Mohon tunggu...
Goenawan
Goenawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Insinyur mesin dari ITS Surabaya, mendalami sistem kontrol otomatis di Taiwan, pernah bekerja di beberapa perusahaan ternama sbg Engineer dan di Managemen. Sekarang menekuni pasar Modal dan pasar Uang.\r\n\r\nSemua tulisan saya asli bukan hasil mencontek, tetapi anda boleh meng-copy paste sebagian atau seluruhnya tulisan saya di kompasiana tanpa perlu izin apapaun dari saya. Lebih baik jika dicantumkan sumbernya, tetapi tanpa ditulis sumbernyapun. it's ok

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Eksport Import RI Terus Anjlok

16 Maret 2015   22:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:33 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak Presiden Jokowi saat ditanya soal Rupiah selalu berkelit dan membandingkan dengan Rusia dan Eropa. Ini jelas perbandingan yang membahayakan.

Rusia saat ini sedang mengalami sangsi ekonomi oleh Amerika dkk akibat perang Crimea di Ukrania. Sementara Eropa, belum tuntas permasalahan krisis ekonominya. Ancaman Yunani untuk keluar dari mata uang bersama Euro dan ancaman default utang jatuh temponya jelas bukan situasi yang baik.

Indonesia tidak sedang perang atau terkena sanksi ekonomi, tidak juga sedang meminta dana bailout dari luar negeri. Jadi kenapa mesti membandingkan diri dengan yang terjelek?

Menurut saya, semua kisruh ekonomi ini diawali dari liberalisasi pasar domestik, melalui pencabutan bermacam subsidi. Saya bukan anti pengurangan subsidi, tetapi harusnya pemerintah berhitung lebih cermat mengenai subsidi dan struktur ekonomi Indonesia baik mikro maupun makro.

Apakah dalam pencabutan subsidi pemerintah tidak menelaah struktur APBN kita? Belanja negara kita dibiayai sebagian besar oleh pajak baik perseroan maupun perorangan. Kita bukanlah negara yang positip neraca eksport importnya. Begitu juga dengan infrastruktur dan regulasi yang ada.

Saya benar benar heran, apakah pemerintah tidak memperhatikan sama sekali detail seperti itu dalam strategi pengurangan subsidi? Jargonnya sih keren banget, dengan pencabutan subsidi kita bisa fokus pada pembenahan infrastruktur. Sayangnya tidak dijelaskan bagaimana skema ideal membangun infrastruktur itu.

Sungguh paradox, di satu sisi meliberalkan hajat hidup orang banyak, disisi lain pemerintah harus menanggung sendirian resiko investasi jangka panjang. Mungkinkah saat infrastruktur itu sudah terbangun, rakyat sudah tidak mampu menikmatinya karena terlanjur lebih miskin?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun