Mohon tunggu...
Super_Locrian
Super_Locrian Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis lepas, enthusiastic in journalism, technology, digital world

Cuma seorang yang mencoba mempelajari tekno lebih dalam

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Dilema Manusia dan AI dalam film "I Robot"

23 September 2024   09:59 Diperbarui: 23 September 2024   10:11 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia dan AI: Melampaui Dilema "Saya, Robot".

Dalam film ikonik tahun 2004 "I, Robot", adegan penting antara Detektif Del Spooner dan robot Sonny menangkap wacana yang sedang berlangsung seputar kecerdasan buatan (AI) dan kemampuan manusia.

Detektif Spooner, yang mewujudkan skeptisisme manusia, mempertanyakan Sonny tentang esensi kemanusiaan, dengan alasan bahwa kreativitas, sifat dasar manusia, tidak dapat dicapai oleh mesin.

Spooner menantang Sonny dengan mengatakan, "Manusia punya mimpi. Anjing pun punya mimpi, tapi kamu tidak. Anda hanyalah sebuah mesin. Sebuah tiruan kehidupan. Bisakah robot menulis simfoni? Bisakah robot mengubah kanvas menjadi mahakarya yang indah?"

Jawaban Sonny yang sederhana namun mendalam, "Bisakah?"

Adegan ini menimbulkan pertanyaan apakah AI benar-benar dapat menandingi atau bahkan melampaui kreativitas manusia, menunjukkan bagaimana masing-masing AI saling bersaing dalam kompetisi keterampilan.

Bukan kompetisi tapi kolaborasi

Saat ini, kita melihat manusia dan AI bekerja sama, masing-masing kuat di bidang berbeda, namun keduanya memiliki keterbatasannya masing-masing.

Tema keseluruhannya jelas: manusia selalu menggunakan teknologi untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Komputer digunakan selama revolusi industri ketiga. AI hanyalah langkah selanjutnya dalam proses ini.

Bertentangan dengan gambaran dalam fiksi ilmiah, tim kami di Fujitsu percaya bahwa hubungan antara manusia dan AI bukanlah sebuah kompetisi melainkan sebuah kolaborasi. Kecerdasan manusia terus menghasilkan alat yang semakin canggih, dengan AI menjadi mitra terbaru dalam upaya kita mencapai kemajuan dan evolusi.

Mengakui potensi dan keterbatasan AI

Sebagai pemimpin global dalam bidang AI, Fujitsu telah mempromosikan penelitian dan pengembangan teknologi AI selama lebih dari 30 tahun, termasuk mendirikan laboratorium penelitian AI Fujitsu dengan Universitas Macquarie Australia. Memiliki sekitar 1.000 paten dan 7.000 kasus penggunaan AI oleh pelanggan di bidang perawatan kesehatan, ritel, dan keselamatan publik. Melalui lensa ini, Fujitsu telah merasakan secara langsung potensi dan keterbatasan AI dalam bentuknya saat ini.

Kehebatan AI terletak pada kemampuannya melampaui keterbatasan manusia, merevolusi berbagai sektor secara efisien dan tepat. Meskipun seorang analis data manusia mungkin dengan susah payah memproses ribuan titik data dalam hitungan hari, AI dapat menganalisis jutaan gambar dan titik data dalam hitungan detik, memberikan analisis akurat dengan kecepatan di luar jangkauan manusia.

Pertimbangkan penerapan AI terbaru: sistem pendukung penjurian bertenaga AI yang dikembangkan untuk Federasi Senam Internasional. Sistem ini menggunakan beberapa kamera untuk menangkap pesenam yang sedang bergerak dan menganalisis data visual untuk memberikan ketepatan dan detail yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada juri tentang kinerja pesenam tersebut. Bayangkan menerapkan teknologi ini pada pembinaan dalam persiapan Olimpiade. Potensinya luar biasa.

Meskipun memiliki kemampuan yang luar biasa, kita harus realistis terhadap keterbatasan AI yang signifikan. Ia kesulitan dalam memahami konteks dan nuansa dan sering kali tidak dapat melakukan generalisasi di luar data pelatihannya, sehingga membatasi kemampuan adaptasinya terhadap situasi baru. Selain itu, AI mengalami kesulitan dalam menggunakan penalaran yang masuk akal dan tidak dapat menunjukkan kreativitas dan inovasi sejati. Pemecahan masalah kompleks yang memerlukan wawasan multidisiplin dan pemikiran strategis membuat kecerdasan manusia jauh lebih unggul daripada AI.


Kebutuhan akan lensa manusia

Ilmuwan AI terkenal Yann LeCun membandingkan tingkat kognitif AI dengan anak berusia empat tahun, dan menyoroti perbedaan yang mencolok dalam pemrosesan informasi sensorik antara manusia dan mesin. Model bahasa besar (LLM) biasanya dilatih pada sekitar 10 triliun token atau 20 terabyte data. Seorang anak berusia empat tahun, yang terjaga selama sekitar 16.000 jam, memproses informasi dengan kecepatan sekitar 20 megabyte per detik melalui saraf optik, yang berarti lebih dari 1.000 terabyte informasi sensorik.

Perbedaan besar ini menggarisbawahi perbedaan kualitatif antara kemampuan kognitif manusia dan AI, yang menekankan kompleksitas intrinsik pengalaman manusia yang lebih dari sekadar pemrosesan data.

www.fujitsu.com
www.fujitsu.com

Masa depan pekerjaan: Sebuah simfoni manusia-mesin

Saat kita membayangkan masa depan dunia kerja, menjadi jelas bahwa sinergi antara manusia dan AI akan menentukan lanskap dunia kerja, melampaui paradigma tradisional yang bersifat zero-sum game. Simfoni kolaboratif ini menjanjikan banyak peluang dan tantangan, yang membentuk evolusi masyarakat dan dinamika ketenagakerjaan.

Jalur kerja saat ini siap untuk mengalami transformasi. AI akan mengotomatiskan tugas-tugas yang berulang dan berbasis data, sehingga manusia dapat fokus pada bidang keahlian seperti kreativitas, pemikiran kritis, dan, menurut kami, kecerdasan emosional. Hal ini memerlukan perubahan paradigma menuju pembelajaran seumur hidup dan kemampuan beradaptasi, memastikan individu tetap gesit di era kemajuan teknologi yang pesat.

Intinya, kolaborasi antara manusia dan mesin menandai era baru inovasi dan kemajuan, di mana masing-masing saling melengkapi kekuatan dan mengimbangi keterbatasan masing-masing.

Mengenali dan memanfaatkan hubungan simbiosis ini adalah kunci untuk menavigasi lanskap teknologi dan upaya manusia yang terus berkembang. Manusia selalu menggunakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas; AI tidak terkecuali.

Merangkul etos kolaboratif ini membuka jalan bagi masa depan di mana kecerdikan manusia dan AI bertemu untuk mendefinisikan kembali kemungkinan-kemungkinan yang dapat kita capai bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun