Mohon tunggu...
Ulika
Ulika Mohon Tunggu... Lainnya - Goresan Pena

Goresan Pena

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Takut Sungkem? Tidak Bisa Bahasa Jawa

4 Mei 2022   00:41 Diperbarui: 4 Mei 2022   00:55 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silaturahmi dan saling bermaaf-maafan, merayakan kemenangan setelah berhasil melawan hawa nafsu di bulan suci Ramadhan. Setelah selama dua periode larangan berkunjung dan menerima tamu pada hari raya lebaran , dampak pandemi covid-19 sebagai upaya memutus rantai penyebaran covid-19, akhirnya saya beserta keluarga bisa menjalani hari raya  Idul Fitri I443 H, yang benar-benar terasa sempurna. Silaturahmi bertatap muka, meminta maaf pada keluarga dan tetangga-tetangga, bukan lebaran online via medsos atau kalau saya menyebut lebaran online via WhatsApp yang pasti pernah kita semua rasakan. Ini, merupakan suatu kenikmatan menjalani hari raya lebaran dengan silahturahmi secara langsung.

Lebaran sendiri lebih bermakna dengan tradisi sungkeman. Sungkeman adalah tradisi yang tidak pernah tertinggal pada hari raya Idul Fitri atau lebaran.  Sungkem sendiri kalau boleh jujur, tradisi ini baru saya dapatkan setelah tinggal di kota gudeg Yogyakarta. Sebelumnya di kota kelahiran, suasana hari raya Idul Fitri atau lebaran, bermaaf-maafannya tidak harus dengan sungkeman. Menyusun kata-kata yang sopan untuk diucapkan saat sungkem dengan orang yang lebih tua, sangatlah susah. Pengalaman pribadi belajar sehari semalam menghafal kalimat bahasa jawa yang sopan, hal ini dikarenakan mbah buyut dan keluarga besar suami masih kental dengan tradisi sungkem di hari raya lebaran. Otomatis ketakutan saya pada waktu itu, apabila tidak paham apa yang mereka ucapkan, bisa membuat saya grogi saat sungkem.

Setelah selesai menjalankan sholat Idul Fitri, orang tua akan duduk di kursi, dan secara bergantian anak menantu dan terakhir cucu-cucu mengucapkan kata maaf, sebagai tanda hormat dan bakti kepada orang tua dan keluarga yang lebih tua.

Menurut saya, sungkem bukan hanya sekedar  tradisi.  Tradisi sungkem sendiri, benar-benar memberikan makna yang kental, tidak bisa dilepaskan dari hari raya idul fitri atau lebaran. Seperti tak lengkap lebaran tanpa ada opor ayam dan ketupat di meja. Disaat kita benar-benar bisa meresapi arti petuah atau nasehat dari orang tua pada saat sungkem, dijamin air mata tidak akan berhenti menetes. Oiya, bagi yang belum bisa bahasa jawa seperti saya, he he. Jangan takut, biasanya orang tua atau keluarga yang lebih tua, mereka akan menggunakan bahasa campuran alias bahasa Jawa dan Indonesia, dengan tujuan kita bisa mengerti arti nasehat yang mereka berikan.

Kembali dalam kesucian atau fitrah dengan menyambung tali silaturahmi, melebur rasa benci, dendam dengan bersalam-salaman dan saling memaafkan. Momen hari raya Idul Fitri yang disambut dengan suka cita ini, juga meningkatkan kebersamaan. Semoga tahun depan kami masih dipertemukan dengan indahnya kebersamaan di bulan suci ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Dengan kondisi yang lebih baik, sirnanya pandemic covid-19 di muka bumi ini, Amin YRA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun