Siapa sangka bahwa bahwa pulau-pulau ini merupakan tempat cuilan sejarah lampau era penjajahan. Bapak Candriyan Attahiyat bahkan meyakini bahwa Kartosoewiryo juga kemungkinan dimakamkan di sana
Â
3. Saya baru tahu, bahwa naik haji dahulu itu benar-benar perjuangan
[caption caption="bangunan-bangunan bekas karantina haji"]
Mendatangi Pulau Onrust kami dibawa berkeliling oleh Bapak Candriyan Attahiyat. Melihat sisa-sisa bangunan era lampau yang telah hancur. Sisa-sisa bangunan itu tampak meninggalkan bekas kusam dan seperti habis terbakar. Bangunan-bangunan itu rupanya dahulu adalah sisa tempat karantina Haji.
Pak Candriyan bercerita bahwa dahulu orang pergi berhaji hanya membeli satu tiket kapal karena mereka berpikir akan mati di tanah suci lantaran perjalanan menuju Mekkah sangatlah jauh. Butuh berbulan-bulan untuk sampai. Tetapi para pemerintah kolonial mengharuskan untuk membeli 2 tiket PP. Para Jamaah Haji yang bisa pulang dengan selamat itulah yang kemudian dikarantina di sini. Mereka dikhawatirkan membawa penyakit menular. Jika terbukti para jamaah membawa penyakit, maka selanjutnya mereka akan dipindahkan untuk diisolsi di Pulau Sakit atau Pulau Bidadari.
Â
4. Pulau Onrust membuat saya tahu bahwa sejak dahulu tikus itu ‘menyebalkan’
[caption caption="inilah bekas pembatas pintu untuk mencegah masuknya tikus"]
Pak Candriyan yang akrab disapa pak Can ini menunjukkan kepada kami bekas lokasi pintu-pintu yang dibuat sedemikian rupa dengan perpaduan besi digunakan untuk menghindari masuknya tikus-tikus yang menyerang. Bangunan mirip semen yang diduga bekas tempat tidur jamaah haji pun dibuat meninggi dengan tujuan supaya aman dari serbuan para tikus. Dari dahulu tikus menjadi ancaman karena ia menyebarkan penyakit leptopirosis, penyakit akibat urin tikus. Para tikus-tikus yang datang di Pulau Onrust dahulu diduga berasal dari kapal-kapal Myanmar yang bersandar. Itu menurut informasi dari Pak Chan.
Â