"Neng sayuuuuuuur" suara khas Teh Suhaya memanggil di depan rumah.Â
Setiap hari sekitar jam 08.00 pagi  Teh Suhaya menawarkan sayurnya persis di depan rumah. Untuk kondisi seperti sekarang yang mengharuskan semua orang untuk di rumah aja karena PSSB, berdagang ala Teh Suhaya menjadi solusi jitu. Ia mengantarkan sayur sampai ke depan rumah.
Bagi saya pribadi dan suami yang mengandalkan gaji dari tempat bekerja, tentu mengatur keuangan menjadi hal wajib bagi kami. Selama 7 tahun menikah kami terbiasa hidup seadanya. Kami menerapkan aturan 6-1 yaitu 6 hari makan biasa, hemat, yang penting bergizi dan 1 hari kami boleh makan enak terutama daging.Â
Makanya bagi kebanyakan orang hidup dalam pandemi dengan segala keterbatasan adalah hal sulit, bagi kami itu sudah semacam cara hidup sehari-hari.
Balik lagi ke Teh Suhaya, setiap harinya kami belanja sayur untuk 2 kali makan yaitu saat sahur dan berbuka puasa. Budget yang kami miliki untuk belanja sayur yaitu Rp 10.000 sampai Rp 25.000 sehari. Kecuali saat akhir minggu kami akan mengeluarkan dana lebih untuk makan daging (ayam atau sapi).Â
Berikut ini salah satu contoh belanjaan kami tanggal 7 Mei 2020. Rinciannya:
Kacang merah 7000
Sawi 2000
toge 2500
kiciwis 2000
tomat 1000
cabe gendot 1000
baso 10.000
Total belanja 25.500
Karena sayur masih segar dan langsung dimasak. Pengeluaran terkontrol dengan menerapkan budget diawal sebelum berbelanja. Dan yang pasti mendorong perekonomian di sekitar saya untuk terus berputar. Supaya perekonomian makro kita terus berjalan. Karena bagaimanapun, ekonomi mikro, pembelanjaan di masyarakat, di kalangan ibu-ibu, dan kios kecil lah yang menopang perekonomian makro kita.
Pernah dengar krisis 2008?
Beberapa negara terdampak secara nyata, keuangan turun drastis, begitupun dengan Indonesia banyak retail yang mulai tutup. Tapi kita tetap bertahan di kalangan mikro, ekonomi kecil yang menopang ekonomi makro kita.