Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi e-KTP Nan Masif dan Terstruktur

7 April 2017   16:15 Diperbarui: 8 April 2017   00:00 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: maubaca.com

Zero corruption ?

Masyarakat kebanyakan sesungguhnya sudah letih, muak, dan geram mendengar, membaca, dan melihat berita-berita tentang korupsi dari berbagai sumber informasi. Terkadang ingin melakukan sesuatu tapi apa daya karena sebagai rakyat mereka tidak memiliki kekuasaan. Sementara, sebagai warga negara yang patuh mereka mengharapkan adanya tindakan dari para penegak hukum. Tapi apa daya, sepertinya tidak ada efek jeranya., Ini terbukti berita tentang korupsi baru tetap saja muncul. Tentu saja ini antara lain tidak ada upaya memiskinkan koruptor. Selain itu, adanya remisi menyebabkan pemotongan demi pemotongan terjadi. Alhasil, dalam waktu yang tidak terlalu lama koruptor sudah berada di alam bebas.

Idealnya adalah nol korupsi (zero corruption). Tapi ini sesuatu yang mustahil. Walau begitu, sebagai cita-cita boleh ini dijadikan sesuatu yang harus dikejar. Dalam hal ini sebetulnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sudah mempunyai konvensi untuk memerangi korupsi. Kalau Indonesia bisa mengimplementasikan konvensi tersebut maka negara kita akan lebih mempunyai legitimasi di mata warga negaranya yang mana akan menumbuhkan kepercayaan dan meningkatkan stabilitas. Jelas ini akan memperkuat demokrasi kita.

Masalah keadilan dan hukum pasti harus ditegakan. Ini akan membuat warga negara dan dunia usaha akan merasa yakin dalam kehidupan bernegara. Dalam hal ini kasus korupsi tidak saja harus diinformasikan secara luas ke masyarakat, juga tindak lanjutnya sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, untuk mencegah terjadinya korupsi di masa depan, kuncinya adalah pendidikan. Sistem pendidikan harus menyiapkan generasi mendatang untuk sejak dini belajar disiplin, jujur, dan adil. Pendidikan yang berkualitas harus melaksanakan semuanya agar generasi mendatang jauh dari prilaku korupsi.

Aspek kemakmuran juga akan mendukung pencegahan korupsi. Namun demikian, kemakmuran yang dimaksud diperoleh dengan jujur, benar, dan mengikuti peraturan serta perundangan yang berlaku. Mendorong investasi dari luar negeri masuk merupakan solusinya. Hanya saja masuknya investasi asing harus dengan benar tanpa adanya pungutan tidak resmi. Transparansi dalam semua perizinan merupakan syarat mutlak.

Aspek lain yang juga perlu dan harus digarisbawahi adalah memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat. Dana untuk peningkatan kualitas hidup melalui kesehatan masyarakat yang berkualitas harus diamankan agar tidak terjadi penyelewengan. Pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas di seluruh wilayah Indonesia akan mendorong meningkatnya kualitas hidup. Masyarakat yang sehat dalam arti luas, berpendidikan, mempunyai penghasilan yang berkecukupan, serta disiplin seyogyanya akan menjauhi prilaku korupsi. Tentu saja mereka sadar bahwa sanksi hukum dan terlebih sanksi sosial akan selalu siap jika terjadi tindak korupsi.

Apa yang telah dipaparkan untuk mencapai zero corruption, jelas sesuatu yang ideal. Masyarakat tanpa korupsi jelasnya utopia. Untuk Indonesia yang korupsinya sudah bagaikan budaya sudah berakar dan melebar ke mana-mana, jelas kita harus realistis. Persoalannya bukan sasaran jangka pendek, menengah, atau panjang. Tapi harus ada langkah konkrit. Pertama, bagi koruptor remisi harus ditiadakan. Hukuman harus membuat mereka jera, terutama bagi para calon koruptor. Kedua, harus, dibuat undang-undang yang memiskinkan para koruptor. Andaikata kedua hal ini bisa dilaksanakan dengan konsisten, korupsi akan turun dengan signifikan. Para calon koruptor pasti takut untuk dipromosikan menjadi koruptor. Tentu masih ada usul-usul konkrit lainnya yang bisa ditambahkan. Mari kita perangi korupsi di bumi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun