Sudah 20 tahun kasus Syamsul Nursalim berjalan, pemerintahan Negara Republik Indonesia boleh saja berganti Presidennya tapi kasus pengusaha konglomerat Syamsul Nursalim (SN) dan Itjih Nursalim (ISN) tetap saja berjalan tanpa arah yang tidak diketahui mau kemana.Â
Tidak jarang para adanya pengusaha yang mempertanyakan apakah sulit untuk memprediksi ending dari kasus ini? Bahkan ada yang menyebut bahwa ini adalah kasus yang paling menghebohkan sebab terkait dengan beberapa presiden RI?
Sesungguhnya kasus ini sama dengan kasus-kasus lainnya. Hanya saja memang diragukan dari niat Lembaga Anti Rasuah untuk menyelesaikan, menuntaskan, dan mengambil keputusan dengan tuntas.Â
Sepertinya kasus ini seperti hilang arah, bagaikan anak-anak ayam kehilangan induknya. Faktanya tidak demikian karena kasus ini jalan terus, tetapi sekadar berjalan ditempat.
Persepsi yang ditampilkan oleh lembaga yang konon sangat kuat didukung oleh tenaga-tenaga berkompeten seperti tidak berdaya. Boleh jadi niatan politis merupakan sesuatu yang lebih kuat. Jadi nampaknya yang selama ini didengungkan bahwa KPK adalah lembaga yang kuat, bagaikan batu karang yang berdiri tegak menahan ombak realitanya bagaikan (macan ompong).Â
Sebetulnya tidak demikian, karena lembaga ini sangat kuat. Sayangnya timbul dugaan bahwa KPK digerogoti dari dalam dan luar, mau tak mau lembaga ini tidak bisa menjalankan fungsi yang sebenarnya. Untuk itu memang harus ada kehendak politik yang kuat dari para penguasa agar terjadi soliditas dalam kubu KPK.
Dari sisi lain seharusnya tidak boleh ada intervensi politik dari kelompok-kelompok dan oknum-oknum yang berada didalam maupun di luar lembaga ini untuk melakukan intervensi. Biarkan lembaga ini berjalan sendiri sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang berlaku sehingga bisa menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya.
Kembali pada kasus pengusaha konglomerat SN dan ISN, kelihatan sekali bahwa kasus ini menjadi test case sekaligus ujian, sejauh mana ada cetak biru, katakanlah berapa waktu yang diperlukan untuk menuntaskan kasus ini. Waktu yang terbuang 20 tahun sangat tidak produktif, wasting time bagi lembaga penegak hukum seperti KPK.Â
Di lain pihak bagi pasangan suami istri yang juga kelompok Gajah Tunggal (GT) sama saja maknanya pengusaha konglomerat SN dan ISN pasti menginginkan menghirup udara bebas dalam mengayuh kapal bernama kelompok GT melalui berbagai rintangan dalam mencapai tujuan usaha mereka.
Sudah sewajarnya jika pemerintah menciptakan suasana usaha yang bersahabat, ramah, dan mendukung. Bagaimanapun dunia usaha dan pengusaha harus saling mengisi.Â
Di satu pihak pemerintah sebagai regulator adalah fasilitator dalam mendorong dunia usaha tetap produktif, ekspansif, dan profit.
Ini merupakan hubungan yang seharusnya diantara dua pilar untuk menopang suatu Negara dalam arti luas termasuk penyediaan lapangan kerja, kepatuhan membayar pajak, pendidikan tenaga berkompeten
SN dan ISN:
Pasutri SN dan ISN bagai pengusaha konglomerat, bagaimana pengusaha-pengusaha konglomerat lainnya, sangat dikenal di dalam maupun di luar negeri.Â
Ekspansi yang dilakukan oleh kelompok usaha milik pasutri ini dikenal sebagai kelompok GT (Gajah Tunggal) memiliki relasi yang baik dengan berbagai kelompok usaha lainnya, ini merupakan modal utama dalam melakukan berbagai kegiatan bisnis.Â
Di satu sisi persaingan memang realita akan tetapi dari sisi lain bisa dilihat bahwa kelompok GT disegani, dihormati dan mampu menjadi partner yang baik dengan berbagai kelompok usaha lainnya.
Kelompok GT menyadari betul pentingnya menjaga hubungan baik dalam bisnis. Bagaimanapun dalam bisnis tidak bisa semua dikerjakan sendiri, melainkan kerjasama dengan berbagai kelompok usaha lainnya dengan prinsip saling mengisi, menutupi, dan tetap menghormati teritori tiap kelompok usaha lainnya.Â
Yang menarik adalah bahwa praktis kantor pusat operasional dikendalikan dari Negara Singapura. Ini merupakan satu langkah strategis karena berbagai fakta semua orang tahu bahwa singapura memang telah di desain sedemikian rupa untuk menunjang hubungan bisnis dengan berbagai jenis usaha mengingat lokasinya yang sangat strategis. Singapura telah memberikan jaminan bagi kelancaran GT dalam meluaskan pengaruhnya.
Keberadaan kelompok GT sama dengan kelompok usaha lainnya memanfaatkan kondisi obyektif yang terdapat di Singapura. Keunggulan Singapura baik itu kompetitive advantage, maupum comparative advantage, Â sebagaimana diungkapkan oleh Michael Porter memang merupakan realita.Â
Wajar jika semua kelompok usaha yang besar di dunia bukan sekadar membuka cabang, tapi sekaligus membuka pusat operasional dan pusat riset di kota kecil ini.Â
Di tunjang oleh system telekomunikasi yang mutakhir serta infrastruktur nomor wahid, Singapura telah mampu menarik minat dari berbagai kelompok usaha bisnis manapun.
Kerajaan bisnis GT yang dipimpin pasutri SN dan ISN telah berhasil menancapkan pengaruh bisnisnya di berbagai jenis dan berhasil. Selain di Singapura ekspansi kelompok GT Â juga melebar di Negara RRC untuk kegiatan-kegiatan manufaktur termasuk industri kertas tisu.Â
Namun demikian langkah dari kelompok ini telah menjadi referensi bagi kelompok lainnya untuk mencontoh keberhasilan bisnis yang dikomandoi oleh pasutri SN dan ISN.
Persaingan jalan terus, namun hubungan baik tetap dijaga. Ini nampaknya merupakan salah satu prinsip saling menghormati yang dilakukan oleh kelompok GT demi kelanggengan dunia usaha sendiri.
Ending?
Kalau kita melakukan analisis mendalam terhadap kasus BLBI-BDNI, sulit untuk memprediksi ending dari permasalahan ini. Tidak terasa bahwa penyelesaian kasus ini telah berjalan selama 20 tahun, berbagai pejabat telah diperiksa oleh KPK, hanya saja nampaknya KPK sering bertemu hambatan yang tidak mudah ditanggulangi.Â
Sadar atau tidak sadar hambatan tersebut berupa berbagai macam bentuk, mulai dari politik, sosial, ekonomi, dan financial. Pimpinan KPK sadar sepenuhnya akan hambatan-hambatan tersebut.Â
Sayangnya upaya yang dilakukan bagaikan sia-sia. Ini bisa dilihat dari persepsi berbagai pihak yang lebih banyak menyalahkan ke pihak KPK sendiri, sebab terkadang KPK tidak berdaya kalau menghadapi hambatan psikologis, budaya, dan politik dari mantan-mantan pejabat yang masih mempunyai pengaruh dalam pemerintahan. Fakta ini tidak bisa dipungkiri.
Terkadang muncul semangat baru dalam meningkatkan kinerja KPK. Namun sekali lagi semangat tersebut mudah hilang dan terbawa angin jika menghadapi hambatan yang tidak nyata (tidak tangible).
Alam menghadapi lawan yang tidak tangible itu bagaikan apa yang disebut shadow boxing dalam pertandingan shadow boxing lawannya tidak nyata, akan lebih mudah melawan Muhammad ali yang lebih nyata wujudnya.Â
Sesungguhnya shadow boxing tetap bermanfaat jika hanya latihan, bukan pertandingan yang sebenarnya. Dalam pertandingan yang sebenarnya shadow boxing akan sangat menguras tenaga kita sebab wujudnya tidak kelihatan.
Bagi pasangan suami istri konglomerat SN dan ISN, yang sudah melakukan semua kewajibannya, jelas sekali sangat mendambakan ending secepat mungkin dengan tidak memperpanjang lagi kasusnya maka pasangan pengusaha konglomerat tersebut akan lebih banyak berkiprah untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia.Â
Ini bukan sekadar isapan jempol, karena faktanya sejauh ini kelompok GT memang telah mampu membuktikan upayanya untuk menghasilkan devisa Negara, kesempatan kerja, dan kegiatan-kegiatan fisik lainnya.
Yang ditunggu hanya ending dari kasus yang sebetulnya kasus ini sudah selesai, SN dan ISN telah memenuhi kewajibannya namun terus diperpanjang dengan alasan-alasan politis bahkan tidak masuk akal.Â
Sangat diharapkan kebijakan dari pihak berwenang agar lebih merupakan keuntungan bagi kemaslahatan kita jika ending yang sebenarnya akan terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tetapi kapan datangnya ending tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H