Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

"Arrivederci" Piala Dunia Rusia 2018

14 November 2017   22:12 Diperbarui: 16 November 2017   03:21 1888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu, Ventura tidak dianggap berhasil karena di grup Italia hanya menduduki peringkat kedua sehingga harus play-off. Selain itu, pertandingan imbang dengan  Mecedonia juga berimbas negatif bagi Ventura. Tapi lepas dari itu, baik Conte maupun Ventura berhadapan dengan skuad yang talentanya tidak sebagus tim Italia yang menjadi Juara Dunia  Jerman 2006. 

Nampaknya ini juga disadari oleh pengurus Asosiasi Sepakbola Italia, khususnya Presiden FIGC, Carlo Tavecchio, Jadi, talenta para pemain yang terpenting, baru menyusul faktor-faktor lainnya. Nampaknya ada sedikit keterlambatan dalam regenerasi di tubuh tim Nasional Italia dibandingkan generasi-generasi sebelumnya, terlihat dengan talentanya tidak sebagus tim Piala Dunia Jerman 2006. 

Tapi soal talenta juga ada faktor alamiah. Negara-negara seperti Brazil dan Argentina juga pernah mengalami saat talenta berkurang secara kuantitatif dan kualitatif.  Bagaimanapun, dengan makin banyaknya pemain-pemain sepakbola bertalenta akan meningkatkan persaingan dan akan lebih melancarkan tugas dari pelatih tim Nasional.

Kecolongan:

Dalam pertarungan play-off, situasinya tidak mudah bagi tim manapun. Hanya dua kali main dan berjarak 3 hari. Dalam waktu yang singkat semuanya harus dikonsolidasikan. Aspek-aspek seperti strategi, kebugaran pemain, dan kerja sama tim sudah harus menjadi perhatian pelatih dan timnya.  Juga semangat pemain juga penting. Bahkan emosi dari seluruh anggota skuad juga patut dikontrol. Maklum saja kedua pertandingan adalah pertandingan hidup-mati.

Bermain di kandang lawan, tim Italia bermain dengan pola 3-5-2, sedangkan tim Swedia dengan formasi favorit mereka 4-4-2.  Di babak pertama,pertandingan langsung keras bahkan cenderung kasar. Terlihat bahwa tim Italia terpancing oleh permainan tim Swedia yang bermain keras. Juga tim Italia cenderung ingin menyerang. Padahal dalam sejarahnya tim sepakbola Italia selalu bermain menunggu, bertahan, dan mengandalkan serangan balik.

Bermain dengan formasi 3-5-2 memang lebih cocok dibandingkan dengan formasi 4-2-4 yang dipilih Ventura ketika melawan Spanyol di babak penyisihan grup yang menyebabkan tim Italia berantakan. Namun, rupanya pelatih Swedia memang sudah punya resep untuk menanggulangi tim Italia yang kualitasnya di atas Swedia. Bermodalkan pemain-pemain tinggi besar sebagaimana umumnya penduduk Skandinavia, sepertinya pelatih sudah menyiapkan permainan keras dan memperkuat lini pertahanan. Untung saja di babak pertama skor masih imbang 0-0. Padahal beberapa kali para pemain Italia melakukan kesalahan yang mendekati fatal, hanya sayangnya  tidak bisa dimanfaatkan oleh para pemain Swedia.

Di babak kedua, awalnya tanda-tanda gawang Buffon belum terlihat. Permainan keras tetap diperagakan Swedia. Akhirnya pada menit ke 62, Italia kecolongan setelah O. Toivinen mengumpan bola kepada J. Johansson yang dengan sekuat tenaga meneruskan ke gawang Buffon. Skor 1-0 sudah cukup bagi Swedia yang kemudian memperkuat lini pertahanan mereka. Italia kecewa, tapi memang Swedia layak menang karena lebih jitu walau penguasaan bola hanya 36%. Skuad Italia kembali ke negaranya dengan harapan bisa membalas di stadion San Siro, Milan yang terkenal dan seperti memiliki magis karena tim Nasional Italia tidak pernah kalah di sini. Nyatanya Italia tidak kalah, namun dengan sangat berat akhirnya gagal ke Piala Dunia Rusia 2018.

Piala Dunia Rusia 2018:

Boleh jadi tidak ada yang pernah membayangkan Piala Dunia tanpa keikutsertaan Italia. Tapi sekarang menjadi realita. Para penggemar sepakbola pasti merasa kaget dengan tersisihkannya Italia. Akan tetapi, dalam olahraga, kalah atau menang, berhasil atau gagal merupakan konsekuensi dari pertarungan. Kebetulan kali ini yang tersisih adalah Italia.

Sebetulnya tersisih dalam Piala Dunia lumrah. Bagi Swedia, keberhasilan menyisihkan raksasa sepakbola Italia, seperti memperoleh jack-pot,hadiah yang luar biasa. Swedia ikut Piala Dunia pada 2002 ketika diselenggarakan di Korea Selatan-Jepang. Swedia lolos 16 Besar, namun kalah dari Senegal dan langsung  tersisihkan. Terakhir kali ikut Piala Dunia adalah 4 tahun berikutnya tahun 2006 di Jerman. Di Piala Dunia kali ini, Swedia lolos penyisihan grup sebagai peringkat kedua. Sayangnya di babak berikutnya dikalahkan tim tuan rumah Jerman dengan 0-2. Tim Swedia akhirnya pulang kandang. Setelah itu Swedia gagal lolos kualifikasi Piala Dunia. Baru 12 tahun kemudian pada 2018, Swedia akan ikut Piala Dunia kembali di Rusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun