Mohon tunggu...
Fuky Ronald
Fuky Ronald Mohon Tunggu... Guru - Bermanfaat untuk negara, bangsa, agama, dan semesta

Pria yang gemar mencari pelajaran dari apapun, siapapun, kapanpun dan dimanapun.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Permasalahan dan Solusi Guru PAI pada Kurikulum Merdeka

15 Oktober 2024   15:37 Diperbarui: 15 Oktober 2024   16:14 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurikulum Merdeka telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan di kalangan pendidikan, termasuk di sekolah-sekolah dasar. Kurikulum ini bertujuan memberikan kebebasan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang lebih kontekstual dan sesuai kebutuhan siswa. 

Namun, di balik peluang tersebut, ada tantangan-tantangan yang muncul dalam pelaksanaannya, terutama bagi guru PAI.

Problematika

Di era Kurikulum Merdeka, tanggung jawab guru PAI semakin luas. Tidak hanya mengajarkan materi keagamaan seperti pembelajaran Al-Qur'an, fiqh, atau akhlak, guru juga harus terlibat dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). 

P5 mengharuskan guru mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila melalui proyek-proyek kolaboratif, yang menambah beban kerja. Pembelajaran yang berprinsip pada pendekatan tematik dan berbasis proyek juga memerlukan perencanaan yang matang. 

Dalam prakteknya, hal ini sering kali menuntut lebih banyak waktu dan energi, yang terkadang membuat guru PAI kesulitan menyeimbangkan antara tugas-tugas administratif dan tanggung jawab utamanya mengajarkan agama.

Dalam beberapa waktu, beban dan tanggung jawab ini dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas utama guru PAI. Dengan tuntutan untuk melaksanakan P5, menyusun modul ajar, serta mengikuti pelatihan-pelatihan terkait implementasi Kurikulum Merdeka, guru PAI kerap kali merasa terbebani. 

Waktu yang seharusnya dapat dialokasikan untuk pembelajaran Al-Qur'an, praktik ibadah, atau diskusi mendalam tentang ajaran agama, terkadang harus dikorbankan demi memenuhi kewajiban kurikulum. 

Akibatnya, pencapaian tujuan pembelajaran agama sering terhambat, terutama dalam hal menanamkan kebiasaan ibadah pada siswa, seperti shalat berjamaah atau membaca Al-Qur'an dengan tartil.

Masalah ini semakin terasa ketika kita melihat bahwa pendidikan agama, terutama di sekolah dasar, memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa. 

Terlepas dari apa yang terlihat di media tentang implementasi Kurikulum Merdeka, aspek-aspek praktis seperti pembiasaan membaca Al-Qur'an dan pelaksanaan shalat di sekolah tampak kurang mendapat perhatian. 

Padahal, kompetensi religius siswa juga harus menjadi prioritas, tidak kalah penting dengan penguatan profil pelajar Pancasila. seperti di lansir pada laman https://fokus.tempo.co/read/1560849/pro-kontra-kurikulum-merdeka-besutan-nadiem-makarim

Solusi

Terlepas dari problematika tersebut penulis menuliskan solusi yang mungkin relevan dengan problematika tersebut diantaranya :

1. Esensi Pembelajaran

Pertama, memprioritaskan esensi Pembelajaran atau fokus kepada apa yang ditentukan oleh kurikulum merdeka yaitu CP (Capaian pemebelajaran). Menghadapi berbagai tantangan tersebut, ada beberapa solusi yang bisa diambil. 

Pertama, guru PAI harus tetap fokus pada esensi pembelajaran agama. Kurikulum Merdeka memang memberikan fleksibilitas, namun jangan sampai kita melupakan inti dari tugas kita sebagai guru PAI, yaitu menanamkan nilai-nilai Islam kepada siswa. Fokus pada pengajaran agama yang efektif dan bermakna harus tetap menjadi prioritas utama.

walaupun terlepas dari hal tersebut, kurikulum merdeka dapat menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran di kelasnya masing-masing. Menjadikan setiap guru dapat menyusun program pembelajaran menyesuaikan dengan keadaan di kelasnya masing-masing.

2. Pembelajaran Berkelanjutan dan Fleksibilitas

Kedua, pembelajaran Berkelanjutan dan Fleksibilitas. Penting bagi guru PAI untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan kurikulum. Kurikulum Merdeka menuntut pembaruan dalam metode pembelajaran, dan ini harus dianggap sebagai kesempatan untuk memperkaya kualitas pengajaran. 

Guru PAI harus terbuka terhadap pendekatan-pendekatan baru yang bisa diintegrasikan ke dalam pembelajaran agama, tanpa meninggalkan tujuan utamanya.

3. Jangan terpaku pada aturan yang kaku

Ketiga, jangan terpaku pada aturan yang kaku. Hakikat Kurikulum Merdeka adalah kebebasan dan kreativitas guru dalam menentukan apa yang terbaik bagi siswanya. 

Dalam konteks ini, guru sebenarnya adalah "kurikulum abadi" karena merekalah yang paling tahu kondisi dan kebutuhan siswa di kelas. Dengan pemahaman ini, guru PAI dapat lebih fleksibel dalam mengelola waktu dan materi pembelajaran, sehingga tujuan spiritual dan moral siswa tetap tercapai.

4. Kolaborasi dan Diskusi antar Guru

Keempat, Kolaborasi dan Diskusi Antar Guru. Diskusi dan kolaborasi dengan rekan sejawat sangat penting. Guru PAI dapat berdiskusi tentang strategi yang paling efektif dalam mengajar, berbagi pengalaman tentang perilaku siswa, serta mencari solusi atas tantangan-tantangan yang dihadapi di lapangan. 

Dengan berdiskusi, kita dapat saling menguatkan dan meningkatkan kualitas pengajaran, baik dalam hal agama maupun aspek lainnya.

Kesimpulannya dalam artikel ini adalah problem insyaAllah dapat teratasi dengan kolaborasi. Masalah yang dihadapi oleh guru PAI dalam implementasi Kurikulum Merdeka sebenarnya hanya terjadi dalam lingkup kecil dan spesifik. Dengan penerapan solusi-solusi yang tepat, kita dapat mengatasi tantangan ini. 

Harapannya, melalui pendekatan yang lebih fleksibel dan kolaboratif, kualitas pendidikan agama di sekolah dasar tetap terjaga, tanpa harus mengorbankan tuntutan kurikulum yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun