Bapak Presiden Jokowi saat ditanya soal Rupiah selalu berkelit dan membandingkan dengan Rusia dan Eropa. Ini jelas perbandingan yang membahayakan.
Rusia saat ini sedang mengalami sangsi ekonomi oleh Amerika dkk akibat perang Crimea di Ukrania. Sementara Eropa, belum tuntas permasalahan krisis ekonominya. Ancaman Yunani untuk keluar dari mata uang bersama Euro dan ancaman default utang jatuh temponya jelas bukan situasi yang baik.
Indonesia tidak sedang perang atau terkena sanksi ekonomi, tidak juga sedang meminta dana bailout dari luar negeri. Jadi kenapa mesti membandingkan diri dengan yang terjelek?
Menurut saya, semua kisruh ekonomi ini diawali dari liberalisasi pasar domestik, melalui pencabutan bermacam subsidi. Saya bukan anti pengurangan subsidi, tetapi harusnya pemerintah berhitung lebih cermat mengenai subsidi dan struktur ekonomi Indonesia baik mikro maupun makro.
Apakah dalam pencabutan subsidi pemerintah tidak menelaah struktur APBN kita? Belanja negara kita dibiayai sebagian besar oleh pajak baik perseroan maupun perorangan. Kita bukanlah negara yang positip neraca eksport importnya. Begitu juga dengan infrastruktur dan regulasi yang ada.
Saya benar benar heran, apakah pemerintah tidak memperhatikan sama sekali detail seperti itu dalam strategi pengurangan subsidi? Jargonnya sih keren banget, dengan pencabutan subsidi kita bisa fokus pada pembenahan infrastruktur. Sayangnya tidak dijelaskan bagaimana skema ideal membangun infrastruktur itu.
Sungguh paradox, di satu sisi meliberalkan hajat hidup orang banyak, disisi lain pemerintah harus menanggung sendirian resiko investasi jangka panjang. Mungkinkah saat infrastruktur itu sudah terbangun, rakyat sudah tidak mampu menikmatinya karena terlanjur lebih miskin?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H