Mohon tunggu...
A. Jauhar Fuad
A. Jauhar Fuad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Belajar dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Jembatan Humanis

14 Agustus 2014   17:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:34 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu siang saya melakukan perjalanan dari Nganjuk ke Jombong. Mendekati lampu merah Kertosono jalan macet hingga jembatan dan pertigaan ke Kediri. Saya mencari jalan alternatif untuk menuju Jombang dengan melewati jalan kecil dan melewati jembatan lama Kertosono dan mengambil jalur setelah pertigaan ke Kediri (Mbraan). Setelah melewati perempatan dan pertigaan jalan menuju Jombang menjadi lanjar. Sekembalinya dari Jombang kondisi jalan masih ramai dan lancar dari arah Surabaya maupun menuju Surabaya. Mendekati Kertosono jalanan terjadi kemacetan panjang.

Sesampainya di pertigaan Mbraan saya terjebak macet panjang hingga jembatan. Saya mencoba melewati banyak kendaraan dan sesampainya di pertigaan menuju Kediri sepeda motor yang saya tumpangi bocor, terpaksa saya harus mendorong kendaraan hingga menemukan tukang tambal ban, dengan melewati jembatan baru Kertosono. Saya mengalami kesulitan saat berjalan di jembatan, karena tidak ada jalur yang digunakan untuk para pejalan kaki, saya pun harus berhati-hati untuk melewatinya, karena banyak kendaraan yang berlalu lalang.

Jika dicermati secara seksama, ada dua jembatan besar di Kertosono, yaitu jembatan baru dan jembatan lama. Untuk jembatan baru digunakan jalur umum dan mobil besar dari arah Nganjuk ke Surabaya atau bahkan sebaliknya, sedangkan jembatan lama digunakan oleh penduduk sekitar yang menggunakan kendaraan ringan sepeda ontel, sepeda motor atau mobil skala kecil. Jembatan Baru dan Lama ini memiliki perbedaan, jembatan baru terlihat lebih kokoh dari jembatan lama, namun jembatan lama jauh lebih humanis dibanding jembatan baru. Pada jembatan baru tidak disediakan jalan untuk pejalan kaki atau dapat juga sepeda ontel, kalaupun ada tidak memadai karena ukurannya kecil dan tanpa pembatas. Sedangkan jembatan lama memiliki jalan khusus untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda, dengan ukuran yang lebih besar dan disertai dengan pembatas. Dari sini dapat kita pahami bahwa desain jembatan lama dapat mengakomodir semua golongan untuk dapat melewatinya. Artinya desain jembatan lama dapat memahami kebutuhan semua pengguna jembatan.

Apa bila disimak, bahwa jembatan lama dibangun pada masa pemerintahan Belanda, sedangkan jembatan baru dibangun pada masa pemerintahan Orde Baru. Pemerintah yang melakukan pembangunan dua jembatan itu berbeda dan dapat dipahami bahwa ide-ide yang di bawa oleh dua pemerintahan itu berbeda. Artinya konstruksi sebuah bangunan dapat menunjukkan sistem seperti apa yang sedang dijalankan oleh sebuah pemerintahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun