Mengakui potensi dan keterbatasan AI
Sebagai pemimpin global dalam bidang AI, Fujitsu telah mempromosikan penelitian dan pengembangan teknologi AI selama lebih dari 30 tahun, termasuk mendirikan laboratorium penelitian AI Fujitsu dengan Universitas Macquarie Australia. Memiliki sekitar 1.000 paten dan 7.000 kasus penggunaan AI oleh pelanggan di bidang perawatan kesehatan, ritel, dan keselamatan publik. Melalui lensa ini, Fujitsu telah merasakan secara langsung potensi dan keterbatasan AI dalam bentuknya saat ini.
Kehebatan AI terletak pada kemampuannya melampaui keterbatasan manusia, merevolusi berbagai sektor secara efisien dan tepat. Meskipun seorang analis data manusia mungkin dengan susah payah memproses ribuan titik data dalam hitungan hari, AI dapat menganalisis jutaan gambar dan titik data dalam hitungan detik, memberikan analisis akurat dengan kecepatan di luar jangkauan manusia.
Pertimbangkan penerapan AI terbaru: sistem pendukung penjurian bertenaga AI yang dikembangkan untuk Federasi Senam Internasional. Sistem ini menggunakan beberapa kamera untuk menangkap pesenam yang sedang bergerak dan menganalisis data visual untuk memberikan ketepatan dan detail yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada juri tentang kinerja pesenam tersebut. Bayangkan menerapkan teknologi ini pada pembinaan dalam persiapan Olimpiade. Potensinya luar biasa.
Meskipun memiliki kemampuan yang luar biasa, kita harus realistis terhadap keterbatasan AI yang signifikan. Ia kesulitan dalam memahami konteks dan nuansa dan sering kali tidak dapat melakukan generalisasi di luar data pelatihannya, sehingga membatasi kemampuan adaptasinya terhadap situasi baru. Selain itu, AI mengalami kesulitan dalam menggunakan penalaran yang masuk akal dan tidak dapat menunjukkan kreativitas dan inovasi sejati. Pemecahan masalah kompleks yang memerlukan wawasan multidisiplin dan pemikiran strategis membuat kecerdasan manusia jauh lebih unggul daripada AI.
Kebutuhan akan lensa manusia
Ilmuwan AI terkenal Yann LeCun membandingkan tingkat kognitif AI dengan anak berusia empat tahun, dan menyoroti perbedaan yang mencolok dalam pemrosesan informasi sensorik antara manusia dan mesin. Model bahasa besar (LLM) biasanya dilatih pada sekitar 10 triliun token atau 20 terabyte data. Seorang anak berusia empat tahun, yang terjaga selama sekitar 16.000 jam, memproses informasi dengan kecepatan sekitar 20 megabyte per detik melalui saraf optik, yang berarti lebih dari 1.000 terabyte informasi sensorik.
Perbedaan besar ini menggarisbawahi perbedaan kualitatif antara kemampuan kognitif manusia dan AI, yang menekankan kompleksitas intrinsik pengalaman manusia yang lebih dari sekadar pemrosesan data.
Masa depan pekerjaan: Sebuah simfoni manusia-mesin