Mohon tunggu...
Goenawan
Goenawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Insinyur mesin dari ITS Surabaya, mendalami sistem kontrol otomatis di Taiwan, pernah bekerja di beberapa perusahaan ternama sbg Engineer dan di Managemen. Sekarang menekuni pasar Modal dan pasar Uang.\r\n\r\nSemua tulisan saya asli bukan hasil mencontek, tetapi anda boleh meng-copy paste sebagian atau seluruhnya tulisan saya di kompasiana tanpa perlu izin apapaun dari saya. Lebih baik jika dicantumkan sumbernya, tetapi tanpa ditulis sumbernyapun. it's ok

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rejim Paling Kejam

7 Januari 2015   14:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:38 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rejim Jokowi semakin hari terasa semakin salah langkah. Apa yang telah susah payah dibangun oleh SBY selama sepuluh tahun dan terbukti membawa kesejahteraan satu persatu telah dirusak. Mungkin waktu tiga bulan masih terlalu singkat mengakiri masa bulan madu. Tetapi ibarat rumah tangga harusnya rakyat sebagai pengantin wanita mulai menyadari bahwa sang suami mulai ngawur mengelola ekonomi keluarga.

Apakah kita menunggu sampai semua benar - benar berantakan dan sulit diperbaiki lagi? Tiga bulan berkuasa negeri ini benar - benar seperti negeri badut. Hal - hal yang tidak esensial di gembar - gemborkan seolah prestasi di sisi lain keresahan rakyat dianggap angin lalu.

Energi negeri ini difokuskan pada penenggelaman nelayan gurem asing, soal singkong, jamu, yang walaupun penting tetapi tidak mempunyai dampak signifikan terhadap kebutuhan ekonomi saat ini. Sementara semua subsidi yang digunakan untuk menopang kehidupan rakyat kecil semua dicabut. Mulai dari subsidi BBM, transportasi (KA Ekonomi) dan listrik yang merupakan komponen utama pembentuk harga - harga kebutuhan primer semua dicabut.

Realitanya ada puluhan juta rakyat negeri ini yang tertolong oleh subsidi tersebut sehingga ada terbuka kesempatan merubah nasib. Dengan dicabutnya bermacam subsidi pada rakyat kecil, praktis kesempatan untuk merubah nasib akan tertutup. Mereka yang sebelumnya termasuk pra-sejahtera hampir pasti akan turun menjadi keluarga miskin. Sedangkan mereka yang miskin akan makin menderita karena untuk makan saja mereka akan segera kesulitan.

Rejim yang Tamak

Selama sepuluh tahun di bawah pemerintah SBY rakyat memang mengalami peningkatan kemakmuran yang besar, tetapi belum cukup mempunyai kekuatan untuk dicabut subsidinya. Subsidi pada rakyat kecil bukanlah ongkos sia - sia yang harus dibayar pemerintah pada kelompok paling lemah di negeri ini. Tetapi merupakan stimulus dan upaya pemerataan kesejahteraan pada seluruh lapisan rakyat negeri ini. Dengan dicabutnya subsidi pada rakyat kecil sama saja pemerintah menerapkan hukum rimba yang pada ujungnya terjadi eksploitasi negara pada golongan miskin.

Untuk berkembang rakyat perlu kondisi minimum yang harus dipenuhi.

Menaikkan taraf hidup keluar miskin menjadi prasejahtera, keluarga prasejahtera menjadi sejahtera adalah tugas yang diamanatkan UUD pada penguasa negeri ini siapapaun mereka. Memang selalu ada pengecualian cerita tentang mereka yang berasal dari keluarga miskin absolut bisa menjadi orang yang luar biasa sukses. Tetapi cerita tersebut hanya terjadi kurang dari 0.1% dari populasi. Artinya yang 99.9% akan tetap miskin.

Tugas penguasa adalah memberi kesempatan dan mempermudah perubahan nasib itu terjadi. Artinya orang miskin perlu cukup makan, perlu ongkos untuk beraktivitas,mampu membayar lampu listrik dirumahnya, punya sanitasi yang sehat dirumahnya, mampu menyekolahkan anaknya.

Dengan dicabutnya semua subsidi yang jelas - jelas menopang kehidupan rakyat kecil, sama saja penguasa sedang mangkir pada tugas utama mensejahterakan rakyatnya. Terus apa bedanya dengan penjajah yang tidak peduli pada rakyat kecil, hanya mengejar setoran pajak. Sesungguhnya buat apa pajak yang makin membesar disisi lain makin sedikit yang dikucurkan pada rakyat kecil.

Tirani Media Massa dan Media Sosial

Selama 3 bulan pemerintahan Jokowi sesungguhnya telah terjadi perubahan mendasar yang terang - terangan melawan rakyat kecil. Tetapi ironisnya media mainstream dan media sosial benar - benar telah di kuasai oleh kelompok ini. Bermacam subsidi dicabut, harga - harga melonjak tinggi, eksport turun drastis, defisit melonjak tinggi, cadangan devisa dihamburkan untuk menaham rupiah akibat kenaikkan BBM. tetapi tidak terdengar suara kritis dari media. Mereka terang - terangan menyembunyikan kebobrokan penguasa. Rakyat dihibur dengan berita soal jamu, singkong dan drama penengggelaman kapal nelayan gurem.

Media sosial, walaupun sudah memenangkan pilpres dan sering mengumbar kata "MOVE ON" tetapi para simpatisan Jokowi ini tidak kunjung move on juga. Perilaku buta membela Jokowi sambil membully siapa saja yang kritis tetap dilakukan dengan cara - cara yang tidak beradap.

Perilaku yang tidak MOVE ON sebetulnya selalu dicontohkan oleh Jokowi, tak heran simpatisannya pun sama saja. Walaupun sudah menjadi presiden untuk seluruh rakyat, Jokowi tidak malu - malu selalu menemui dan memprioritaskan RELAWAN. Bisa dipahami, RELAWAN inilah yang masih setia membully orang - orang kritis sampai saat ini. Bully itulah senjata satu satunya, yang mungkin tanpa disadari telah merusak akal sehat kita sebagai suatu bangsa. Karena kebenaran lebih ditentukan seberapa kejam anda bisa membully tidak peduli seberapa konyol pendapat anda.

Apakah di negara moderen tidak ada SUBSIDI? Faktanya di Jepang pun tidak semua aktivitas ekonomi base on Teknologi tinggi, jika tanpa Policy (baca subsidi) bagaimana petani Jepang bisa bertahan dalam biaya hidup yg tinggi dengan harga komoditas yg tidak beda jauh dengan disini? Sampai kapan anda bohong soal subsidi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun