Belakangan ini muncul berita yang sangat ramai di berbagai media terkait dengan akan dilakukannya pemekaran daerah di beberapa wilayah di Indonesia baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten.Â
Hal ini mendapatkan tanggapan beragam dari kalangan masyarakat, ada yang menyambut gembira dengan dimekarkannya daerah dengan asumsi bahwa penanganan daerah yang lebih luas akan lebih efektif dalam penangannya jika dimekarkan.
Ada juga yang menanggapi secara pesimis dengan merujuk contoh beberapa daerah yang telah dimekarkan tapi tidak kunjung mengalami perbaikan baik secara infrastruktur maupun kesejahteraan masyarakatnya.
Wilayah Jawa Barat dalam wacana itu sendiri merupakan provinsi yang akan terkena kebijakan pemekaran wilayah baik penambahan daerah kabupaten maupun dipecahnya provinsi Jawa Barat menjadi beberapa provinsi baru.Â
Tentu saja ini mungkin didasari karena sangat luasnya wilayah Jawa Barat yakni 30.040.000 km persegi, terdiri dari 27 kabupaten dan kota hingga dirasa terlalu luas untuk efektivitas pemerintahan sebuah provinsi.Â
Setelah terlepasnya wilayah ujung barat Jawa Barat menjadi provinsi Banten yang resmi berdiri pada 4 Oktober Tahun 2000, kini Jawa Barat wacananya akan kembali dipecah menjadi 3 wilayah dan akan ada 2 provinsi baru yakni provinsi Cirebon, provinsi Bogor Raya.
Pemekaran wilayah adalah proses pembentukan wilayah baru dari wilayah yang sudah ada, biasanya dengan tujuan untuk memperluas cakupan administratif atau memperbaiki pengelolaan sumber daya.
Pemekaran wilayah juga menjadi topik yang sensitif dan kompleks lantaran melibatkan berbagai aspek, termasuk politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Di tengah pembahasan mengenai dampak politik, ekonomi, dan sosial dari pemekaran wilayah, seringkali aspek kultural terabaikan. Salah satu aspek kultural yang penting adalah nasib Bahasa Sunda di Jawa Barat.
Selama ini Bahasa Sunda sudah sangat melekat sebagai identitas masyarakat Jawa Barat. Bahasa Sunda memiliki peran yang signifikan dalam membentuk identitas budaya Jawa Barat.