Bagi pihak-pihak yang menolak pasal penghinaan antara lain pasal tersebut berlawanan dengan makna dari kebebasan berpendapat. Bahkan ada yang melihatnya sebagai kemunduran karena akan membuat masyarakat takut untuk berekspresi. Tentu saja pihak pemerintah tidak berpikir demikian.
Masih tentang pasal penghinaan terhadap Presiden, yang berpotensi menimbulkan perdebatan, utamanya adalah Presiden memang lambang negara, tapi juga suatu jabatan. Pemegang jabatan tersebut adalah juga warganegara. Oleh karena itu sama saja dengan warga negara lainnya dari aspek legal. Karena kalau ada perbedaan, bisa saja kemudian muncul persepsi bahwa pemegang jabatan presiden adalah warga negara khusus, spesial, dan istimewa. Ini bahkan akan memiliki konotasi negatif bahwa Presiden identik dengan raja. Padahal seorang Presidensama saja dengan warga negara lainnya. Indonesia bukan kerajaan.
Bagaimana sebaiknya:
Ini sebetulnya masalah sederhana. Karena menyangkut Presiden sebagai lambang negara ada alasan kuat untuk mengangkat kembali bahkan menjadikannya sebagai alat untuk melindungi kehormatan seorang Presiden. Sebaliknya, bagi mereka yang anti, tidak setuju, dan menolak maka solusinya gampang yaitu mencoret dan tetap menghilangkan pasal tersebut.
Tentu saja kita tidak perlu mengadakan referendum dengan menanyakan kepada rakyat untuk apakah setuju atau tidak dengan adanya pasal penghinaan dalam KUHP. Juga jangan sampai para anggota DPR terhormat secara serentak mengunjungi Dapil masing-masing untuk menanyakan pasal kontroversi ini kepada para konstituennya. Apalagi Dana Aspirasi sudah tidak disetujui.
Persoalan ini hendaknya jangan membuat kita susah. Karena akar permasalahannya adalah ekonomi juga. Kalau perut kosong orang memang gampang marah. Jadi, pandangan miring terhadap Presiden akan hilang dengan sendirinya kalau keadaan ekonomi kita bagus. Harga- barang-barang kebutuhan pokok terjangkau. Juga peluang kerja banyak dan terbuka luas sehingga setiap orang memiliki pekerjaan. Selain itu para orang tua mampu membiayai sekolah anak-anaknya. Satu lagi yang penting adalah bahwa jaminan kesehatan universal yang dikenal sebagai BPJS berjalan lancar sehingga akses untuk pelayanan kesehatan tidak ada hambatan.
Ideal sekalikah yang diungkapkan di atas. Tentu saja tidak. Karena memang ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Seharusnya bisa dicapai oleh pemerintah karena bukan sesuatu yang muluk-muluk. Lain halnya kalau sudah ditambah aspek transportasi, perumahan, dan sumber daya listrik, yang tidak mudah untuk mengatasinya.
Jadi kalau masalah-masalah mendasar dalam ekonomi sudah teratasi, penghinaan terhadap Presiden tidak akan muncul. Kalaupun akan muncul kritik keras, pelecehan, atau penghinaan, pasti tidak dianggap oleh masyarakat. Semuanya akan dianggap angin lalu. Ini adalah solusi terbaik. Oleh karena itu tantangan ini harus bisa dijawab oleh Kabinet yang baru saja dirombak dengan tambahan 6 personil baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H