Mohon tunggu...
Goenawan
Goenawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Insinyur mesin dari ITS Surabaya, mendalami sistem kontrol otomatis di Taiwan, pernah bekerja di beberapa perusahaan ternama sbg Engineer dan di Managemen. Sekarang menekuni pasar Modal dan pasar Uang.\r\n\r\nSemua tulisan saya asli bukan hasil mencontek, tetapi anda boleh meng-copy paste sebagian atau seluruhnya tulisan saya di kompasiana tanpa perlu izin apapaun dari saya. Lebih baik jika dicantumkan sumbernya, tetapi tanpa ditulis sumbernyapun. it's ok

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jembatan Selat Sunda Selamatkan Karir Presiden Jokowi

13 Desember 2014   16:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:23 2462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_382333" align="aligncenter" width="624" caption="Foto: Kompas images/Fikria Hidayat"][/caption]

Semua prediksi saya mengenai Rupiah di kompasiana 100% benar. Menjelang kampanye pilpress 2014, Faisal Basri ekonom UI memprediksi rupiah akan menguat sepanjang kampanye, saya memprediksi sebaliknya dan terbukti prediksi saya yang benar. Kalau benar karena tebak tebakan saja tidak ada yang istimewa, tetapi prediksi saya lengkap dengan analisa fundamentalnya.

Kemudian prediksi Rupiah paska pelantikan Presiden Jokowi, sangat tepat.Betul rupiah menguat sesaat, tetapi kemudian tertekan sampai sekarang. Kemarin Rupiah tercatat menembus Rp.12.400,- per dollar. Angka psikologis yang saya sebut sangat mengkawatirkan. Di akhir tahun dimana belanja masyarakat meningkat pada masa libur natal, besar kemungkinan rupiah akan makin terpuruk. Kita akan memasuki MEA2015 dengan kondisi neraca yang sempit.

Visi Maritim Mahal Karena Harus Merogoh Kocek Sendiri

Lupakan sejenak tentang mimpi visi maritim. Membangun tol laut butuh dana yang sangat besar disisi lain tingkat keberhasilannya rendah. Swasta tidak akan buru-buru ikut masuk sektor maritim karena terbukti sektor ini tidak menjanjikan. Saya ambil contoh laporan keuangan Humpus Intermoda, perusahaan pemilik tanker dan operator kapal laut ini sudah bertahun-tahun rugi. Bandingkan dengan perusahaan-perusahaan disektor property, perkebunan, pertambangan yang kenaikkan harga sahamnya bisa diatas 40% setahun. Kita tahu bahwa perusahaan property, perkebunan, batubara itu adanya didarat. Masyarakatpun tinggalnya di darat.

Jika demikian pemerintah akan mengeluarkan uang sendiri yang tidak sedikit untuk membangun visi kelautan. Apakah yang dipakai itu uang nganggur? Jika misalnya itu diambil dari pencabutan subsidi BBM itupun tidak seberapa jumlahnya. Angka 300 trilyun rupiah tidaklah besar untuk membangun toll laut. Kalaupun infrastruktur laut terbangun, biaya operasional untuk menjalankan mekanisme toll laut pun akan sangat besar dan pemerintah sendiri yang harus talangi.

Ini benar - benar melawan hukum supply and demand. Dimana - mana demandnya ada dulu baru supplynya mengikuti, jika demand sudah ter-triger supply bisa digenjot dengan inovasi untuk memperluas demand. Ini demand masih negatif supplynya sudah mau ditambah.

Di negara Ekonomi Modern, pemerintah diharamkan menjadi pemain, karena akan sangat boros secara anggaran. Fungsi anggaran negara adalah membuat multiply efek. Dengan ikut menjadi operator (toll laut) maka disatu sisi pemerintah boros secara anggaran, disisi lain menisbikan peran swasta.

Berikan Bukti Nyata Secepatnya

Bukti nyata jangan yang remeh-temeh seperti peraturan tentang rapat dengan makanan singkong rebus. Bolehlah itu disebut bagus, tetapi itu tidak merubah mindset pelaku usaha tentang birokrasi yang lebih efisien dan cepat. Urusan singkong rebus di rapat justru menunjukkan rendahnya visi dan kreativitas menteri saat ini. Permintaan industri pakan ternak, alkohol dan turunannya pun sekarang masih terkendala suplai singkong. Kebijakkan yang tidak didasarkan data dan fakta, hanya kata orang saja. Sangat memalukan untuk jabatan level menteri.

Bukti nyata itu jika koran memberitakan ijin usaha bisa keluar 3x lebih cepat dengan tanpa biaya siluman baik di tingkat birokrasi maupun operasional. Jika hanya akan akan akan saja, pelaku usaha tidak akan percaya.

Benahi itu preman-preman di kawasan industri yang dibackup penuh oleh kepala desa dan Bupati. Jangan pula mengelak itu urusan kepala daerah. Jika Presiden tidak bisa memastikan kepala daerahnya bekerja dengan benar, mending Pak Presiden ga usah ngantor tidur saja dirumah.

Jembatan Selat Sunda sebagai Penyelamat

Pembiayaan jembatan Selat Sunda tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi bukan berarti pemerintah pusat akan mengeluarkan semua biayanya. Ada banyak alternatif pembiayaan mulai dari BOT dengan swasta atau melibatkan pemda pemda di Jawa dan Sumatera untuk memiliki sahamnya.

Skema pelibatan pemda sebetulnya sudah dimulai jaman SBY saat membangun toll trans-Sumatera. Kenapa skema yang terbukti bagus itu tidak dijadikan alternatif. Malah tanpa pertimbangan yang transparan pemerintah serta merta menghentikan proyek Jembatan Selat Sunda.

Proyek Jembatan selat sunda akan lebih menggairahkan industri semen, baja kontruksi, engineering, tenaga kerja yang tidak sedikit. Ini sangat penting dan menjanjikan multiply efek yang luar biasa. Saat ini kita punya Semen Indonesia (Semen Gresik) bumn yang sedang sehat - sehatnya. Dengan kondisi yang sangat sehat dan adanya mega proyek infrastruktur, semen gresik akan tumbuh luar biasa. Begitu juga dengan industri Baja dimana Krakatau baru saja berhasil listing di Bursa Efek Indonesia.

Tanpa Jembatan Selat Sunda Toll Trans Sumatera akan Mubasir

Jembatan Selat sundah sebetulnya link yang terputus antara toll trans Sumatera dengan jaringan Toll Jawa. Jembatan ini akan mengenerate ekonomi yang luar biasa antara resource (sumatera) dengan user dan industri (Jawa).

Selama ini sawit dieksport dalam bentuk CPO, padahal nilai tambahnya justru besar pada produk turunannya. Membangun industri turunan di Sumatera jelas beresiko karena end usernya sedikit. Akan sangat berbeda jika industri turunan itu dibangun di Jawa dimana jumlah konsumen dan industri hilirnya jauh lebih besar dan padat. Dengan skala keekonomian yang memadai, Industri turunan CPO di Jawa akan hidup dengan sehat, eksport pun akan lebih mudah dilakukan dengan kondisi perusahaan yang sehat.

Penutup

Pak Jokowi anda tidak perlu malu menganulir visi kelautan anda. Visi itu memang sangat menarik bagi orang awam, membangkitkan romantisme masa lalu. Tetapi pada akhirnya rakyat menuntut hidup yang lebih baik. Jika hari ini hanya mampu membeli rumah 500 juta, mungkin lima tahun lagi bisa membeli rumah 5 milyar. Jika hari ini rakyat berharap harap cemas bisa dapat kartu sehat, mungkin lima tahun lagi tidak ada lagi yang berharap kartu sehat karena uangnya cukup untuk membeli premi asuransi kesehatan secara layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun