PT Aldevco yang didirikan oleh A.R. Soehoed, mantan Menteri Perindustrian R.I 1978-1983, bersama dua orang temannya Leon Harun Iskandar Sumantri dan Paul Sumadiono Samadikun. Dalam catatan terakhir A.R. Soehoed memiliki 624 lembar saham, sedangkan Trenggana hanya memiliki 1 lembar saham dengan harga saham Rp. 1 juta per lembarnya. Sementara itu,nilai aset dan saham PT Aldevco yang diserahkan ke pemerintah tercatat sejumlah Rp. 37.88 milyar.
Kekisruhan pada kasus PT Aldevco muncul karena para ahli waris yang menggugat melihat adanya keanehan. Yaitu, sebelum A.R. Soehoed meninggal dunia ternyata telah ada surat wasiat yang ditandatangani pada 20 Oktober 2011 tanpa melibatkan para ahli warisnya. Sementara, A.R. Soehoed meninggal dunia pada 7 Juni 2014. Keanehan pada surat wasiat itu bertambah karena yang ditunjuk sebagai pelaksana wasiat adalah Middyningsih yang sudah menikah. Ini sangat bertentangan dengan KUH Perdata Pasal 1006 yang menyebutkan bahwa sebagai pelaksana wasiat tidak boleh wanita yang sudah kawin.
Aspek lain yang menarik dari surat wasiat ini , bahwa wasiat itu melebihi hak bagian mutlak , yaitu lebih dari sepertiga. Sesuai Pasal 913 KUH Perdata dan Pasal 195 ayat 2 komplikasi Hukum Islam,. Dalam hal ini wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan, kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya.
Landasan hukum:
Paparan di atas sebetulnya cukup jelas dalam hal posisi para ahli waris terhadap PT Aldevco. Artinya, hak-hak para ahli waris terhadap warisan dari almarhum A.R. Soehoed pada hakekatnya dilindungi oleh undang-undang terkait yang dalam hal ini adalah KUH Perdata. Selain itu, secara hukum Islam hak-hak para ahli waris juga dilindungi.
Namun, pemerintah juga memiliki alasan yang menurut pihak pemerintah dalam konteks ini adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan , pengalihan hak milik adalah sesuatu yang sah dengan asumsi bahwa memang pemerintah yang sesungguhnya memiliki PT Aldevco. Tentu saja asumsi ini bisa didebatkan apalagi surat wasiat ditandatangani oleh A.R. Soehoed saat ia sudah berusia sangat lanjut 91 tahun dan tanpa diketahui para ahli waris.
Kemelut kasus ini sangat menarik para pemerhati masalah hukum perdata yang terkait soal warisan dan pengalihan warisan. Bagaimanapun, yang menjadi pertanyaan besar disini adalah apa yang yang seharusnya menjadi landasan undang-undang dalam membuat Akta Wasiat? Dalam hal ini seringkali dalam pembuatan Akta Wasiat tidak mengikuti ketentuan undang-undang, dan celakanya hanya mengikuti keinginan pihak pewasiat semata. Seharusnya undang-undang yang menjadi landasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H