Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemelut Helikopter AW 101

29 Desember 2016   18:15 Diperbarui: 30 Desember 2016   09:41 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemelut pembelian helikopter AW (AgustaWestland) 101 akhirnya mencuat kembali ke permukaan. Helikopter yang semula direncanakan pembeliannya untuk kebutuhan Kepresidenan R.I. atau VVIP memang sudah ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Tapi rupanya rencana pembelian tersebut berjalan terus yang kali ini pembeliannya diperuntukkan untuk keperluan tempur, angkut militer, dan SAR, sebagaimana dijelaskan oleh Marsekal Agus Supriatna, Kepala Staf TNI AU, Lebih jauh ditambahkan oleh Marsekal Agus Supriatna bahwa yang ditolak adalah untuk keperluan VVIP.

Satu hal yang sangat menarik adalah bahwa pesawat helikopter ini sedang melakukan terbang uji coba. Bahkan pesawat tersebut sudah memakai lambang TNI AU, sebagaimana dimuat dalam salah satu koran Nasional. Nampaknya ini mengindikasikan bahwa proses jual-beli sudah terjadi. Semuanya ini memunculkan tanda tanya besar bagi masyarakat luas yang mengikuti kasus ini.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu hanya mengatakan bahwa Kementerian Pertahanan patuh kepada Presiden. Apapun keputusan Presiden maka akan dipatuhi oleh Kementerian Pertahanan. “Kalau Presiden ok, saya ok. Kalau Presiden tidak ok, saya tidak ok”, demikian kata Ryamizard. Sedangkan Jendral Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI menegaskan bahwa ia telah mengeluarkan surat pembatalan kontrak. Selanjutnya, Panglima TNI menyebutkan bahwa ada kekuatan politik yang berperan.

Kasus semacam ini menimbulkan pertanyaan bahwa ada masalah serius dalam komunikasi internal pemerintahan sekarang. Pertanyaan berikutnya adalah mengapa masalah semacam ini tidak diselesaikan internal pemerintahan tanpa harus diberitakan di media massa? Masyarakat masih ingat ketika terjadi silang pendapat antara Rizal Ramli ketika menjabat Menko Kemaritiman dan Sumber Daya bersilang pendapat dalam beberapa masalah dengan beberapa menteri yang beritanya muncul di media massa. Kemudian Presiden Joko Widodo menghimbau agar segala perbedaan diselesaikan internal Kabinet tanpa harus muncul pemberitaannya di media massa.

AgustaWestland:

AgustaWestland didirikan pada tahun 2000 merupakan perusahaan yang mengkhususkan pada manufaktur dan industri helikopter. Perusahaan ini adalah anak perusahaan dari Leonardo-Finmeccanica. Perusahaan yang berpusat di kota Roma ini dipimpin oleh Daniele Romiti sebagai CEO.

Awalnya perusahaan desain dan manufaktur ini adalah perusahaan multinasional Anglo-Italia. Kemudian perusahaan ini sepenuhnya dimiliki oleh Finmeccanica. Saat ini perusahaan ini menjadi anak perusahaan Leonardo yang merupakan perusahaan high technology global menjadi Leonardo-Finmeccanica. Kelompok perusahaan Leonardo adalah salah pemain utama dalam industri penerbangan, pertahanan, dan keamanan.

AgustaWestland (AW) adalah pemain global dalam helikopter. Ini terlihat dengan ekspansi yang dilakukannya. Beberapa perusahaan patungan atau pembelian saham industi helikopter lainnya termasuk membuka manufaktur di negara lain telah dilakukan. AW telah membuka perusahaan patungan dengan pihak Rusia, Russian Helicopters. AW membuka cabang di Philadelphia, Amerika Serikat dan membeli 25 % saham, Bell Company untuk proyek helikopter AB 139. Juga AW telah mengakuisisi perusahaan helikopter Polandia, PZL-Swidnik. Fasilitas manufaktur telah didirikan di Rusia . Bekerjasama dengan Grumman telah merancang pembuatan helikopter US Air Force Combat Rescue.

Langkah AW untuk ekspansi akan terus berlanjut sesuai dengan visi dan misi induk perusahaannya Leonardo yang berkiprah di industri penerbangan, pertahanan, dan keamanan.

Komunikasi internal:

Kembali kepada mencuatnya kasus AW 101 ke permukaan, masyarakat yang semula tidak tahu menjadi tahu. Masyarakat yang awalnya tahu tapi acuh menjadi tertarik dan ingin tahu kenapa terjadi silang pendapat. Sayangnya silang pendapat antara para elite di negara ini begitu terbuka di media massa.

Silang pendapat yang terbuka antara para penguasa di negara ini boleh jadi merupakan dampak dari reformasi 1998. Tapi apakah para pencetus reformasi 1998 memang menginginkan keterbukaan seperti ini? Sepertinya ini merupakan ekses dari keterbukaan dari reformasi 1998. Sesungguhnya silang pendapat dari para petinggi tidak tepat untuk dibuat terbuka. Akan lebih bijak jika silang pendapat, perbedaan pendapat, dan adu argumentasi terjadi secara tertutup di bilik-bilik pertemuan.

Mencegah munculnya silang pendapat antara para pimpinan di negara ke permukaan, merupakan jalan keluar terbaik. Untuk itu komunikasi internal harus diperbaiki. Selain itu, hambatan-hambatan dalam komunikasi internal harus dihilangkan. Lebih dari itu, komunikasi internal harus ditingkatkan frekuensinya, kualitasnya, dan ditegakkan aturan yang baku. Tentu saja, akses untuk komunikasi internal harus diperlancar. Walau begitu, semua ini mensyaratkan kematangan dari para penggguna komunikasi internal khususnya di antara para petinggi di republik ini.

Bagaimana dengan adanya keinginan untuk membatalkan pembelian AW 101? Apakah bisa secara sepihak dibatalkan? Sudah sejauh mana berjalannya proses pembelian AW 101? Karena ini menyangkut jual beli internasional yang cenderung rumit dan kompleks, tentu harus diperhitungkan dampaknya secara menyeluruh jika akan dibatalkan? Bagaimana jika pembelian satu pesawat AW 101 tetap diteruskan untuk menjaga reputasi Indonesia secara Internasional? Tentu masih banyak lagi pertanyaan sejalan dengan banyaknya aspek yang terkait dengan pembelian helikopter AW 101.

Bagi masyarakat yang patut diperhatikan dan diperbaiki adalah komunikasi internal dari internal pemerintahan saat ini. Jangan sampai lebih diutamakan komunikasi eksternal seperti dirasakan saat ini. Tentu saja tidak ada salahnya dengan melakukan komunikasi eksternal dengan rutin dan gencar baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti yang terjadi saat ini. Oleh karena komunikasi internal sama pentingnya dengan komunikasi eksternal, maka akan sangat tepat jika keduanya berimbang. Walau begitu terkadang bisa saja komunikasi eksternal lebih dominan. Hanya saja, seperti ungkapan lama, hendaknya urusan rumah tangga dibenahi terlebih dahulu sebelum melangkah ke luar. Dengan demikian kita harapkan tidak terdengar lagi secara luas di media massa perbedaan pendapat dari para pemimpin di republik yang kita cintai ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun