Mohon tunggu...
Goenawan
Goenawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Insinyur mesin dari ITS Surabaya, mendalami sistem kontrol otomatis di Taiwan, pernah bekerja di beberapa perusahaan ternama sbg Engineer dan di Managemen. Sekarang menekuni pasar Modal dan pasar Uang.\r\n\r\nSemua tulisan saya asli bukan hasil mencontek, tetapi anda boleh meng-copy paste sebagian atau seluruhnya tulisan saya di kompasiana tanpa perlu izin apapaun dari saya. Lebih baik jika dicantumkan sumbernya, tetapi tanpa ditulis sumbernyapun. it's ok

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Sengaja Mengalah di Pilpres 2014

4 Mei 2014   04:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:54 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SBY sengaja mengalah di pilpres 2014 untuk mengamankan Ibas pada 2019.

Indikasinya:


  1. Saat Kampanye pileg 2014, SBY sama sekali tidak pernah mengendorse peserta konvensi demokrat. Tiap kampanye yang kita lihat hanya Trio Cikeas: SBY Ani dan Ibas. Tidak menganggap peserta Konvensi sebagai Vote Getter Demokrat. Ini sangat ironis jika melihat PKB begitu gencar menjual nama Rhoma Irama, JK, Mahfud MD sebagai vote getter.
  2. Pelaksanaan Konvenvsi Demokrat seperti di gembosi oleh SBY. Maju mundur tidak jelas progresnya dan berjalan sangat lambat.
  3. Walapun perhitungan suara pileg 2014 hampir definitif, SBY terkesan mengulur waktu untuk mengumumkan pemenangnya. Dengan asumsi kalah start maka jikapun muncul capres hasil konvensi akan sulit memenangkan pilpres 2014.


Mengapa Mengalah?


  1. Presiden 2014-2019 sangat berat tantangannya. Di tahun 2015, secara eksternal menghadapi AFTA (pasar bebas Asean) secara penuh yang potensial membuat defisit perdagangan membengkak. Ini akan membuat pemerintahan sulit stabil dan menjadi bahan cemoohan rakyat.
  2. SBY pernah mengkritik Bupati dan Gubernur yang digantikan oleh istri dan kerabatnya. Jika memaksa Ibas tampil di pilpres 2014 tentu akan menjilat ludah sendiri.
  3. Di pilpres 2014, Ibas dianggap masih yunior untuk meneruskan dinasti Cikeas.
  4. Jika pemenang konvensi demokrat memenangkan Pilpres 2014, maka keluarga Cikeas akan kehilangan kendali atas partai demokrat untuk selamanya. Seperti cendana kehilangan Golkar dan Gus Dur kehilangan PKB.
  5. Ibas Dianggap matang pada 2019, dengan asumsi presiden terpilih 2014 gagal mengangkat ekonomi Indonesia karena kuatnya tantangan pasar bebas Asean.
  6. Dengan jeda satu periode, Ibas dianggap akan mudah memenangkan Pilpres 2019, dengan menghidupkan memori indah jaman SBY


Apakah ini jebakan bagi presiden terpilih 2014?

Mengalah untuk menang. Teori perang Sun Tzu, Jika hampir pasti kalah, janganlah berangkat perang.

SBY sadar betul prahara hambalang telah meluluh lantakkan partai demokrat, Ketua Umum, Bendara Umum, dan jajaran petingginya jadi pasien KPK. Tentu sulit mengubah keadaan jika memaksa Ibas tampil di 2014. menenangkan diri dan berusaha membuat akhir yang manis di akhir masa jabatannya adalah target utama. Kita lihat data ekonomi bulan kemarin ekonomi mengalami deflasi dan indikator ekonomi membaik.

Bisa jadi Anas Urbanginrum, Andi Malarangeng, dkk adalah korban jebakan Cikeas, Sengaja membiarkan mereka bermain dengan uang panas dengan kalkulasi Ibas belum cukup dewasa di 2014.

Itulah sebabnya walaupun punya jago potensial macam Dahlan Iskan atau Gita Wiryawan, SBY tak merasa perlu cepat - cepat menunjuk pemenangnya. Konvensi hanya menjadi tempat menyandera orang - orang potensial. Tidak memberi waktu yang cukup untuk kampanye dengan harapan akan kalah.

Penyanderaan ini direspon oleh capres - capres lain. Saat ini semua capres belum mengumumkan cawapresnya. Hal ini sebetulnya menunggu SBY menyebut pemenang konvensi. Jika Dahlan Iskan kalah, besar kemungkinan akan menjadi rebutan sebagai cawapres untuk capres - capres yang ada.

Sungguh ironis jika putra - putra terbaik bangsa gagal mengabdi pada nusa dan bangsa hanya karena mempertahankan dinasti politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun