Sepekan sudah 2025 bergulir, berbagai prediksi sudah bermunculan. Mula dari isu yang umum, hingga teknologi yang akan berkembang seiring dengan jaman yang terus berubah. Pun, teknologi kecerdasan buatan atau lazim disebut AI. Dengan semakin pesatnya perkembangan AI, tak sedikit pekerjaan yang terbantu. Namun dibalik semua itu, ada celah keamanan siber yang bisa menjadi ancaman atau menimbulkan kerugian baik per individu ataupun organisasi secara masif. Ini tentu saja tak lepas dari transformasi digital yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi, yang tentunya bertujuan untuk memudahkan mereka dalam menjalankan operasional bisnis.
Dengan perkembangan transformasi digital yang mulai merambah ke berbagai sektor, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh organisasi jika transformasi yang dilakukan mau dikatakan sukses. Salah satu sektor yang perlu melakukan transformasi digital secara menyeluruh adalah sektor manufakturing. Lantas apa saja yang harus dilakukan oleh pelaku industri manufaktur dalam melakukan transformasi digital?
1. Produsen harus mengubah pola pikir mereka agar berhasil dalam transformasi
Produsen perlu mengubah pola pikir mereka mengenai transformasi digital jika mereka ingin sepenuhnya memanfaatkan potensi operasi yang berkelanjutan dan berketahanan. Saat ini, produsen cenderung menerapkan proses berkelanjutan hanya demi daya saing biaya, yang mengarah pada pencapaian biaya energi dan kepatuhan terhadap peraturan wajib. Produsen harus lebih dari sekadar memikirkan ESG sebagai pendekatan yang semata-mata bersifat hemat biaya atau berbasis kepatuhan, melainkan memasukkan keberlanjutan ke dalam tujuan bisnis inti mereka.
Berikut cara produsen mulai melakukan pendekatan terhadap hal ini pada tahun 2025:
• Peralihan dari pemikiran taktis ke pemikiran strategis: Produsen sering kali berfokus pada keuntungan jangka pendek ketika menerapkan teknologi seperti AI, dan memprioritaskan pengurangan biaya langsung dibandingkan manfaat strategis jangka panjang. Misalnya, organisasi mana pun yang hanya menggunakan visi komputer untuk menggantikan inspektur manusia yang ahli untuk memangkas biaya, kehilangan peluang untuk memanfaatkan teknologi berbasis AI yang canggih ini untuk peningkatan kualitas strategis dan meminimalkan produk yang salah. Peningkatan kualitas memberikan lebih banyak dorongan bagi nilai perusahaan daripada pemotongan biaya karena peningkatan tersebut meningkatkan reputasi dan pangsa pasar, sehingga menghasilkan daya saing yang lebih besar dibandingkan sekadar mengurangi biaya langsung akibat produk cacat.
Pada tahun 2025, produsen terkemuka akan menunjukkan pola pikir yang berbeda, mengalihkan fokus mereka ke arah pandangan transformasi digital yang lebih holistik yang mencakup peningkatan kualitas, manajemen risiko, dan ketahanan rantai pasokan akan menjadi hal yang sangat penting.
• Menyelaraskan kembali dari yang mengutamakan teknologi menjadi yang mengutamakan tujuan: Di bidang manufaktur, seperti halnya di sektor industri lainnya, pengguna awal cenderung terjebak dalam daya tarik teknologi baru seperti AI tanpa terlebih dahulu menentukan tujuan bisnis yang jelas. Daripada bertanya, “Bagaimana kita bisa menggunakan teknologi ini?” produsen harus memprioritaskan pertanyaan, "Apa tujuan bisnis inti kami, khususnya terkait keberlanjutan dan ketahanan – dan bagaimana teknologi dapat membantu kami mencapai tujuan tersebut?" Pendekatan berbasis isu ini memastikan bahwa investasi teknologi selaras dengan strategi bisnis secara keseluruhan dan memberikan hasil yang bermakna dan berkelanjutan.
• Beralih dari pemikiran yang terisolasi ke integrasi holistik: Produsen harus beralih dari memandang inisiatif transformasi digital sebagai proyek yang terisolasi dan sebaliknya mengintegrasikannya ke dalam seluruh aspek operasi mereka. Keberlanjutan harus menjadi bagian dari seluruh siklus hidup produk, mulai dari pengadaan dan produksi hingga logistik dan penggunaan oleh pengguna akhir. Hal ini memerlukan penghapusan isolasi antar departemen dan membina kolaborasi di seluruh organisasi untuk memastikan bahwa keberlanjutan tertanam dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Dengan menerima perubahan pola pikir ini, produsen dapat memposisikan diri mereka untuk memanfaatkan transformasi digital sebagai alat yang ampuh untuk mencapai tujuan keberlanjutan dan ketahanan mereka sekaligus mendorong inovasi dan daya saing dalam lanskap manufaktur yang terus berkembang.