[caption id="attachment_317531" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Diakui oleh Bitcoin sendiri bahwa mata uang elektronik ini di luar otoritas lembaga keuangan resmi dan otoritas pemerintah mana pun. Tetapi anehnya komunitas bitcoin di Indonesia justru meminta BI melegalkan pemakaiannya. Apa bukan paradoks? Mereka sendiri mengklaim jaringannya peer to peer. Jadi jika ada masalah atau polisi ingin mentrace transaksi, minta datanya ke siapa? Ke akun anonymous yang tidak jelas siapa orang di baliknya? Sedangkan untuk badan resmi semacam Blackberry saja, polisi tidak bisa masuk dan memantau dalam jaringannya dan hanya meminta record dari Blackberry. Sistem kependudukan negara kita masih semrawut. Walaupun sudah ada e-KTP, tetapi sistem e-KTP belum jalan sama sekali. Hanya sekedar menyimpan daftar nama dalam server tetapi sistem autorisasi dan verifikasinya tidak ada. Negara lain yang sudah rapi sistem kependudukannya saja menolak Bitcoin, apalagi kita. Pemerintah China dengan tegas menolak pemakaian bitcoin dan melarang lembaga keuangan dan bisnis di negara itu memakai atau memperdagangkan semua hal yang berkenaan dengan bitcoin. Berikut ini pemberitahuan taobao (ebay versi dan milik China) kepada para pelanggannya:
- Pembeli barang ilegal akan menukarkan uangnya dengan Bitcoin secara ONLINE. Karena transaksi bitcoin tidak akan ter-record oleh sistem pembayaran dan perbankan nasional. Merchant akan mendapat rupiah, sedangkan Bitcoin yang diberikan ke pembeli adalah hasil cuci uang akun-akun palsu bitcoin. Ini untuk menghindari jika polisi menyamar sebagai pembeli. Maka polisi hanya tau satu akun yang dibuat transaksi. Sedangkan akun-akun cuci uang lainnya tak terdeteksi dan tidak akan ter-trace karena polisi dan perbankan tidak bisa masuk sistem Bitcoin.
- Setelah memperoleh Bitcoin, pembeli barang ilegal akan belanja barang ilegal di toko online dengan memakai Bitcoin. Transaksi ini Juga tidak akan terpantau otoritas keuangan dan kepolisian. Jadi antara penjual dan pembeli yang memakai Bitcoin aman. Bitcoin hasil penjualan barang ilegal diserahkan pada akun-akun palsu Bitcoin untuk dicuci. Di sini polisi juga hanya bisa tahu akun Bitcoin penjual barang ilegal, tidak tahu sama sekali jaringan di belakangnya. Ini sangat berbeda jika transaksi dilakukan dengan Rupiah. Di mana BI, PPATK, Polisi bisa memantau.
- Di web lain komplotan pencuci uang ini membuka toko online barang-barang LEGAL dengan memakai rupiah dengan harga diskon. Toko online ini sebetulnya hanya untuk menyamarkan seolah-olah komplotan ini berbisnis barang LEGAL. Selain melayani pembeli umum, toko ini seolah menjual pada komplotan pencuci uang. Padahal hanya menerima rupiah tanpa pernah mengirim barang pada komplotan cuci uang. Terlihat akun rupiah terakhir benar-benar terlihat bersih. Karena hanya mendapat uang dari toko online LEGALnya.
Begitulah salah satu potensi Bitcoin menggoyang stabilitas ekonomi nasional. Bagaimana jika barang ilegal itu ternyata lagu bajakan, video klip bajakan, film bajakan dengan kualitas asli karya seniman-seniman kita? Maka matilah industri film dan musik di Indonesia. Jadi apakah kita masih mencari-cari alasan untuk melegalkan bitcoin di Indonesia? Dengan cerita yang dibumbui seolah Bitcoin ini sudah diterima di banyak tempat. Kenyataannya di forex pun Bitcoin ini belum populer. Terbukti belum diterima di FXpro. [caption id="attachment_307443" align="aligncenter" width="826" caption="dicrop dari website fxpro"]
Jika masih ragu, baiklah kita mengaca pada China, tentu bukan tanpa alasan, negara komunis liberal ini melarang bitcoin.
Bahkan penulis mendapat informasi dari teman online di luar negeri yang cukup tepercaya. Bitcoin seolah di endorse oleh Amerika untuk masuk dalam sistem keuangan online China. Tujuannya tentu menggoyang Yuan dan ekonomi China.
Tetapi memang berita seperti ini sulit terverifikasi walaupun secara logika bisa diterima akal. Itu sebabnya mengapa Bitcoin ini begitu heboh. Padahal sebelumnya sudah ada mata uang elektronik sejenis.
Penulis pun tidak yakin Pemerintah AS akan merestui Bitcoin yang sifatnya anomymous ini. Belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Liberty Reserve pun yang sudah jauh lebih banyak dipakai banyak pihak, toh akhirnya ditutup juga dengan tiba-tiba.
Mungkin jika Bitcoin ditutup sekarang duit yang didapat masih sedikit. Tunggu banyak dulu baru dihabisi. Bagi otoritas keuangan nasional, ini mungkin saatnya menciptakan sistem pembayaran legal online lintas perbankan. Tidak perlu kita menunggu negara lain membuat dan kita hanya sebagai user yang tidak punya otoritas dan keuntungan finansial. Jumlah penduduk menengah atas kita lebih besar dari negara negara tetangga, jadi kenapa kurang pede?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H