Mohon tunggu...
Furqan Jurdi
Furqan Jurdi Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca, pendengar dan penulis

Sampaikanlah keyakinanmu meskipun tidak disukai semua orang

Selanjutnya

Tutup

Politik

KAMI dan Ahmad Yani

27 Oktober 2020   21:32 Diperbarui: 27 Oktober 2020   22:43 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Oleh: Furqan Jurdi
Ketua Presidium Nasional Pemuda Madani

Sudah menjadi hukum Kehidupan umat manusia, apabila kesesatan terjadi secara meluas maka, akan muncul orang-orang yang meluruskan kesesatan itu. Begitu juga kalau terjadi degradasi moral maka akan ada orang yang akan menegakkan moralitas itu.

Dalam hukum Kehidupan itulah kita menangkap makna kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai sebuah gerakan moral yang bertujuan untuk meluruskan Kiblat Bangsa.

Tentu untuk mencapai tujuan tersebut tidak mudah, karena dalam sejarah tercatat bahwa pejuang moral dan pembaharu selalu berhadapan dengan kekuasaan. Kisah para nabi~nabi dan para pejuang kebenaran selalu dimulai dengan pengorbanan besar.

Sudah berapa nabi terbunuh akibat melakukan pelurusan terhadap kiblat kehidupan manusia? Sudah berapa pejuang yang mati akibat mengkhutbahkan penegakkan moralitas? Tentu kalau dihitung tak akan cukup tulisan singkat ini menceritakan kisah heroisme mereka.

Tapi secara umum Para nabi, para pejuang, para pembaharu, dibunuh, diancam dan diintimidasi serta dipenjara karena dianggap mengancam kekuasaan para penguasa dan dianggap membahayakan singgasana kekuasaan mereka. Dan keseluruhan dari mereka adalah orang~orang jujur dan memiliki komitmen dan integritas moral yang tinggi. Jadi tidak sembarang manusia yang berani menerjang keangkuhan kekuasaan, mesti mereka adalah manusia pilihan.

Mewarisi spirit para nabi dan pejuang masa lalu itulah, maka KAMI mengambil jalan yang berseberangan dengan kekuasaan. Ada tokoh~tokoh besar seperti Prof. Din Syamsuddin, Prof. Ahmad Wahab, dan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo serta aktivis, mahasiswa, buruh dan pejuang pergerakan yang konsisten dengan perjuangannya.

Diantara nama~nama itu ada Seorang Aktivis, Akademisi, Intelektual, Advokat dan Politisi Islam yang sangat berintegritas. Namanya Dr. Ahmad Yani, seorang yang memiliki sejarah panjang dalam berjuang dari era otoritarianisme orde baru hingga Reformasi.

Ahmad Yani memiliki sejarah panjang dalam perjuangan menegakkan moralitas dan kejujuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semenjak era orde Baru Yani sudah menjadi saksi sejarah kegerian seputar rezim otoriter.

Sebagai aktivis pendatang baru pada tahun 1980~an ketika tokoh~tokoh besar menandatangani Petisi 50, Petisi yang  diterbitkan pada 5 Mei 1980 di Jakarta sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi bangsa, Yani menyaksikan guru dan tokoh~tokoh itu diintimidasi dan dipenjara oleh Orba.

Namun idealisme aktivis tak dapat surut oleh hantaman otoritarianisme penguasa. Ia berdiri bersama dengan Mahasiswa Islam (Himpunan Mahasiswa Islam~HMI) sebagai salah satu pelopor "pembangkangan" terhadap asas tunggal orde baru. Ia bersama Eggy Sudjana dkk tetap bertahan pada komitmen menegakkan tujuan HMI yaitu Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan Ulul Albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu Wata'ala.

Dan apa yang mereka pertahankan di tengah gempuran tangan besi rezim orba menjadi legitimasi kuat bagi gerakan Reformasi yang dipelopori oleh Prof. Amien Rais bersama mahasiswa dan tokoh~tokoh pembaharu lainnya.

Sikap yang yang sama juga Yani tunjukkan ketika ia Menjadi Anggota DPR RI (2009~2014), yaitu jiwa aktivis dan komitmen untuk menyuarakan kebenaran dihadapan penguasa. Meski Partainya (Partai Persatuan Pembangunan~PPP) berkoalisi dengan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Yani tetap tegas mengkritik kebijakan~kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat.

Suaranya yang lantang terhadap penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bank Century dan masalah~masalah korupsi besar lainnya membuat panas telinga korporasi dan kekuasaan. Dan dalam perhitungan politik tentu itu merugikan dirinya sendiri. Tapi menyuarakan kebenaran adalah pilihan hidup Dr. Ahmad Yani.

Meski rezim berganti, kekuasaan jatuh dan berganti dengan yang lain, Dr. Yani tetap memilih jalan menyuarakan kebenaran dan kejujuran. Sejengkalpun ia tidak berubah atas komitmen itu. Dan itulah yang membuatnya berkomitmen untuk bersama~sama dengan tokoh~tokoh bangsa lainnya membentuk KAMI.

KAMI adalah gerakan moral untuk meluruskan kiblat bangsa. Tujuannya sama, yaitu untuk menginterupsi kekuasaan yang salah dalam mengambil kebijakan. Hitungannya bukan politik kekuasaan, tetapi high politics, yaitu menyadarkan semua elit dan Masyarakat untuk sadar dalam mewujudkan cita~cita bangsa.

High Politics adalah jalan untuk meluruskan kiblat bangsa, yaitu mengedepankan kepentingan nasional daripada hanya sebatas ketersinggungan politik. High Politics tidak melihat dan memandang politik kepentingan dan politik golongan. Politik yang mengambil jalan tengah diantara degradasi moral dan luruhnya nilai~nilai kebangsaan. Itulah jalan yang diambil oleh KAMI.

Karena itu, Kehadiran KAMI sebenarnya bukan ancaman bagi kekuasaan, tetapi ancaman bagi orang~orang yang memiliki kekuasaan atau elit bebal yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat dan negara. Jadi kalau KAMI dianggap dalam perspektif politik praktis, tentu salah, karena KAMI bukan gerakan politik. Kalau hitungannya politik seperti itu, dan menganggap KAMI ingin merebut kekuasaan, akan memicu terjadinya pergolakan politik di tengah masyarakat, bahkan berujung pada "civil disobidiency".

Dan kalau kekuasaan hanya mengurus ketersinggungan daripada menghadapi ancaman serius yang dihadapi Indonesia, seperti ancaman itu berupa ancaman ekonomi, ancaman kedaulatan, ancaman krisis multidimens, maka akan menyebabkan kehancuran bangsa ini. Ingat Tugas Kekuasaan bukan meladeni ketersinggungan, tetapi meluruskan jalannya berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan tujuan Indonesia Merdeka.

Maka kehadiran KAMI dengan tokoh~tokohnya, seperti Prof. Din Syamsuddin, Prof. Rahmat Wahab, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Dr. Ahmad Yani, Dr. Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dkk adalah kelanjutan dari sejarah pembaharuan kaum Cendekiawan dan intelektual Indonesia untuk mengkhutbahkan pentingnya moralitas kekuasaan dan meluruskan kiblat bangsa. Seharusnya kekuasaan bersyukur dengan adanya mereka sebagai penyeimbang yang mumpuni dalam memberikan masukan bagi kebijakannya, bukan justru sebaliknya memupuk ketersinggungan dengan cara menakut~nakuti dan memenjarakan mereka.

Apabila itu terjadi, kekuasaan akan semakin rapuh dan bisa berujung pada pembangkangan sipil dan tentu memicu krisis politik. Pada akhirnya kekuasaan pun akan bangkrut.

Wallahualam Bis Shawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun