Utang luar negeri adalah salah satu instrumen untuk mengendalikan cadangan devisa, nilai tukar mata uang dan stabilitas ekonomi secara makro. Utang luar negeri tidak selalu berbanding lurus sebagai resiko ekonomi makro.
Berikut salah satu ilustrasinya. Sekarang ini tiap eksport Jepang akan selalu mengahasilkan Devisa (mata uang asing). Jika uang devisa itu menumpuk tidak digunakan, buat apa? hanya kekayaan diatas kertas? Â Bisa jadi Amerika atau Eropa atau negara lain hanya akan mencetak uangnya sebanyak - banyaknya baik berupa uang kartal maupun surat utang untuk disimpan oleh Bank Central Jepang sebagai devisa. Apa itu tidak konyol? Kemudian Yen akan sangat menguat dan pada akhirnya menurunkan daya saing produk Jepang.
Itu adalah salah satu fungsi utang luar negeri sebagai stabilisator. Ini merupakan konsekwensi logis dari pasar uang yang liberal dan tidak ada lagi mata uang utama dunia yang dipatok berdasarkan cadangan emas.
Mari kita lihat rasio utang luar negeri Jepang di banding GDP. Saya sering membandingkan Utang luar negeri Indonesia dibanding APBN, karena lebih mudah dimengerti besaran APBN dibanding GDP yang bagi orang awam sulit dimengerti difinisinya.
Di tahun 2013 Utang/GDP Jepang berjumlah 218% artinya jumlah utangnya lebih dari 2x lipat GDP nya per tahun. Apakah Jepang besok pagi akan bangkrut? Tidak sesimple itu mengambil kesimpulannya. Ada banyak indikator ekonomi yang saling berkaitan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H