Sejak permulaan sejarah, umat manusia telah mengarang cerita tentang asal mula alam semesta, berikut dewa-dewa yang berperan dalam penciptaan-nya, dari dewa sumeria Anu atau Bapak angkasa hingga mitos Yunani tentang Gaia yang tercipta dari kekacauan dan kisah kejadian milik agama-agama Abrahamik, yang masih dipercaya sebagai kebenaran harfiah di banyak masyarakat di dunia.
Filsuf Yunani Plato mengibaratkan orang yang berusaha mencari pengetahuan sebagai tawanan yang dirantai di suatu gua, tidak bisa melihat benda-benda di belakang mereka, dan harus berupaya mendeduksi deskripsi akurat dari bayangan-bayangan benda tersebut.Â
Dengan kiasan tersebut, Plato bukan hanya merangkum upaya-upaya umat manusia untuk memahami alam semesta, melainkan juga menekankan bahwa kita punya kecenderungan alami untuk meyakini bahwa entitas-entitas yang misterius dan samar-samar kita rasakan mengatur alam semesta, memberitahukan pengetahuan rahasia yang kita bisa lihat sekilas sebagiannya saja.Â
Dari Plato hingga Buddha, dari Nabi Musa hingga Nabi Muhammad, dari pencipta kosmik hipotetikal hingga film-film modern mengenai "the matrix", manusia di tiap kebudayaan telah menyimpulkan bahwa kekuasaan yang lebih tinggilah yang mengatur kosmos, dengan kemampuan bisa memahami perbedaan antara kenyataan dan tampilan permukaan.
Sepanjang sejarah, berbagai kebudayaan telah membuat kisah penciptaan yang menjelaskan asal-usul kita sebagai hasil kekuatan-kekuatan kosmik yang membentuk takdir kita. Berbagai kisah sejarah dan asal-usulnya biasanya diawali dengan gambaran keseluruhan, kemudian kisah-kisah itu entah mengapa cepat sekali mengerucut ke Bumi, sekilas saja membahas penciptaan alam semesta, seluruh isinya, dan kehidupan di Bumi, lalu berpanjang lebar dengan rincian sejarah umat manusia dan konflik-konflik sosialnya, seolah-olah entah bagaimana, kita menjadi pusat penciptaan.
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya mengenai kisah penciptaan dalam agama-agama Abrahamik. Bagi pemeluk-pemeluknya atau bahkan bagi masyarakat non-saintis, misalnya mengenai teori-teori kosmologi modern tentang asal mula alam semesta sendiri mungkin tampak tak berbeda dengan kisah-kisah religius yang sebelumnya digantikan. Karena itu, jika kita perhatikan misalnya beberapa gagasan dalam fisika teori modern yang lebih spekulatif, kita mungkin akan berpikir bahwa orang-orang itu ada benarnya juga. Namun, melalui analisis rasional dan pengukuran cermat, proses pengujian dan pengukuhan bukti saintifik yang dilakukan secara susah payah, bukan hanya penerimaan cerita dan penjelasan dengan iman buta.Â
Setelah berbagai mitologi dan kisah-kisah religius mengenai asal mula dan penciptaan alam semesta, sekitar setengah milenium lalu, pendekatan baru terhadap alam perlahan-lahan mengambil alih. Sikap itu, yang kini kita sebut sebagai sains, muncul dari penggabungan teknologi-teknologi baru dan penemuan-penemuan yang bermunculan karenanya. Kemajuan dalam cara manusia berpergian misalnya, baik melalui darat dan perairan, memungkinkan individu-individu berkomunikasi dengan lebih cepat dan efektif sehingga mereka dapat mempelajari apa yang dikatakan orang lain dan dapat menanggapi jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan sebelumnya. Pada abad ke-16 dan ke-17, kemajuan itu mempercepat terjadinya perdebatan dan mendorong munculnya cara baru untuk mendapatkan pengetahuan, berdasarkan prinsip bahwa cara paling efektif untuk memahami kosmos bergantung pada pengamatan cermat, ditambah dengan upaya-upaya menentukan prinsip mendasar dan luas yang menjelaskan serangkaian hasil pengematan tersebut.
Kisah Terhebat yang Pernah Diceritakan
Sekitar empat belas miliar tahun yang lalu, pada permulaan waktu, seluruh ruang dan semua zat (matter) dan semua energi alam semesta yang kita ketahui bisa dimuat dalam satu titik. Alam semesta kala itu sangatlah panas sampai-sampai gaya-gaya utama di alam (gravitasi, elektromagnetik, nuklir kuat dan nuklir lemah), yang secara bersama-sama menjabarkan alam semesta, bergabung dalam satu gaya terpadu. Ketika alam semesta bersuhu sekitar 10 miliar derajat Fahrenheit (5,5 miliar celcius) dan baru serusia sekitar 10 hingga 32 detik, sebelum waktu ini semua teori zat dan ruang kita kehilangan maknanya, lubang hitam secara spontan terbentuk, menghilang, dan terbentuk lagi dari energi yang terkandung dalam medan gaya terpadu. Dalam struktur ruang dan waktu menjadi menyerupai buih dan pada masa itu, fenomena yang dideskripsikan oleh teori relativitas umum (teori gravitasi modern) Einstein dan mekanika kuantum (deskripsi zat di skala terkecil) tidak dapat dipisahkan.
Seiring dengan mengembang dan mendinginnya alam semesta, gravitasi memisah dari gaya-gaya lain. Segera setelahnya, gaya nuklir kuat dan gaya elektrolemah berpisah satu sama lain, suatu peristiwa yang disertai pelepasan energi besar-besaran yang memicu bertambahnya ukuran alam semesta. Pengembangan cepat itu yang dikenal sebagai "masa inflasi", meregangkan dan meratakan zat dan energi sehingga variasi kerapatan dari suatu bagian alam semesta ke bagian di dekatnya menjadi kurang daripada seperseratus ribu.
Berlanjut dengan gambaran fisika yang kini sudah terkonfirmasi dengan pengujian di laboratorium, alam semesta kemudian menjadi cukup panas sehingga foton mengubah energinya menjadi pasangan zarah zat-antizat (matter-antimatter)Â secara spontan, yang kemudian segera saling menganihilasi dan mengembalikan energi ke foton. Karena alasan yang tidak diketahui, kesimetrisan antara zat dan antizat telah "rusak" pada pemisahan gaya sebelumnya. Itu mengakibatkan zat agak lebih banyak daripada antizat. Ketidaksimetrisan itu kecil tapi penting untuk evolusi alam semesta pada masa depan: untuk setiap satu miliarzarah antizat, satu miliar tambah satu zarah zat dilahirkan.
Selagi alam semesta terus mendingin, gaya elektrolemah memisah,menjadi gaya elektromagnetik dan gaya nuklir lemah, dan lengkaplah empat macam gaya yang familier di alam. Ketika energi foton terus berkurang, pasangan zarah zat-antizat tidak bisa lagi dibentuk secara spontan dari foton-foton yang ada. Seluruh pasangan zarah zat-antizat yang tersisa segera teranihilasi, menyisakan alam semesta dengan satu zarah zat biasa untuk setiap satu miliar foton dan tidak ada antizat.Â
Seandainya ketidaksimetrisan zat-antizat tidak muncul, alam semesta yang mengembang akan selamanya terdiri atas cahaya saja dan tidak ada hal lainnya. Selama kurun waktu kira-kira tiga menit, zat menjadi proton dan neutron yang kemudian banyak diantaranya bergabung menjadi inti atom paling sederhana. Sementara itu, elektron yang bebas berkeliaran menghamburkan foton kian kemari sehingga terciptalah sup zat dan energi yang tak tembus cahaya.
Ketika alam semesta mendingin hingga bersuhu di bawah beberapa ribu derajat Kelvin, kemudian elektron-elektron bebas bergerak cukup pelan sehingga bisa ditangkap dari sup tak tembus cahaya oleh inti atom untuk membuat atom hidrogen, helium, dan lithium, tiga unsur paling ringan. Alam semesta (untuk pertama kalinya) menjadi transparan, bisa ditembus cahaya tampak, dan foton-foton yang terbang bebas sekarang diamati sebagai radiasi latar belakang. Selama semiliar tahun pertama, alam semesta terus mengembang dan mendingin seiring dengan ditariknya zat oleh gravitasi menjadi konsentrasi masif yang kita sebut sebagai galaksi.Â
Dalam bentang kosmos yang bisa kita lihat, seratus miliar galaksi seperti itu terbentuk, masing-masing berisi ratusan miliar bintang yang melangsungkan reaksi fusi termonuklir di pusatnya. Bintang-bintang bermassa lebih daripada sepuluh kali massa Matahari memiliki tekanan dan suhu pusat yang cukup tinggi untuk memproduksi banyak sekali unsur-unsur yang lebih berat daripada hidrogen, termasuk  unsur-unsur yang menyusun planet dan kehidupan di atasnya. Unsur-unsur itu bakal sia-sia seandainya tetap tersimpan di dalam bintang. Namun kehidupan bintang-bintang masif berakhir dengan ledakan, melontarkan isi perutnya yang kaya akan unsur-unsur berat ke penjuru galaksi.
Setelah tujuh atau delapan miliar tahun pengayaan unsur seperti ini, satu bintang biasa (matahari) terlahir di suatu wilayah biasa (lengan orion) di galaksi biasa (Bimasakti) di suatu bagian alam semesta yang tidak istimewa (pinggiran supergugus Virgo). Awan gas yang kemudian membentuk Matahari menyimpan unsur-unsur berat yang cukup untuk menghasilkan beberapa planet, ribuan asteroid, dan miliaran komet. Selama pembentukan sistem bintang itu, zat terkondensasi dan berakresi (mengumpul) dari awan gas induk selagi mengitari matahari.Â
Selama beberapa ratus juta tahun, tumbukan terus-menerus dengan komet-komet berkecepatan tinggi dan sisa-sisa pembentukan planet lainnya menyebabkan permukaan planet-planet batuan meleleh sehingga tidak terjadi pembentukan molekul kompleks. Seiring dengan semakin berkurangnya zat yang bisa diakresi di tata surya, permukaan planet mulai mendingin. Planet yang kita sebut Bumi terbentuk di orbit yang membuat atmosfernya bisa mempertahankan laut berwujud cair. Seandainya Bumi terbentuk di jarak lebih dekat ke Matahari, laut akan menguap. Seandainya Bumi terletak lebih jauh, laut akan membeku. Dalam dua kondisi tersebut, kehidupan yang kita kenal tak akan berevolusi.
Di dalam lautan yang kaya unsur berat, berkat mekanisme yang tidak diketahui, bakteri anaerob sederhana muncul dan tak sengaja mengubah atmosfer Bumi yang kaya karbondioksida menjadi atmosfer yang mengandung cukup oksigen agar organisme aerob terbentuk, berevolusi, dan mendominasi lautan dan daratan. Atom-atom oksigen yang sama, biasanya ditemukan dalam bentuk oksigen yang berpasangan, juga bergabung menjadi tiga dan membentuk ozon di atmosfer bagian atas, yang melindungi permukaan Bumi dari foton-foton ultraviolet Matahari yang membahayakan molekul.
Keberagaman kehidupan yang sangat mengesankan di Bumi, dan (kita bisa berandai-andai) di tempat lain di alam semesta, muncul dari kelimpahan karbon di kosmos dan banyaknya molekul (baik yang sederhana maupun yang kompleks) yang bisa terbentuk dari karbon, jenis karbon berbasis karbon lebih banyak daripada total jenis molekul lainnya. Namun kehidupan itu rapuh. Bertemunya Bumi dengan objek-objek besar sisa pembentukan tata surya, yang dahulu sering terjadi, kadangkala mengacaubalaukan ekosistem kita.Â
Baru sekitar 65 juta tahun lalu (kurang daripada dua persen sejarah Bumi), asteroid berbobot sepuluh triliun ton menabrak daerah yang sekarang kita sebut Semenanjung Yucatan dan memusnahkan 70 persen lebih flora dan fauna darat Bumi, termasuk dinosaurus (hewan yang mendominasi daratan pada zaman itu). Tragedi ekologi itu memberi kesempatan bagi mamalia kecil yang berhasil bertahan hidup untuk mengisi lingkungan yang baru saja kosong. Pada beberapa uraian saintifik berikutnya, sekelompok mamalia berotak besar, yang kita sebut primata, berangsur-angsur berevolusi sehingga dari satu genus dan spesies primata-Homo sapiens-sampai pada tingkat kecerdasan yang memungkinkan mereka mengembangkan metode dan pengetahuan saintifik, menemukan ilmu pengetahuan, dan mampu menarik kesimpulan mengenai asal-usul dan evolusi alam semesta.
Terkait dengan teori evolusi yang sebelumnya disinggung, yang mesti diperhatikan disini ialah hal tersebut merupakan uraian dan penjelasan saintifik terbaik yang dimiliki saat ini terkait penjelasan mengenai asal-usul kehidupan, kendati pembaca sekalian memilih percaya atau tidak. Melalui teori evolusi Darwin, teori evolusi kemudian diperkuat dan diperluas melalui berbagai penemuan dalam biologi molekuler, genetika, dan paleontologi. Misalnya, analisis DNA dan fosil yang membantu ilmuwan melacak hubungan evolusi antara manusia dan spesies lain, seperti primata.Â
Meski begitu, ilmu pengetahuan akan terus berkembang. Karena itu, akan ada berbagai pendekatan dan penemuan baru yang akan memperkaya pemahaman kita tentang evolusi dan asal-usul manusia. Namun, secara umum, teori evolusi tetap akan menjadi kerangka kerja yang paling kuat dan teruji dalam sains untuk menjelaskan proses evolusi dan asal-usul manusia.
 Dan berkenaan dengan kritik terhadap teori ini, ia biasanya berasal dari perspektif religius atau filosofi, bukan dari bukti atau alasan saintifik. Karena itu berkenaan dengan hal ini, jika pembaca sekalian merasa tidak setuju dengan bangunan teori evolusi, maka pembaca harus juga mengajukan bukti atau penjelasan atau alasan saintifik yang lebih canggih dari teori evolusi.Â
Sekarang mari kita kembali pada tema utama dari tulisann ini. Dan ya, alam semesta punya awal. Benar, alam semesta akan terus berevolusi. Dan betul, setiap atom di tubuh kita bisa ditelusuri hingga ke Ledakan Besar (Big Bang) dan pembakaran termonuklir dalam bintang-bintang masif. Kita tak hanya sekedar berada di alam semesta, kita adalah bagian dari alam semesta. Kita terlahir dari alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H