Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rekrutmen Kabinet

15 Agustus 2016   18:04 Diperbarui: 16 Agustus 2016   00:24 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: www.aktual.com

Bagi dunia usaha ada satu keyakinan bahwa untuk memenangkan persaingan bisnis maka yang akan menentukan adalah kualitas sumber daya manusia. Bahkan tidak sedikit yang yakin bahwa faktor sumber daya  manusia (SDM) adalah yang paling signifikan. Buktinya korporasi-korporasi global sampai-sampai menyewa head hunter kelas dunia untuk memburu para profesional berkualitas.

Pentingnya SDM berkualitas menyebabkan korporasi global memperkuat Divisi SDMnya. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia juga tidak ketinggalan dalam hal ini, Mereka yang ditempatkan di Divisi SDM juga harus yang kompeten. Karena kalau salah rekrut maka akibatnya bisa fatal.

Dalam pemerintahan, yang paling menarik adalah dalam rekrutmen kabinet. Kalau soal remunerasi jelas bahwa korporasi besar lebih tinggi dari pemerintahan. Namun demikian daya tarik jabatan di kabinet tidak kalah dari korporasi besar. Banyak faktor yang membuat jabatan Menteri memiliki daya tarik yang tinggi.  

Apa saja yang membuat jabatan Menteri memiliki magnet kuat? Yang pasti adalah ketenaran. Sebagai Menteri peluangnya besar untuk muncul setiap hari di media massa. Untuk masa kini ditambah dengan media sosial. Apalagi kalau Menterinya punya gagasan menarik atau kebijakan baru. Bagaimana yang kontroversial? Yang satu ini akan cepat beredar di media sosial. Istilah yang populer saat ini di media sosial adalah copas atau copy paste.Dengan cara ini berita terkini akan menyebar dengan cepat di dunia maya. Oleh karena itu dunia maya mau tak mau harus dipantau terus menerus oleh Divisi Komunikasi pemerintahan.

Kabinet kita:

Dalam soal perekrutan kabinet kita, tiap Presiden punya cara yang tidak sama. Ini sesuai dengan zamannya masing-masing. Agak kurang bijak jika harus membandingkan strategi, gaya, dan cara tiap Presiden Republik Indonesia dalam merekrut para pembantunya. Apalagi situasi dan kondisi politik tiap era Presiden berbeda. Dinamika politiknya tidak sama.

Walaupun berbeda dalam metode perekrutan anggota kabinet, ada satu yang sama bahwa azasnya adalah menempatkan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat.Dalam bahasa kerennya adalah bahwa kompetensi akan merupakan landasan dalam pengangkatan seorang Menteri.   

Walaupun niatnya sama dalam merekrut anggota kabinet, namun dalam realitanya selalu ada faktor- faktor lain dalam pemilihan anggota kabinet. Konsekuensinya adalah terjadi kompromi. Karena Menteri adalah jabatan politis maka kompromi politik yang akan mewarnai penunjukkan seorang Menteri.

Di luar itu yang menarik untuk ditelaah adalah proses perekrutannya. Artinya, bagaimana alurnya nama seseorang masuk ke kantong Presiden sebagai kandidat Menteri. Untuk jalur politik jelas partai politik yang akan membawa nama calonnya. Bagi para profesional jalurnya boleh jadi lebih kompleks. Keberhasilan dalam dunia korporasi tidak serta merta menarik perhatian seorang Presiden. Akhirnya harus ada cantolan politikyang kuat agar nama seorang profesional bisa masuk radius perekrutan kabinet. 

Dalam hal ini harus ada rekomendasi dari seseorang yang berpengaruh agar nama kandidat Menteri bisa sampai ke Presiden. Sampai di sini kelihatannya semua bisa berjalan lancar. Dalam kenyataannya tidak demikian. Faktanya bahwa yang mampu memberikan masukan ke Presiden boleh jadi lebih dari satu orang. Akibatnya akan membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih kompleks. Bahkan bisa saja terjadi benturan. Tentunya diharapkan resultantenya adalah calon yang tepat dan kompeten. Sementara itu, dalam perjalanannya, bisa saja Menteri yang telah ditunjuk terpaksa diganti oleh karena alasan-alasan tertentu.

Kasus Arcandra Tahar

Kasus Arcanda Tahar yang menjadi Menteri ESDM menjadi berita yang sangat menarik, sehingga menjadi head line. Banyak yang terkaget-kaget karena ternyata ia berkewarganegaraan ganda. Intinya Arcandra yang sudah menetap 20 tahun di Amerika Serikat ternyata sudah menjadi warga negara Paman Sam. Berita ini menyebar dengan sangat cepat di media sosial tanpa hambatan. Alhasil ini membuat yang bersangkutan harus mengeluarkan jurus-jurus berkelitnya bak silat Minang . Pihak Istana juga tidak kalah repotnya dengan sanggahan dan pernyataan. 

AM Hendropriyono terpaksa turun gunung menyiapkan pembelaanuntuk Arcandra dengan jurus-jurus khusus. Sayangnya semuanya ini tidak mampu meredam gejolak, kritik, dan komentar sinis masyarakat.   Ini karena semua penjelasan, tangkisan, dan bantahan tadi tidak menjawab pertanyaan yang esensial. Pertanyaan-pertanyaan yang beredar antara lain apakah Arcandra Tahar pernah bersumpah sebagai warga negara A.S? apakah Arcandra pernah memiliki paspor A.S dan menggunakannya? Kalau ternyata benar, maka otomatis kewarganegaraan Indonesianya gugur. Merebaknya masalah ini  membuat media massa seperti koran dan stasiun televisi membuat ulasan, berita, dan diskusi terbuka. Alhasil, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menjadi sorotan regional ASEAN. Dan Dunia ikut memantau apa yang terjadi.

Sebetulnya persoalan ini tidak akan terjadi jika saja Presiden Jokowi sebelum menetapkan Arcandra Tahar meminta intelligence clearance dari pihak intelijen kita yang berwenang. Walau hak prerogatif ada di tangan Presiden, karena ini jabatan Menteri, maka informasi intelejen sangat signifikan.

Sekarang semua sudah terjadi. Yang harus diutamakan adalah solusi yang tepat dan cepat sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Arcandra jelas harus jujur dan transparan menceritakan yang sebenarnya. Kalau ternyata ia terpaksa harus dicopot dari jabatannya maka ia pun harus ikhlas. Bagaimanapun, kepentingan bangsa dan negara di atas segala-galanya. Walaupun Archandra bukan Menteri ESDM lagi, ia masih bisa memberikan masukan, pemikiran, dan pengalamannya kepada Presiden Jokowi dalam kapasitas lain. Dengan demikian kegaduhan akan hilang. Dan Indonesia bisa kembali bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun