Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki sambel yang khas. Saat masih kecil, ibu saya hampir selalu menyediakan sambel sebagai teman makan nasi. Begitu juga keluarga lain di Indonesia saat itu tentunya.
Tetapi seiring kesibukan berkarir saat ini, banyak keluarga Indonesia yang tidak sempat lagi bikin sambel. Ini tentu peluang nyata dari kebutuhan real yang belum banyak di gali oleh pelaku usaha di Indonesia.
Kalau kita ke pasar modern, akan mudah membeli sambel sachet ataupun botol plastik. Tetapi sebetulnya itu bukan sambel, setidaknya bukan sambel yang dikenal dan dibuat oleh para ibu Indonesia. Sambal - sambal yang ada, lebih cocok disebut saos pedas. Tidak cocok untuk teman makan nasi. Tetapi lebih cocok sebagai penambah rasa kuah baso. Memang sekarang ada juga sambel terasi di pasar swalayan, tetapi itu hanya satu jenis dari bermacam sambal tradisional yang dikenal keluarga Indonesia.
Tinjauan peluang bisnis sambal tradisional bagi UKM.
Tradisi keluarga:
Sebagian besar dari kita dibesarkan dari tradisi makan dengan tambahan sambel. Dalam bahasa marketing, tradisi adalah sebuah potensi pasar yang besar.
Sebagai sebuah tradisi sambel menjadi bukan sekedar makanan, tetapi sudah menjadi hubungan emosional merasa dekat pada masa kanak - kanak, dekat keluarga, dan perasaan terlindungi. Kita tahu, perasaan terlindungi itu penting untuk melepaskan stress setelah seharian berkarir di luar rumah.
Industri besar tidak akan efisien di bisnis ini.
Industri besar hanya akan menguntungkan secara ekonomi jika skala produksinya besar. Sambal tradisonal dengan bermacam variasinya menimbulkan pasar yang terfragmentasi dalam jumlah besar. Banyaknya jumlah sambel ini menyebabkan industri besar hanya bermain di sambel tradisional dengan segmen generik, misalkan sambel kecap dan sambel terasi. Mereka kesulitan masuk ke sambel yang lebih spesifik yang banyak jumlahnya karena terkendala skala produksi.
Taste tiap daerah yang berbeda.
Sambal ini seperti industri kecap di tahun 80-an. Saat itu ada bermacam merk kecap, tiap kota memiliki merk kecap andalan yang berbeda - beda. Setelah pemain besar masuk ke industri kecap, maka kekasan kecap tiap daerah praktis hilang. Sekarang rasa bermacam kecap yang ada di pasar modern hampir sama semua.
Tetapi sambal berbeda dengan kecap, karena citarasa tiap sambel berbeda. Ini peluang bagi UKM untuk membangunkan potensi pasar sambel tradisional. Pasarnya cukup besar tetapi tidak cukup besar bagi industri besar yang mengandalkan volume besar untuk mengambil margin laba.
Memerlukan managemen storage dan supply chain yang handal.
Harga cabai yang berfluktuasi sangat tajam tiap tahun adalah peluang besar. Peluang besar untuk bisa menangguk untung jika kita memiliki managemen storage dan supply chain yang handal. Teknologi ini tidak memerlukan modal besar dan bisa dipelajari. Disinilah UKM bisa bersaing dan memainkan strategi yang jitu selayaknya pebisnis global.
Kesimpulan:
Harga cabai tiap tahun berfluktuasi tajam, tetapi selera orang makan sambal tidak mungkin ikut berflutuasi secara tajam. Tak heran walaupun cabe diatas seratus ribu perkilo, tidak serta merta menghentikan orang untuk bikin sambel.
Industri sambal tradisional secara alami terlindungi dari jarahan konglomerat pemodal raksasa. Sayang nya industri ini belum banyak UKM yang menekuninya, setidaknya bisa dilihat dari sedikitnya produk tersebut di pasar modern.
Pasar sambel tradisional tidak akan terbuka potensi sebenarnya tanpa ada pemain yang memulainya. Dua puluh tahun yang lalu kita heran jika air minum dalam kemasan bisa menjadi industri yang besar. Tetapi sekarang orang geli meminum air pam yang direbus. Mungkin ini bukan perbandingan apple to apple. Tetapi cukup menyadarkan bahwa potensi bisnis sambel tradional sejatinya cukup menjanjikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H