Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

BLBI-BDNI: Daur Ulang Kasus?

31 Mei 2017   16:30 Diperbarui: 31 Mei 2017   17:05 1317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal bulan Mei, muncul breaking news di media sosial ketika KPK mengumumkan akan menjadwalkan pemeriksaan saksi untuk tersangka BLBI pekan depannya. Ini ditegaskan oleh Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada para wartawan Senin 1 Mei 2017. Lebih jauh disampaikan oleh Febri Diansyah bahwa KPK telah menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung adalah tersangka dalam kasus ini. Perbuatan Syafruddin Temenggung telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3.7 trilyun.

Masyarakat yang boleh jadi sudah lupa tentang kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) mau tidak mau seperti terbangun dari tidur. Rupanya yang dimaksud di sini adalah dugaan korupsi surat keterangan lunas (SKL). Sementara mereka yang tidak paham akan kasus ini juga banyak sekali, terutama yang saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah, dan sekarang boleh jadi sudah selesai kuliah dan menjadi profesional muda.

Sepertinya KPK serius untuk menangani kasus ini. Ini terlihat ketika satu media cetak nasional menurunkan laporan utama, bahkan bisa disebut laporan khusus hasil investigasi tim wartawan media tersebut tentang kasus ini. Ternyata prediksi ini terbukti, karena secara beruntun muncul berita-berita terkait yang bisa disebut berita berseri. Di antara berita-berita yang muncul di media sosial  adalah rencana KPK untuk meminta keterangan dari para  petambak udang di Lampung dalam rangka menelisik kasus  BLBI ini. Kemudian ada juga berita bahwa KPK akan memetakan aset obligor BLBI. Nampak jadi serius terutama ketika KPK akan pertimbangkan pidana korporasi.

Awalnya memang buat sebagian orang, masih ada yang tidak jelas bahwa sebetulnya siapa yang akan dibidik oleh KPK? karena yang tersangkut BLBI banyak sekali. Ada yang sudah selesai urusannya. Tapi yang hilang beritanya juga ada. Namun, teka-teki yang ada di masyarakat mulai terjawab ketika ada berita kembali di media sosial, bahwa KPK merencanakan akan periksa Sjamsul Nursalim di Singapura. Beberapa hari kemudian muncul kembali berita di media sosial bahwa Sjamsul Nursalim tak penuhi panggilan KPK terkait kasus BLBI.

Iklan :

Yang sangat menarik perhatian adalah ketika ada iklan setengah halaman di beberapa harian Nasional, Selasa 30 Mei 2017. Rupanya iklan yang berjudul Penyelesaian BLBI-BDNI itu dipasang oleh dua kantor pengacara, Maqdir Ismail & Partners dan Otto Hasibuan & Associates.  Kedua kantor pengacara ini merupakan tim kuasa hukum dari Sjamsul Nursalim.

Dengan membaca iklan ini saja para pembaca yang tidak paham akan mengerti tentang kasus BLBI-BDNI. Sepertinya semua dijelaskan dengan gamblang di iklan setengah halaman ini. Selesai membaca iklan tersebut maka para pembaca sudah menerima kuliah lengkap tentang BLBI, khususnya BLBI-BDNI.

Kita lihat saja dari pembukaan iklan seperti pada butir 1, ternyata BLBI itu adalah kebijakan pemerintah Indonesia pada waktu itu.Tepatnya BLBI merupakan kebijakan pemerintah sebagai akibat krisis moneter yang menimpa Indonesia pada 1997-1998. Masyarakat saat itu tahu sekali bahwa krisis moneter akhirnya membawa Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia. Akan halnya kebijakan BLBI, wajar saja semua bank yang mau eksis menerima uluran tangan pemerintah melalui Bank Indonesia.

Setelah pembukaan ini, pembaca akan sedikit dibuat bingung karena bertemu dengan singkatan-singkatan yang belum pernah ada sebelumnya. Tengok saja dengan istilah-istilah MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) dan MRNIA (Master Refinancing And Notes Issuance Agreement).  Juga ada singkatan PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham).

Jelas sekali bahwa MSAA dan MRNIA adalah skema kebijakan pemerintah. Otomatis pihak yang menerima BLBI harus mematuhinya. Bagi pemegang saham BDNI sebagai warganegara yang baik tentu saja harus poatuh dengan kebijakan pemerintah waktu itu. Jadi seharusnya tidak ada yang patut dipertanyakan lagi tentang kasus ini.

Kalau kemudian muncul IMF (International Monetary Fund) dan World Bank di iklan ini karena MSAA sebagai produk hukum oleh kedua belah pihak yang mana merupakan bagian program yang disetujui kedua lembaga dunia tersebut.

Release and Discharge:

Istilah asing ini membuat pembaca iklan tersebut semakin tertarik. Arti Release and Discharge yang disingkat R & D jelas bukan R & D yang ada di industri farmasi sebagai Research and Development.  Makna dari Release and Discharge di sini adalah  Surat Pembebasan dan Pelepasan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan Ketua BPPN sebagai tanda bahwa pihak BDNI telah melaksanakan semua kewajibannya. Hebatnya lagi, bahwa pelunasan kewajiban ini dipertegas kembali oleh pemerintah di depan notaris.

Masih belum puas, akhirnya dilakukanlah apa yang dikenal sebagai Financial Due Diligence oleh konsultan keuangan internasional. Tujuannya adalah untuk memastikan tidak ada kekurangan dalam dalam nilai aset yang diserahkan oleh pihak BDNI.

Sepertinya bagian yang paling rumit adalah urusan dengan petambak udang. Ini terbaca karena ada butir khusus untuk menjelaskan tambak udang yang waktu itu konon merupakan yang terbesar di dunia. Singkatnya urusan ini ternyata sudah selesai juga.

Kepastian hukum:

Memang urusan BLBI waktu itu bukan urusan sepele, dan bukan urusan uang  kecil.  Pemerintah, krisis moneter, dan dunia perbankan saat itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Itu juga sebabnya semua kebijakan penyelesaian kasus BLBI merupakan bagian dari program yang disetujui IMF dan World Bank. Yang menarik adalah bahwa pihak BDNI mengikuti dan melaksanakan semua kebijakan pemerintah terkait BLBI. Namun, bagi orang awam adalah mengapa kasus ini dibuka kembali?  Tentu masih banyak pertanyaan lain yang akhirnya semuanya akan berakhir pada kepastian hukum di Indonesia. Bukankah dunia usaha  sangat memerlukan kepastian hukum dalam investasi? Baru-baru ini Qatar yang akan investasi dalam jumlah besar di Indonesia dengan tegas mengatakan perlunya jaminan hukum. Boleh jadi Arab Saudi akhirnya lebih besar investasinya di Malaysia ketimbang di Indonesia karena soal kepastian hukum.

Kembali kepada kasus BLBI-BDNI bisakah kasus ini  disebut sebagai kasus daur ulang? Bagaimanapun kasus ini sudah selesai, sudah tutup buku. Ada apa di balik semuanya ini? Padahal kalau kita membaca pada  bagian akhir dari iklan ini adalah butir penutup bahwa apa yang dilakukan oleh pihak yang diwakili oleh kedua kantor pengacara ternama ini adalah komitmen jangka panjang untuk ikut membangun Indonesia dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Ternyata bisnis dari keluarga ini sudah lebih dari satu abad di Indonesia. Ini bukan waktu yang pendek. Masih adakah yang perlu dipertanyakan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun