Kita pun sering mendengar bahwa investasi EBT sangat mahal. Ada sebuah artikel menarik yang bisa menjadi pandangan baru dalam memahami investasi mahal EBT. Tahun 2015, James Conca yang seorang kontributor majalah Forbes menuliskan tentang nilai keekonomisan dalam hal investasi EBT. Ia mengajukan istilah Energy Returned on Investment atau EROI. Â Perhatikan gambar berikut [6]:
EBT Tidak Terjangkau? Tunggu dulu.
Saya kasih perspektif lainnya terkait Memperbarui Mindset Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Sebetulnya, semua sudah tahu kalau seharusnya EBT itu bisa lebih murah dan harganya terjangkau. Ini bisa dikarenakan bahan bakunyayang  ada disekitar kita, dan gratis. Tidak perlu proses prduksi, logistik, penyimpanan dan biaya untuk menangani limbah yang dihasilkan.
Hukum pasar harus berlaku jika ingin EBT bisa murah dan terjangkau.Toh faktanya, di Europe (PLT-Bayu) dan beberapa daerah di USA (PLT-Geothermal) murah & terjangkau. Hanya saja, di Indonesia masih sedikit yang komitmen menerapkan dan mengembangkan EBT. Akan terasa mahal untuk saat ini dan beberapa tahun kedepan, karena kita masih dalam tahap perintisan (kecuali geothermalenergy). Berbeda dengan PLTU dengan basis Batubara & BBM yang sudah lama jalan dan teknologinya sudah mutakhir; dan ada di Indonesia. Selain itu, teknologi EBT masih perlu kita mengimpor dari Negara lain, tentu akan mahal dalam implementasinya. Padahal, material pembuatan EBT ada semua di Indonesia.
Jika hasil R&D terkait EBT menemukan puncaknya, pelaku industri pasti akan beralih. Dan saat itu, persaingan yang meriah akan terjadi. Bukan lagi karena energi yang bersih, tapi lebih dari itu, EBT bisa menguntungkan dan menyenangkan. Ya, EBT lebih menyenangkan.
Bahan baku sudah melimpah. Infrastruktur dan pelaku Industri EBT juga harus ditingkatkan. Pemerintah perlu melakukan transformasi struktural untuk EBT, agar semakin banyak yang menerapkannya.
Perspektif lainnya adalah industri EBT dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja lebih banyak ketimbang jenis konvensional. Terutama yang berbasis riset, jika Indonesia bisa mengawalinya dengan baik maka bukan tidak mungkin dimasa depan kita menjadi pemimpin di bidang EBT. Semua jenis EBT ada di Indonesia, ini potensi kita menjadi pemimpin dunia. Sangat berbeda dengan Eropa yang hanya fokus di sumber angin.
Inti dari kesemuanya diatas, sebenarnya lebih banyak kelebihannya daripada kekurangannya jika menerapkan Energi Terbarukan. Batubara & BBM dan pelaku industrinya saat ini niscaya pasti akan mengalami fenomena disruption dan creative destructive, jika tak mau melakukan inovasi di bidang EBT. Kita tahu bahwa anak-anak muda kita hebat-hebat.
Banyak startup, yang lahir dari tangan mereka, terkait energi yang kesemuanya fokus di pengembangan Hemat Energi dan Energi Baru Terbarukan. Mereka dan pelaku industri EBT lain pasti dapat mempercepat porsi bauran EBT Indonesia. Inovasi yang lebih baik, murah, dan andal pasti akan ditemukan. Saat itu, energi kita dapat terjangkau. Hukum pasarnya begitu: harus berlebih. Saat banyak pelaku EBT dan jumlahnya berlebih, saat itu energi benar-benar bisa murah.
 Saat ini, kita mudah menemukan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) dengan solar-cell di jalanan.  Juga rumah-rumah di pedesaan, kantor, mall, dan instansi pemerintah. Kita harus apresiasi imbauan dan bantuan pemerintah dalam hal ini. Itu adalah program pemerintah yang musti diapresiasi. Semoga makin ditingkatkan. Sementara itu, kita semakin melek bahwa EBT bukan hanya sebatas mengenai energi yang bersih dan ramah lingkungan. (https://www.esdm.go.id/)