Mohon tunggu...
Febri Wicaksono
Febri Wicaksono Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Masalah Sosial Kependudukan

Dosen Politeknik Statistika STIS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Globalisasi, Demokrasi, dan Civil Society

22 September 2022   08:44 Diperbarui: 23 September 2022   09:02 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini demokrasi telah menjadi standar bagi pemerintahan yang baik. Kegagalan untuk merangkul norma global ini dapat mengakibatkan sanksi atau bahkan pengucilan dari komunitas internasional yang lebih luas (Doorenspleet dan Kopecky, 2008). Untuk itu, global civil society yang kuat dapat mendorong terbentuknya dan meningkatkan stabilitas pemerintahan yang demokratis baik di tingkat nasional maupun transnasional.

Di era gerakan pro-demokrasi, global civil society dapat menawarkan kepada kita kerangka teoritis yang valid dan diperlukan untuk dapat memahami revitalisasi domestic civil society saat ini, yang terorganisir dan menangani berbagai tingkatan (lokal, nasional, dan global), dan memikirkan kembali kondisi ideal yang menyertai (atau harus menyertai) demokrasi dan pilar-pilar dasarnya.

Selain itu, analisis gerakan pro-demokrasi juga memungkinkan kita untuk melihat bagaimana konsep global civil society membantu memperkenalkan tema-tema baru ke dalam ruang publik, menciptakan bingkai dan solidaritas baru secara transnasional, dan bagaimana konsep tersebut juga mendorong refleksi kritis dalam masyarakat itu sendiri (Cohen & Arato, 1992).

Sebagai contoh aktivisme global civil society adalah gerakan Arab Spring. Gerakan ini merupakan gelombang revolusioner yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara, yang semula diawali pada Sabtu, 18 Desember 2010, di Tunisia. Muhammad Bouazizi, seorang sarjana yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan formal, kemudian menjadi penjual buah buahan dan sayuran. Karena berdagang di tempat yang tidak seharusnya, polisi menganggap itu adalah pelanggaran peraturan, sehingga polisi mengusirnya dan menyita barang dagangannya. Frustrasi karena kehilangan tempat dan barang dagangannya, Bouazizi membakar diri sebagai protes terhadap tindakan polisi.

Video bakar diri Mohammed Bouazizi kemudian menjadi viral melalui media sosial dan menciptakan solidaritas mayoritas rakyat Tunisia, yang kemudian bangkit menentang pemerintah yang represif dan korup. Tidak sampai di situ, api Bouazizi pun menjalar di banyak negara Arab hingga menumbangkan beberapa diktator Arab, termasuk Presiden Tunisia Zein El Abidin Ben Ali.

Revolusi Arab ini kemudian menyapu Tunisia, Mesir, Libya yang mengakibatkan jatuhnya pemerintah setempat, kemudian mencetuskan pemberontakan sipil di Bahrain, Suriah, dan Yaman. Gerakan ini juga menimbulkan protes besar di Aljazair, Irak, Yordania, Kuwait, Maroko, dan Oman; dan protes kecil di Lebanon, Mauritania, Saudi Arabia, Sudan, dan Sahara Barat.

Gerakan Arab Spring ini tidak hanya berhasil menggerakkan civil society di Jazirah Arab saja. Beberapa penelitian juga telah mengungkapkan adanya pengaruh gerakan Arab Spring pada gerakan 15M untuk menentang kebijakan austerity di Spanyol (Flesher-Fominaya, 2014; Glasius & Pleyers, 2013; Tormey, 2015). Kemudian gerakan 15M berdampak pada gerakan Occupy Wall Street dan gerakan protes Yo Soy132 di Meksiko (Kaldor & Selchow, 2013; Lawrence, 2013; Romanos, 2016).

Gelombang protes global ini menghadirkan banyak karakteristik yang kompleks. Studi tentang gerakan sosial telah melihat secara dekat struktur makna umum dan kerangka gerakan, hubungan transnasional, dan makna bagi teori demokrasi. Glasius dan Pleyers (2013) menganggap bahwa penyebaran slogan, repertoar tindakan dan makna dari Tunisia dan Kairo ke segala penjuru dunia telah menjadi fitur utama dari gelombang gerakan global yang dimulai pada tahun 2011. Selain itu, studi Kaldor dan Selchow (2013), Glasius dan Pleyers (2013), Flesher-Fominaya (2014), dan Tormey (2015) tentang gerakan pro demokrasi, secara keseluruhan melihat adanya elemen lintas batas yang dimiliki oleh civil society.

Dari sini terlihat bahwa, dalam kaitannya dengan global civil society, terdapat konteks revitalisasi domestic civil society dan adanya pendefinisian ulang ruang publik sebagai “arena” global.

Daftar Pustaka

Barber, B. (1997). Un lugar para todos. Barcelona: Paidós.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun