Ketakjuban yang lahir dari pemahaman
Meski cerita akan selalu menjadi bagian vital dalam budaya manusia, bahkan dalam sains, hidup kita juga akan menjadi 'miskin' jika tanpanya. Sains modern telah menggantikan banyak mitologi kuno dan kepercayaan takhayul yang menyertainya, satu contoh untuk menggambarkan demistifikasi kita terhadap pendekatan untuk memahami dunia adalah mitos penciptaan. Sejak permulaan sejarah, umat manusia telah mengarang cerita tentang asal mula alam semesta, berikut dewa-dewa yang berperan dalam penciptaan-nya, dari dewa Sumeria Anu atau Bapak Angkasa, hingga mitos Yunani tentang Gaia yang tercipta dari kekacauan dan kisah Kejadian milik agama-agama Abrahamik, yang masih dipercaya sebagian kebenaran harfiah nya di banyak kalangan masyarakat di dunia. Bagi masyarakat non-saintis, teori-teori kosmologi modern kita tentang asal asal mula alam semesta sendiri, mungkin tampak tak beda dengan mitologi religius yang digantikannya. Dan jika kita memperhatikan beberapa gagasan dalam fisika teori modern yang cenderung lebih spekulatif sebagaimana aspek religius memberikan pandangan spekulatifnya, dari sini kita mungkin akan berpikir bahwa orang-orang itu tarnyata ada benarnya. Namun, melalui analisis rasional dan pengamatan cermat, proses pengujian dan pengukuhan bukti saintifik yang dilakukan secara susah payah, bukan hanya penerimaan cerita dan iman buta.Â
Kita sekarang bisa mengklaim dengan kepercayaan tinggi bahwa kita mengetahui cukup banyak hal tentang alam semesta kita ini. Sekarang, dengan segala penemuan dan pencapaian sains, kita juga bisa mengatakan secara percaya diri bahwa misteri-misteri yang tersisa tak usah dikaitkan dengan hal gaib. Misteri-mesiteri tersebut adalah fenomena yang belum kita ketahui, yang artinya diharapkan ia dapat kita pahami suatu saat nanti, baik melalui nalar, penyelidikan rasional, dan ya ... fisika, hehe.
Tidak seperti sebagian orang, metode sains bukan sekedar sebagai satu cara kita untuk memandang dunia maupun satu lagi ia sebagai paham budaya atau bahkan sistem kepercayaan. Metode sains adalah ikhtiar kita dalam upaya kita untuk memahami alam melalui percobaan dan pengamatan, juga tentang kesiapan mental untuk menukar gagasan yang ternyata salah atau tidak lengkap dengan gagasan yang lebih baik, menelusuri pengungkapan pola-pola di alam dan semacam keanggunan di dalam persamaan-persamaan matematika yang menerangkan pola-pola itu, dll.
Tak dipungkiri, saintis pun ia memiliki cita-cita dan prasangka yang sama seperti orang-orang pada umumnya, dan mereka juga punya pandangan yang tidak selalu sepenuhnya objektif. Hal yang dianggap "konsensus" oleh satu kelompok ilmuan misalnya, dan dipandang sebagai "dogma" oleh kelompok lain, dll. Hal yang dianggap fakta mapan oleh satu generasi, dan dianggap sebagai pemahaman naif oleh generasi setelahnya, dst. Seperti halnya didalam agama, politik, atau bahkan olahraga sekalipun, argumen demi argumen juga ia senantiasa berkecamuk didalam sains. Bahkan, seringkali terdapat semacam bahaya yang mengintai, bahwa tatkala ada satu masalah saintifik yang tak kunjung selesai, atau setidaknya ia masih bisa diperdebatkan secara sehat, namun sikap yang diambil masing-masing pihak dalam perdebatan malah beralih menjadi paham-paham yang mendarah daging. Masing-masing pendapat boleh jadi subtil dan kompleks, tapi para pendukungnya bisa jadi sama-sama tak tergoyahkan, seperti di debat ideologis lain. Tak ubahnya seperti sikap masyarakat terhadap agama, politik, budaya, ras, gender, dll. Hal ini yang akhirnya mengantarkan pada satu pikiran, bahwa kita membutuhkan generasi baru yang kelak turut serta melepas belenggu masa lalu dan memajukan paradigma perdebatan.
Namun ada satu perdebatan mencolok antara sains dengan dengan disiplin ilmu lain. Satu pengamatan cermat atau hasil percobaan ia dapat mengedaluarsakan pandangan saintifik lumrah atau kita sebut aja teori mapan dan menggantinya dengan pandangan dunia baru. Itu berarti teori dan penjelasan fenomena alam yang telah bertahan dari ujian waktu ialah teori dan penjelasan yang paling andal. Bumi mengitari matahari, bukan sebaliknya. Alam semesta mengembang, bukan tak berubah. Kecepatan cahaya di ruang hampa selalu seragam, tak peduli seberapa cepat pengukurannya bergerak, dan seterusnya.Â
Ketika penemuan suatu sains penting, yang mengubah cara pandang kita terhadap dunia, dan baru saja ditemukan, tidak semua saintis akan percaya begitu saja, tapi tentu saja itu adalah masalah 'mereka'. Kemajuan sains mustahil dicegah!
Awalnya kita tak tahu, tapi kita berusaha mencari tahu ... dan walau kita mungkin berbeda pendapat didalam prosesnya, kita tak dapat menafikan hal yang telah kita temukan. Dalam konteks pemahaman saintifik kita tentang hakikat dunia ini, ujaran "lebih enak jadi orang bodoh" jelas omong kosong. Karena sampai kapanpun, saya akan selalu memilih ketakjuban yang lahir dari pemahaman, dari pada ketakjuban yang mengiringi ketidaktahuan.
Yang tidak kita ketahui
Tepat jika dikatakan bahwa kita senantiasa menyadari betapa banyaknya hal yang belum kita ketahui. Pemahaman kita yang bertumbuh menimbulkan pemahaman yang bertumbuh juga tentang ketidaktahuan kita!
Kita masih belum memahami tentang apa hakikat zat gelap yang menyatukan galaksi atau energi gelap yang mencabik kesatuan alam semesta, kita pun tidak memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti mengapa ada lebih banyak zat daripada antizat, mengapa sifat-sifat alam semesta tatkala saking apiknya sehingga bintang dan planet juga kehidupan dimungkinkan ada, apakah multisemesta betul-betul ada, atau apakah terdapat sesuatu sebelum Ledakan Besar terjadi. Masih banyak hal yang belum bisa kita jelaskan.