Silvi:
Inilah partner Jokowi paling dinamis yang menjanjikan iklim kompetisi paling keras antara RI dan DKI secara ekonomi. Dengan dukungan SBY, tak terelakkan lagi pasangan ini akan menikmati pengalaman sukses SBY selama menjadi Presiden. Kompetisi ekonomi antara RI dan DKI pada akhirnya akan membawa kemajuan, koreksi dan improvisasi yang luar biasa bagi Jokowi dan AHY, saling mengkoreksi dan mencontek tidak akan terelakkan lagi. Apapun latar belakang politik rakyat, pada akhirnya mereka akan bersikap pragmatis. kemajuan ekonomi akan menjadi indikator kuat mengalahkan jargon - jargon dan latar belakang politik rakyat. Jika itu yang terjadi maka yang akan diuntungkan adalah rakyat secara umum.
Kita perlu pemerintah yang stabil tapi juga pemerintah yang mendapat tekanan yang kuat untuk berprestasi. Pengalaman mengajarkan dalam kenyamanan akan banyak penumpang gelap dan cenderung koruptif. Mantan Presiden Soeharto pada awal - awal menjadi presiden sangat bagus, bisa menhentikan inflasi ribuan persen di jaman Orla sekaligus pertumbuhan ekonomi yang bagus, tetapi sejak periode ke 2 bibit KKN dan penumpang gelap mulai mendominasi. Begitu juga dengan SBY yang cemerlang di era JK, menjadi kalang kabut karena kenyamanan yang diberikan rakyat di akhir periode 2, sehingga mulai banyak penumpang gelap di gerbong nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H