Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengenal Lebih Jauh "Pharmacy Benefits Management"

6 Februari 2019   19:04 Diperbarui: 13 Februari 2019   19:14 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: unsplash.com

Farmasi, bagi masyarakat identik dengan obat. Obat selalu dengan masyarakat, apalagi jika dibutuhkan untuk menyembuhkan dari suatu gangguan, simtom, bahkan dari gangguan penyakit. Tidak berlebihan jika sampai-sampai ada yang menyebutkan slogan, tiada hari tanpa obat.

Slogan seperti ini boleh jadi berlebihan, karena bisa menyimpulkan bahwa tidak ada tindakan preventif dalam menjaga kesehatan manusia. Bagaimanapun, pemerintah selalu memiliki program tindakan preventif bagi kesehatan masyarakat.

Slogan tersebut dimaksudkan bahwa jika diperlukan oleh masyarakat maka obat sudah tersedia. Bahkan slogan tersebut saat ini menjadi dikedepankan oleh pemerintah bahwa masyarakat harus mempunyai akses terhadap obat. Termasuk di sini adalah kualitas, kuantitas, dosisnya, dan harga yang terjangkau. Dengan begini jelas sekali bahwa masalah obat adalah sesuatu yang kompleks.

Munculnya Pharmacy Benefits Management (PBM) atau dalam terjemahan bebas menjadi Manajemen Manfaat Farmasi, tidak seketika. Ada perjalanan panjang. Awalnya dikenal nama Prescription Drugs Benefits pada tahun 1970-an. Saat itu, asuransi kesehatan tidak mencakup penggantian obat resep. Obat berada di perifer, artinya dianggap penting. Melihat kondisi ini pihak Organisasi Buruh mendorong agar obat resep dicakup dalam asuransi kesehatan. Ini berhasil.

Memang saat itu, biaya pelayanan kesehatan masih rendah. Sedangkan biaya obat resep hanya mencakup 2-3 %. Obat resep yang digantikan hanya berdasarkan resep dokter dan profesional kesehatan lainnya yang sudah disetujui. Obat resep merupakan bagian utama dari kebijakan kesehatan saat itu. Untuk mengganti biaya obat resep harus sesuai dengan kontrak dengan memberikan bukti resepnya.

Penggantian biaya obat resep dilakukan setelah dikurangi semua penggantian biaya lainnya. Kontrak antara asuransi dengan anggota harus disetujui oleh FDA. Dalam realitanya yang diganti hanya obat resep yang diklaim oleh apotik hanya untuk obat yang sudah dibayar.

Revolusi terjadi dengan ditemukannya komputer dan dipakai dalam transaksi penggantian obat. Penjualan obat resep dari tiap apotik dapat dalam waktu singkat bisa diketahui. Juga dapat diketahui dalam waktu singkat mereka yang berhak mendapat penggantian biaya obat resep. Teknologi komputer sangat signifikan dalam merevolusionerkan skema Manfaat Obat Resep.

Nilai:

Obat dan obat resep telah melewati proses panjang sehingga menjadi komponen penting dalam pelayanan kesehatan individu atau kelompok karyawan yang masuk dalam program asuransi kesehatan.

Masyarakat sudah semakin sadar bahwa penggunaan obat yang tepat akan sangat bermanfaat dalam peningkatan kualitas hidup. Sebagai salah satu komponen asuransi kesehatan atau dalam sekarang di beberapa negara dikenal sebagai Pelayanan Kesehatan Universal (Universal Health Care). Manfaat dari skema ini antara lain manfaatnya adalah sebagai berikut:

  1. Mengurangi masuk ke rumah sakit,
  2. Mengurangi jumlah hari di rumah sakit,
  3. Preventif dari penyakit,
  4. Kurang dari tindakan medis yang mahal seperti pembedahan,
  5. Meningkatnya produktifitas dan kebugaran tubuh,
  6. Hidup lebih panjang,
  7. Memperbaiki kualitas kehidupan.

Obat dipakai secara meluas karena memberikan secara signifikan untuk menangani berbagai masalah penyakit pada manusia. Beberapa obat seperti antibiotika, vaksin, antidepresan, antihipertensi, dan antiulcer hanyalah sebagian kecil dari obat yang membantu kepulihan tubuh dari penyakit. 

Selain itu, obat juga sangat berharga dalam tindakan preventif, pencegahan sakit. Dengan tindakan preventif tentu saja harus didukung oleh pola gaya hidup sehat dan disiplin termasuk secara rutin memeriksa kesehatan ke dokter. Ini pada hakekatnya sangat meningkatkan nilai kehidupan manusia. Dengan gaya hidup seperti ini dengan sendirinya mengurangi sakit yang berarti mengurangi makan obat. Bagaimanapun obat itu sesuatu yang mahal.

Obat itu mahal:

Untuk membuktikan bahwa obat itu mahal, sekaligus menjawab keresahan masyarakat Amerika Serikat, Gallup Poll, pada 1999, ternyata bahwa 37% dari tiap 1 USD dibelanjakan untuk obat, Pertanyaan berikut adalah mengapa obat mahal. Jawab paling pendek adalah bahwa biaya untuk riset menemukan obat baru dan inovatif sangatlah mahal. Faktanya bahwa industri farmasi yang berbasis riset untuk menemukan obat baru dan inovatif boleh dikatakan bisa dihitung dengan jari.

Lokasi industri farmasi tersebut hanya pada negara-negara tertentu antara lain Amerika Serikat, Jerman, Swiss, Perancis, Inggris, dan Jepang. Ada juga seperti Denmark.

Sisanya yang ratusan bahkan ribuan bertebaran di penjuru dunia hanya mengandalkan formulasi dan me-too drug, dan generik, Tingginya biaya riset dan pengembangan antara lain tenaga sumber daya manusia yang sangat berkualitas dan kompeten. Para profesional dengan latar belakang akademis spesialis dan super spesialis adalah tulang punggung dari industri obat berbasis riset untuk menemukan obat baru dan inovatif.

Faktor lain yang membuat obat mahal khususnya obat baru dan inovatif adalah beban tambahan untuk mendesain, memproduksi, dan melatih para materi serta pelatihan bagi profesional kesehatan di seantero dunia sehingga memahami berbagai aspek obat baru dan inovatif tersebut termasuk farmakodinami, farmakologi, dan farmaterapetika. Ini yang disebut sebagai added-value drug package.

Cost-containment vs Cost effectiveness:

Awalnya sebagai strategi untuk menanggulangi mahalnya obat dipakai strategi yang disebut sebagai cost-containment Pendekatan ini sangat strategis karena memakai preferensi harga dan diskon. Namun strategi ini sudah ditanggalkan. Akan halnya pilihan obat yang tepat seringkali pilihannya terhadap obat yang lebih mahal karena bekerja lebih cepat.

Pembandingnya adalah obat yang lebih murah akan tetapi bekerja lebih lambat. Sementara obat yang lebih mahal umumnya diminum dengan frekuensi yang lebih rendah. Hanya saja, obat bisa menjadi mahal karena diperlukan edukasi dari para profesional kesehatan. Ini tidak bisa dihindari bagi obat-obat tertentu.

Kembali kedua terminologi yang kerap tertukar dalam pemakaiannya antara cost-containment vs cost-effectiveness, perbedaannya jelas karena cost-containment pendekatannya hanya harga sedangkan cost-effectiveness tidak hanya melulu harga namun ada aspek efektifitasnya. Singkatnya obat yang memiliki aspek efektifitas biaya memberikan luaran yang sama positif aspeknya tetapi pada harga yang lebih murah, atau harganya sama namun lebih efektif.

Satu catatan penting tiap tahun sekitar 5000 obat baru dievaluasi obat, dan hanya satu yang lolos. Sementara itu setidaknya diperlukan waktu sekitar 12 tahun untuk menemukan obat baru.

Faktor-faktor yang diuraikan di atas adalah perjalanan panjang untuk pendekatan Pharmacy Benefits Manegement (PBM). Intinya PBM telah didefinisikan sebagai suatu kegiatan banyak organisasi yang yang didesain untuk memengaruhi perilaku dokter, farmasis, dan pasien dengan sasaran untuk memengaruhi biaya dan pemakaian obat resep. Ini merupakan mendasar dari skema, strategi, dan pendekatan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun