Kasus Archandra Tahar sang Menteri ESDM menjadi headline karena dalam waktu yang relatif singkat mampu menyedot perhatian jutaan orang. Tengok saja pembahasan di hampir seluruh media cetak. Stasiun televisi tak mau ketinggalan dengan mengadakan talk-show dan wawancara. Jangan ditanya kalau dengan media sosial. Yang satu ini sesuai dengan eranya telah cepat memindahkan artikel, berita, dan fakta-fakta terkait dengan Archandra Tahar yang diberitakan telah menjadi warga negara Amerika Serikat pada tahun 2012.
Kasus yang menyebar dengan cepat terlihat membuat keteteran semua pihak terkait dengan Archandra Tahar khususnya pihak Istana dan tim komunikasinya. Ini terlihat dari pesan-pesan yang disampaikan. Jelas sekali tidak ada koordinasi, Bahkan ada pesan-pesan yang menjadi bumerang bagi tim komunikasi sehingga memperkeruh suasana dan makin menyudutkan yang bersangkutan. Untungnya Presiden Joko Widodo sudah memberhentikan Archandra Tahar sebagai Menteri ESDM. Namun kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi tim komunikasi Presiden di masa mendatang.
Satu catatan menarik ketika berbagai pesan yang dilemparkan ke masyarakat  melalui media cetak, media elektronik dan media sosial kurang terkoordinasi. Lemah dalam sinergi. Bahkan saling melemahkan. Seharusnya pesan-pesan tersebut harus saling memperkuat agar resultantenya positif,Bagaimanapun tujuannya sama yaitu menjadikan kegaduhan minimal mereda. Akan lebih diinginkan jika pesan-pesan tersebut bisa diterima, disetujui, dan didukung oleh semua pemangku kepentingan. Memang ini bukan tugas yang mudah karena beritanya muncul dengan tiba-tiba bagaikan tamu yang tak diundang.
Defensif:
Catatan pertama setelah kasus dwi kewarganegaraan Archandra Taharmencuat di media sosial datang dari Pratikno, Mensesneg. Niat dari pesan yang disampaikan adalah memberikan penerangan. Sayang sekali karena pesan yang disampaikan Mensesneg tidak menyentuh substansi persoalan menyebabkan permasalahan tidak menjadi terang. Padahal pertanyaan yang ada di masyarakat ,apakah Archandra Tahar pernah menjadi warga negara Amerika Serikat. Akibatnya isu berkembang terus bagaikan angin angin bohorok yang akan menerjang siapapun.
Presiden Jokowi di sela-sela acara Pramuka bahkan mengatakan hendaknya media sosial tidak dipakai untuk menjelekkan orang lain Pesan yangdisampaikan ini ternyata tidak mampu meredam kegaduhan yang ada di masyarakat. Whatsapp berantai makin  salah jenisnya, dan makin seru. Kegaduhan meninggi.
AM Hendropriyono:
Catatan ketiga adalah yang paling menarik. Pesan-pesan yang disampaikan oleh AM Hendropriyono melalui whatsapps sangat terinci, Sayangnya semua jurus-jurus yang dikeluarkan ada yang bersifat unformatif. Akan tetapisecara keseluruhan bersifat defensif. Celakanya ada beberapa informasi yang cenderung memuji Archandra Tahar. Pesan-pesannya tidak menyentuh akar permasalahan.
AM Hendropriyono kemudian tampil dalam acara talk-show di salah satu stasiun televisi Nasional yang membahas kasus Archandra Tahar. Dalam talk-show tersebut Hendropriyono sangat emosional dalam membela Archandra Tahar. Sebetulnya tampilan dan pesan dari Hendropriyono sangat tidak menguntungkan pemerintah.
Catatan lain datang Menkumham Yasonna Laoly. Pesan yang disampaikan bisa dikategorikan mengecewakan. Selain defensif juga ada kecenderungan untuk menutupi inti permasalahan bahwa seketika seseorang memiliki dwi kewarganegaraan maka otomatis kewarganegaraan Republik Indonesia akan hilang. Sementara itu pesan yang sangat tidak tepat ketika digulirkan adanya usul untuk mengubah Undang-undang Kewarganegaraan yang membolehkan Dwi Kewarganegaraan. Siapapun yang melemparkan usul yang sudah diajukan tahun sangat ceroboh. Ini tidak ada manfaatnya bahkan menjadi bumerang.
Pelajaran: