Mohon tunggu...
fuad fahmi hasan
fuad fahmi hasan Mohon Tunggu... -

aktif di ikatan mahasiswa muhammadiyah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Muhammadiyah dan Kekuasaan

10 Februari 2016   08:06 Diperbarui: 10 Februari 2016   08:33 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Organisasi merupakan suatu wadah dan sarana yang beranggotakan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Berdirinya sebuah organisasi jelas berangkat dari kepentingan bersama yang merupakan kesadaran kolektif akan sebuah kebutuhan atau permasalahan yang harus di selesaikan. Sehingga menjadi penting kiranya memahami apa yang menjadi maksud dan tujuan dari sebuah organisasi.

Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar di dunia dan telah berumur satu abad lebih. Pada proses berdirinya hingga saat ini, terjadi perkembangan dan perubahan pola gerakan dan pemikiran yang sangat berdampak bagi anggotanya maupun masyarakat secara luas. Sehingga memahami maksud dan tujuan di dirikannya oleh KH. Ahmad Dahlan tentu harus di korelasikan dengan konteks zaman pada saat ini.

Di abad kedua keberadaan Muhammadiyah di tengah masyarakat, telah banyak oleh para ulama, cendikiawan, dan kaum intelektual melakukan pengamatan bagaimana muhammadiyah harus menentukan arah gerakanya untuk lebih menyebarluaskan maksud dan tujuannya, yaitu menjunjung tinggi agama islam dan mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Sehingga pada Muktamar satu abad di Yogyakarta dan Mukatamar ke-47 di Makassar yang melahirkan apa yang disebut dengan Islam Berkemajuan. Namun disisi lain, agenda muktamar tidak terlepas dari proses pergantian kekuasaan, Agenda muktamar tentu sangat dipengaruhi konstelasi politik dalam internal Muhammadiyah itu sendiri, karena akan berpengaruh pada gaya kepemimpinan, pemegang kebijakan, dan pola gerakan satu periode kedepan.

Pergantian kekuasan di tingkat pusat tentu akan di ikuti oleh agenda musyawarah pimpinan di tingkat wilayah, Daerah, Cabang, Hingga ranting, yang artinya pergantian kekuasan tidak hanya pada tingkatan Pusat saja. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi setiap individu yang berada di dalamnya. Sehingga pergantian kekuasaan tetaplah mengedepankan cita-cita dan arah gerak Muhammadiyah satu periode kepengurusan.

Konstelasi politik dalam tubuh Muhammadiyah sangat terasa di tingkat bawah di banding di tingkatan puncak, karena di tingkat daerahlah Pengurus dan anggotanya akan bersentuhan langsung dengan amal usaha dan kekayaan yang di miliki oleh muhammadiyah.

Menyoroti itu semua, tentu agenda tersebut tidak terlepas dari hegemoni pemikiran materialisme yang hari ini, membentuk sifat pragmatisme bagi setiap orang yang terdapat pada lingkaran pergantian kekuasaan di dalam tubuh muhammadiyah. Semua terlihat dari bagaimana Muhammadiyah pada tingkatan bawah berusaha menampilkan kebesarannya melalui kekayaan fisik, peran-peran politis, dan akumulasi-akumulasi materi yang ada. Dengan tanpa memperhatikan dan mengedepankan perubahan sosial yang telah di lakukan muhammadiyah terhadap masyarakat sebagai sarana dakwah dalam mewujudkan cita-cita dalam membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Peran muhammadiyah di tingkatan bawah, dalam mewujudkan cita-cita pendirinya hampir tidak pernah di bahas lagi dan di jadikan pijakan dalam merumuskan pola gerakan dalam menyelamatkan umat islam khususnya dan masyarakat pada umumnya agar kembali kapada pemahaman islam yang sebenar-benarnya. Dan tentunya hal tersebut tidak dapat di generalisasi dengan kondisi Muhammadiyah secaara keseluruhan.

Menanggapi hal tersebut, tentu sebagai anggota muhammadiyah haruslah mengkritisi kondisi umat yang semakin jauh dari apa yang di cita-citakan Muhammadiyah.

Cita-cita yang mulia tersebut tentu akan tercapai jika mental materialisme dapat dibuang jauh dari para pengurus dan anggotanya. Sehingga melihat muhammadiyah bukan lagi sebagai lahan “basah” yang  siap untuk di perebutkan, melainkan dengan seluruh kekayaannya menjadikan Muhammadiyah sebuah organisasi yang selalu siap dalam berperan untuk menampilkan Islam adalah agama yang rahmatan Lil ‘Alamin dan mewujudkan masyarakat yang sesuai dengan ajaran Al-qur’an dan sebagaimana Rosul mencontohkan.

Sebagai kader yang tentunya akan meneruskan estafet kepemimpinan Muhammadiyah di masa yang akan datang. Penjelasan di atas merupakan sesuatu yang amat menyedihkan. Karena kita di besarkan dengan doktrin idelogi yang mengedepankan moral, akhlaq, dan keyakinan kuat terhadap Islam yang rahmatan lil’alamin. Bukan dengan ajaran kekuasaan yang menjunjung tinggi faham matrealis dan kekuasaan politik. Sehingga, dengan merujuk pada cita-cita Ahmad Dahlan, tentu Muhammadiyah harus selalu mendahulukan kepentingan Umat secara keseluruhan yang hari ini telah jauh dari apa yang di sebut masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Bukan memperebutkan kekuasaan untuk mensejahterakan pengurus dan anggota-anggotanya dengan menguasai segenap kekayaan yang di miliki oleh Muhammadiyah.

Fuad Fahmi Hasan (Kader Muhammadiyah Surabaya)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun