Persepsi para pemangku kepentingan terhadap BLBI spektrumnya cukup luas. Bukan sekadar hitam-putih atau pro dan kontra saja. Jauh lebih banyak. Karena memang kepentingan tiap pemangku kepentingan sangat bervariasi. Tidak heran jika dengan adanya alasan ini, BLBI tetap menarik untuk dikupas, dianalisis, dan dibahas.
Walau BLBI sudah lama kejadiannya, ternyata minat untuk mengetahui lebih jauh tentang BLBI sangat besar. Boleh jadi karena ini terkait dengan adanya persepsi bahwa BLBI is an unfinished story. Namun demikian, banyak yang tidak sependapat dengan ungkapan tersebut. Lebih jauh, kelompok ini melihat bahwa bagi yang sudah menyelesaikan kewajibannya dalam kasus BLBI, maka pada dasarnya mereka sudah selesai. Tidak ada yang perlu didebatkan lagi. Jadi, ceritanya sudah selesai,
Memang masih ada juga yang melihat ada  yang tidak tepat dalam kebijakan yang menyertakan obligor sudah menyelesaikan kewajibannya.  Argumentasinya terkait dengan aspek pidana dari penyelesaian BLBI.  Aspek korupsi diyakini oleh sementara pihak telah menjadikan BLBI menjadi pertarungan tidak terbuka dalam urusannya dengan kebijakan pemerintah dalam menyatakan kewajiban telah dilunasi dengan baik.
Akan halnya kebijakan pemerintah saat itu dalam menyatakan pihak penerima bantuan BLBI telah secara sah melaksanakan kewajiban-kewajibannya, Â merupakan kebijakan setelah melewati proses panjang dalam melakukan evaluasi terhadap aset obligor yang diserahkan. Jadi, apakah tepat suatu kebijakan pemerintah dipermasalahkan lagi setelah puluhan tahun berlalu. Sementara itu krisis ekonomi-moneter sudah lama dilewati dan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia.
Hanya saja disadari bahwa BLBI dan pemberitahuan bahwa suatu bank serta para pemegang sahamnya yang telah melaksanakan kewajibannya hanya merupakan  aspek moneter belaka. Kompleksitas persoalan ini ditandai dengan  sulitnya memisahkan aspek politik dalam setiap kebijakan pemerintah terkait BLBI , karena politik dan ekonomi selalu berjalan bersama-sama.
Penyaluran:
Salah satu aspek yang mendapat banyak perhatian adalah penyaluran dana BLBI. Karena dalam penyaluran dana terbuka peluang untuk terjadinya penyimpangan. Â Sebagai catatan bahwa dana yang disalurkan sampai dengan 29 Januari 1999 jumlahnya adalah Rp. 144.536.086.000.000,- Jumlah penyimpangan yang dilakukan oleh bank-bank penerima BLBI tercatat sejumlah Rp. 84.842.164.000.000,- Secara sederhana penyimpangan adalah pemakaian dana tidak sama dengan apa yang telah menjadi ketetapan dalam penggunaannya.
Masih tentang penyimpangan penyaluran dana BLBI, pada dasarnya penyimpangan tersebut terjadi pada bank penerima dana BLBI Â yang bersaldo debet lebih dari 5 hari. Â Selain telah terjadi penyaluran dana BLBI ke bank yang tidak solvent.Penyimpangan semacam ini ditemukan oleh pihak BPK.
Penyimpangan lainnya adalah ketika terjadi pada penggunaan dana BLBI. Seharusnya dana BLBI hanyalah digunakan untuk dana masyarakat yang merupakan pihak ketiga. Akan tetapi realitanya berbeda, yang mana dana tersebut bahkan dipakai untuk membayar kembali transaksi bank yang tidak layak. Penyimpangan penyaluran dana memang memiliki kesempatan untuk terjadi mengingat banyaknya jenis transaksi yang dilakukan oleh pihak perbankan dalam kaitannya dengan ketentuan penjaminan. Hanya saja, harus dicatat bahwa dana BLBI tidak sama falsafah penggunaannyadengan dana transaksi bank yang lazim dan biasa.
Kewajiban:
Disadari oleh pemerintah waktu itu bahwa walau sudah ditetapkan aturan untuk menyelesaikan kewajiban pada para pemilik lama saham mayoritas BBO (Bank Beku Operasi), nampaknya belum berjalan sebagaimana yang dikehendaki pemerintah. Â Ada beberapa faktor penyebab mengapa penyelesaian kewajiban tersebut tidak terlalu lancar. Pertama, tidak lain karena kebijakan yang diambil pemerintah belum sepenuhnya bisa mengatasi krisis ekonomi-moneter. Kemudian, yang kedua adalah bahwa manajemen krisis waktu itu tidak memiliki opsi yang optimal. Pilihan yang diambil memang tidak bisa dihindari adalah yang kurang menguntungkan dan yang terbaik dari semua opsi yang ada. Kemudian, yang ketiga, supaya proses hukum berjalan lancar dan komprehensif tentu diperlukan pengertian dari semua pihak terkait yang dalam istilah masa kini disebut para pemangku kepentingan. Utamanya dari pengertian tersebut bahwa dukungan diharapkan datang dari pihak politisi. Dukungan politik semacam ini sangat penting dan urgen karena pada akhirnya yang diperlukan adalah legitimasi. Dukungan politik sifatnya mutlak agar proses pemulihan krisis ekonomi-moneter bisa berjalan lancar.
Selain dari faktor-faktor penyebab tersebut di atas, masalah pelik lainnya adalah kepastian tentang jumlah besarnya BLBI. Di satu pihak penjualan aset dan pencicilan  berjalan terus, namun di lain pihak jumlah BLBI cenderung berubah dari waktu ke waktu. Ini menimbulkan pertanyaan penting yang menyangkut berapa sisa jumlah pinjaman BLBI yang harus dibayar pihak bank sebagai debitur.  Bagaimanapun, pada akhirnya pihak bank penerima BLBI  sebagaimana diperlihatkan selama ini tidak punya pilihan selain patuh kepada kebijakan pemerintah (compliance).
Masalah yang pelik dan kompleks ini terlihat seperti pada kasus ditetapkannya Syafruddin Tumenggung, mantan Kepala BPPN, Â sebagai tersangka karena dituduh memaksakan munculnya Surat Keterangan Lunas. Yang menarik di sini, bahwa sepertinya KPK sedang membidik kebijakan pemerintah waktu itu, yaitu pemerintahan Megawati Soekarnoputri.. Tepatnya yang diarah adalah Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Inpres tersebut adalah pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham) Atas dasar ini pula pengacara Maqdir Ismail yang mewakili kliennya, Syamsul Nursalim, dengan tegas mengatakan bahwa hendaknya semua pihak menghormati keputusan yang diambil pemerintahan waktu itu. Ini karena kliennya tersebut telah memiliki Surat Keterangan Lunas (SKL).
Dari sini sulit untuk memprediksi bagaimana penyelesaian akhir masalah BLBI. Sementara waktu berjalan terus. Tidak pelak lagi bahwa memang BLBI adalah bagaikan benang kusut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H