Mohon tunggu...
Fuad Sarifudin Sarifudin
Fuad Sarifudin Sarifudin Mohon Tunggu... -

Penggila sepakbola, hobi berolah raga(apa saja). pekerja keras

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembangunan yang (masih) Tersentralisasi

23 Februari 2015   20:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:39 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta adalah sebuah kota megapolitan yang merupakan pusat dan jantung dari segala macam kegiatan ekonomi, politik, maupun sosial. Hingar bingar kota ini membuat masyarakat yang berada di luar kota Jakarta ingin mengadu nasibnya di sini. Di banding kota-kota lain, Jakarta ibarat sebuah surga nan lapang bagi siapa saja yang mampu menapakkan kakinya dan mencapai kesuksesannya. Tapi tak semuanya, hanya segelintir orang yang mampu merealisasikannya dan tidak sedikit pula yang akhirnya harus menerima kenyataan bahwa kemampuan mereka belum cukup untuk menaklukkan kerasnya ibu kota negara kita ini.

Tahun 2014 lalu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta mencatat ada sekitar 68.573 orang yang masuk ke Jakarta pasca lebaran. Angka ini naik 25% dari data yang ada di tahun lalu. Data ini menunjukkan bahwa minat dan keinginan masyarakat untuk merantau ke Jakarta amatlah besar. Tak pelak gelombang arus urbanisasi ini mengakibatkan permasalahan-permasalahan baru yang kian hari kian bertambah. Maraknya tindakan kriminal, tata kota yang semakin padat, kemacetan, banjir dan sederet masalah lain yang masih menunggu untuk segera di selesaikan oleh pemerintah.

Mengapa arus perpindahan ini hanya terpusat di Jakarta atau kota-kota besar lainnya? Jawabannya sangat sederhana, yaitu karena Jakarta dan kota besar lainnyadengan segala sarana dan prasarana yang ada tidak dimiliki di desa-desa tempat mereka tinggal. Fasilitas pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, maupun lapangan pekerjaan yang ada membuat kota-kota ini sangat menarik bagi mereka yang ingin mengadu nasibnya. Ya, ibarat makanan, kota-kota ini seperti makanan spesial yang di inginkan semua konsumennya. Namun tak semua bisa memakannya.

Kemudian hal yang perlu di cermati adalah bahwa arus migrasi yang hanya terfokus di kota-kota besar khususnya Jakarta ini adalah ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang merata di setiap daerahnya. Pembangunan seolah tersentralisasi dan kurang memperhatikan ruang-ruang kecil di daerah-daerah yang lebih membutuhkan sarana maupun prasarana untuk memobilisasi kehidupan mereka sehari-hari. Sarana dana prasarana yang sifatnya primer seperti kesehatan, maupun ekonomi soalah mudah terjangkau bagi kalangan orang perkotaan khususnya Jakarta, berbeda ketika kita menjumpai hal-hal tersebut di desa atau di pelosok-pelosok tanah air. Bagaikan bumi dan langit, sarana dan prasarana tersebut seoalah sangat sulit ditemui, misalnya di pedalaman Papua maupun Kalimantan yang memerlukan waktu berjam-jam waktu tempuh untuk bisa menjangkau lokasinya. Bayangkan, apabila ada orang sakit atau sekarat yang membutuhkan perawatan, mereka harus bersusah payah dahulu untuk menemukan tempat untuk perawatan, itupun mungkin hanya puskesmas, bukan rumah sakit yang peralatannya sudah memadai, mengingat rumah sakit yang hanya terjangkau di perkotaan saja dan jaraknya sangat jauh dari pelosok desa tempat mereka tinggal. Dan itu baru salah satu contoh kurangnya pembangunan di bidang kesehatan, belum bidang-bidang lain yang menglami persoalan sama.

Dari beberapa fakta kasus di atas, cita-cita bangsa yang di harapkan oleh bapak penemu kita yaitu untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia belum sepenuhnya terwujud. Salah satu cita-cita bangsa yanng berbunyi, “mencerdaskan kehidupan bangsa” belumlah bisa terwujud apabila masih ada anak-anak di desa maupun pedalaman sana yang belum bisa menikmati bangku pendidikan. Memajukan kesejahteraan sosial juga belum bisa di rasakan apabila masih ada anak-anak yang harusnya ia di usia bermain dan sekolah, malah bekerja untuk mencukupi kehidupan sehari-hari keluarganya.

Itu semua adalah tugas pembangunan yang harus dilakukan secara berkesinamabungan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Tidak ada alasan untuk sulit menjagkau lokasinya apabila di lakukan secara berkala. Jangan sampai mereka-meraka yang tertinggal, malah semakin tertinggal. Dan jangan sampai pula, perpindahan penduduk dari desa ke kota terus meningkat karena mereka tidak mendapat lapangan pekerjaan dan sarana yang memadai di desa. Padahal, bagi mereka yang merantau ke kota pun, belum tentu juga mereka mempunyai kemampuan yang sama untuk bersaing dengan orang-orang di kota. Sehingga malah akan menimbulkan masalah baru di perkotaan. Maka dari itu perlunya perlunya pembangunan di segala bidang yang seimbang antara desa yang kurang terjangkau dan di perkotaan, sehingga fokus pembangunan tidak terkonsentrasi saja di kota, tapi juga teroragnisir sampai ke peloso-pelosok tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun