Mohon tunggu...
Alvilatifahfina
Alvilatifahfina Mohon Tunggu... Guru - Senggang dalam hidup, adalah memahami kehidupan dengan lebih fasih.

Saya adalah seorang guru honorer, yang masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Hati Anda Lebih Sering Resah

12 Oktober 2019   09:32 Diperbarui: 12 Oktober 2019   09:51 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah hidup dua puluh empat tahun, dikala sedang senggang. Tidak melakukan apa-apa atau memang sedang disibukkan dengan apa-apa. Kesadaran itu muncul, perasaan bosan dengan kehidupan. Melakukan rutinitas yang diri sendiri tidak tahu, pada akhirnya mengiginkan apa? 

Dulu, ketika disibukkan dengan kegiatan sekolah, sama sekali tidak merasakan kehampaan ini. Perasaan ini muncul tatkala sedang disibukkan dengan kegiatan bekerja. Sungguh ini adalah kegelisahan yang membuatku jenuh dengan kehidupan. Setiap hari melakukan kegiatan yang sama, tapi tidak tahu. 

Setelah banyak hari yang dilalui. Memang apa yang Aku harapkan? Sekedar mencari rupiah dan membeli barang-barang yang diinginkan? Sungguh membosankan, harta benda tak cukup membuatku tenang. Hatiku tetap resah, uang tidak akan pernah sepadan dengan ketenangan batin.

Degradasi Keimanan

Hati yang gelisah sebab merindukan Rabbnya

Hati yang tidak kunjung tenang sebab merindukan kedekatan dengan Rabbnya.

Nafsu dan keserakahan berasal dari kurangnya kedekatan dengan Rabbnya.

Kecerdasan hanya sampai pada pangkal lidah.

Jika kita terlalu banyak berkutat dengan kehidupan dunia, menjadikannya sebagai prioritas. Jarang berdoa, jarang mengingat sang pencipta, perasaan inilah yang biasanya menjangkiti kita. Menjalani hari-hari dengan perasaan was-was, sedih hati, dan tanpa arah. Kita jadi lelah dengan kehidupan.

Dan bertanya seperti manusia tidak bertuhan, "Di dunia ini apakah Aku hanya sekedar menjalani profesi dan mencari uang?". Kelalaian ini terasa begitu bodoh, setelah bertahun-tahun lamanya pernah mengenyam pendidikan seolah semua yang dilakukan dibelakang tidak lebih hanya kesia-siaan. Bagaimana tidak, teori-teori yang banyak itu sudah kita pelajari selama bertahun-tahun tapi masih saja batin kita resah.

Masih banyak, pejabat yang tenang-tenag saja ketika KORUPSI, masih banyak yang dengan ringan melakukan jual beli jabatan, bahkan banyak kompromi untuk memperjuangkan keburukan. Semakin bertambah usia bukannya semakin tenang tetram, malah banyak yang jadi sampah kehidupan.

Seharusnya cerita orang terdahulu, yang telah lebih dulu melewati kehidupan di dunia ini, tidak sekedar menjadi dongeng. Tidak sekedar menjadi cerita pengantar tidur. Lihatlah bagaimana mumi Firaun diketemukan di dasar laut merah dalam keadaan utuh, dan semua itu sudah dijanjikan di dalam al-Qur'an. 

Apakah yang terjadi pada kaum Fir'aun yang memerangi agama Allah. Yang tidak menerima ajaran kebaikan? Yang sombong, merasa apa yang mereka lakukan di dunia tidak dipertanggung jawabkan kelak di akhirat. Mereka ditenggelamkan, di kepung dengan gelombang air laut yang saat itu laksana gunung yang tinggi.

Kehidupan Ini Singkat

Sebagaimana yang termaktub di dalam al-Qur'an, yang salah satunya berbicara tentang kehidupan dunia;

"Kehidupan ini hanya sekedar permainan dan sendagurau"

Jika nanti kita sudah meninggalkan jasad ini, barulah datang perasaan cengang. Sambil menengok ke jasad kita yang membujur kaku. "Naudzubillahi mindzalik", demikianlah kehidupan beranjak dari kita begitu cepat. Tiba-tiba kita melihat bayi yang digendongan sudah berlarian, keesokan harinya remaja, dewasa, menikah, menua dan meninggal. 

Seolah proses itu tidak butuh jeda semua terjadi begitu cepat. Demikianlah kehidupan, selalu membuat kita terkejut. Kehidupan di dunia ini memang sesingkat itu, tidak usah terpukau.

Kehidupan dunia ini, memang diprioritaskan sebagai ladang amal kita, medan ujian yang di akhir nanti kita sama-sama akan menuai hasil dari semua perilaku yang nampak atau disembunyikan. Semua memperoleh timbangannya. Oleh sebab itu, sebagai pengingat diri sendiri dan para sahabat. 

Agar tidak merasa rugi dan menjadi sia-sia, apa yang kita peroleh selama ini. Mari memfungsikan apa yang kita telah ketahui dan peroleh dengan sebaik-baiknya. Agar kita hidup dengan lebih berarti, bermanfaat untuk makhluk hidup lainnya.

Kehidupan dunia ini, memang diprioritaskan sebagai ladang amal kita, medan ujian yang di akhir nanti kita sama-sama akan menuai hasil dari semua perilaku yang nampak atau disembunyikan. Semua memperoleh timbangannya. Oleh sebab itu, sebagai pengingat diri sendiri dan para sahabat. 

Agar tidak merasa rugi dan menjadi sia-sia, apa yang kita peroleh selama ini. Mari memfungsikan apa yang kita telah ketahui dan peroleh dengan sebaik-baiknya. Agar kita hidup dengan lebih berarti, bermanfaat untuk makhluk hidup lainnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun