Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

BLBI, Mengapa Pengadilan Tidak Mempertimbangkan Pendapat Masyarakat

26 Oktober 2018   17:12 Diperbarui: 26 Oktober 2018   18:27 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama ini sekelompok masyarakat menerbitkan kumpulan artikel yang diberi judul Kasus BLBI Dalam Opini Para Ahli. Dari sekian banyak ahli, tercatat Bambang Subianto. yang pernah menjadi Menteri Keuangan , menurunkan tulisan  dengan judul, Syamsul Nursalim tidak dituntut lagi. Pendapat Dr. Bambang Subianto bahwa  dalam kesaksiannya sebagai Menteri Keuangan ia mengetahui dan menyetujui perjanjian MSAA-BDNI antara BPPN dengan Syamsul Nursalim pada 21 September 1998 . Pada periode ini , setelah Syamsul Nusalim memenuhi semua kewajiban dalam MSAA-BDNI . yaitu pembayaran sebesar Rp. 28.4 trilyun, maka pada tanggal 25 Mei 1999. Menteri Keuangan dan BPPN atas nama Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan dokumen penyelesaian akhir MSAA-BDNI.

Dalam tulisannya, Dr. Bambang Kesowo, sebagai mantan Mesesneg menyebutkan, bahwa Presiden Megawati menyetujui write-off hutang para petambak. Dalam konteks ini, Bambang Kesowo yang hadir dalam rapat yang membahas penghapusan para petambak, kewajiban para petambak yang semula Rp 3.9 trilyun berlurang Rp 1.1 trilyun Rp 100 juta per petani. Jumlah penghapusan per petambak berdasarkan hitungan utang pokok Rp 20 juta dan utang modal kerja Rp 80 juta per petambak. Ini diputuskan pada rapat KKSK pada 13 Februari 2004.

Yang tidak kalah menarik adalah pernyataan Prof. dr. mahfud MD, ahli hukum tata negara. Dengan tegas, Mahfud MD mengatakan bahwa masalah BLBI telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, lanjut Mahfud MD bahwa pengungkapan kembali kasus BLBI tersebut jelas sekali bertentangan dengan jaminan kepastian hukum setiap warga negara Indonesia. 

Lebih jauh menurut Mahfud MD, dalam hukum terdapat tiga prinsip yang dijadikan pijakan. Ketiga prinsip tersebut adalah kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Sementara, produk hukum yang dikeluarkan atas nama negara, maka negara wajib memberikan jaminan kepastian hukum  kepada para penerimanya. Karena tanpa kepastian hukum akan berakibat negatif terhadap iklim investasi dan ekonomi Indonesia.

 

Opini masyarakat:

Dalam menanggapi kasus SAT, maka A. Deny Daruri, Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) mempertanyakan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menghukum mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) 13 tahun penjara dengan dugaan sarat kepentingan.

Menurut A. Deni Daruri, adanya keputusan tersebut akan menimbulkan preseden buruk di masa depan. Dalam hal ini, lanjut Deni, investor pesimis dengan kepastian hukum atau penegakan hukum di Indonesia.  Deni juga mengatakan merupan suatu kejanggalan  ketika KPK atau hakim Tipikor mempersoalkan kebijakan sektor keuangan di masa lalu. Bagaimanapun KPK adalah lembaga ad-hoc  namun bisa menghukum lembaga pemerintah yang sah  dan berdasarkan undang-undang yang berlaku saat itu.

Yang juga menarik menurut Deni, keputusan pengadilan Tipikor tersebut  sangat prematur dan aneh. Mengapa demikian, karena seolah-olah kebijakan dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan penyelesaiannya baru saja terjadi. Padahal persoalan ini sudah terjadi puluhan tahun, dan sudah selesai. Celakanya lagi keputusan hakim tidak hati-hati sebab tidak mendasarkan kepada terjadinya proses BLBI serta penyelesaiannya sejak 1999. Seyogyanya hakim merujuk kepada  MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) dan adendumnya/ Wajar melihat kejanggalan semua ini, Deni mengatakan bahwa KY (Komisi Yudisial) harus memeriksa Hakim SKL BDNI.

Bagi masyarakat, pada akhirnya bertanya-tanya mengapa pengadilan tidak mendengar pendapat masyarakat dalam kasus yang dipaparkan di atas? Apalagi pendapat-pendapat tersebut berasal dari para ahli yang sangat paham dengan masalah BLBI umumnya dan BLBI-BDNI kususnya termasuk SKL (Surat Keterangan Lunas) BDNI.  Bahkan tidak heran bahwa kasus yang sudah lama terjadi dan sudah selesai selalu dipermasalahkan dan diputar ulang pementasannya. Terlalu banyak keanehan dan kejanggalan di sini. Yang semakin aneh adalah bahwa pendapat masyarakat tidak dianggap, tidak tidak didengar, seperti angin lalu yang diabaikan. Suatu ironi dalam penegakan hukum di negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun