Bedasarkan riset Statista pada Januari 2022 lalu, Media sosial diperkirakan akan mencapai 3,96 miliar pengguna di seluruh dunia dan terus bertambah seiring bertambahnya penggunaan smartphone.
Pertumbuhan tersebut juga dirasakan di Indonesia (Laporan We Are Social) sebanyak 191 juta pengguna. Jumlah tersebut meningkat 12,35% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 170 juta orang.
Dengan pengguna yang sangat banyak, media sosial memiliki peranan penting bagi masyarakat khususnya generasi muda terkait penyebaran informasi dari setiap aspek. Baik interaksi antar masyarakat, pendidikan, gaya hidup hingga politik.
Faktor kecepatan informasi membuat media sosial makin diminati, sebab siapapun dapat update info, tips, bahkan opini dari untuk setiap hal. Tidak sedikit pula media jurnalistik turut mengambil informasi lewat media ini.
Namun, tahukah Sobat Funpol.id di Kompasiana, tidak setiap kemudahan dan kecepatan informasi berdampak baik untuk masyarakat?
Salah satunya ialah informasi yang disampaikan terlalu banyak, membuat konten tersebut obesitas atau berlebih. Dampaknya, kita kerap menerima informasi secara berulang-ulang meski dari berbagai sumber. Pengguna diarahkan untuk fokus pada isu tersebut.
Lalu masalahnya dimana?
Menjadi fatal ketika informasi tersebut minim konfirmasi dan verifikasi, bahkan bisa jadi informasinya dibuat-buat alias hoaks.
Berbeda dengan media Jurnalistik dimana jurnalis dituntut untuk mengonfirmasi isu dan verifikasi kebenarannya. Orang yang berkomentar terkait isu pun memiliki kredibilitas di bidangnya.
Konten hoaks yang tersebar luas dan banyak akan mempengaruhi pandangan dari pembaca. Di satu sisi, pembaca akan kesulitan mencari informasi yang benar, bahkan cenderung mengikuti alur informasi tersebut berdampak pada gagal paham terkait isu.