Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Iklan Tata Kelola Perusahaan Menjelang Idul Fitri

24 Juli 2015   18:00 Diperbarui: 24 Juli 2015   18:00 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sudah beberapa tahun terakhir iklan tata kelola perusahaan selalu muncul menjelang Idul Fitri. Entah siapa yang memulainya. Yang pasti tahun ini iklan-iklan semacam itu muncul sangat gencar menjelang 1 Syawal 1436 H. Kalau awalnya yang banyak memasang iklan  tata kelola perusahaan yang baik (iklan TKP) adalah BUMN, sekarang sudah ada perusahaan swasta yang pasang. Walau begitu, mayoritas yang pasang iklan adalah BUMN.

Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) belum terlalu lama dikenal dalam ruang lingkup bisnis dan usaha. Para pendukung konsep ini sangat yakin bahwa metode ini sangat tepat dalam mengelola perusahaan dengan benar. Bahkan merupakan penangkal dari tindakan korupsi. Oleh karena itu prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dikenalkan di sekolah-sekolah bisnis terkenal di negara-negara Barat.  Instansi pemerintah, perusahaan-perusahaan pemerintah, dan perusahaan-perusahaan swasta serta merta mendukungnya, bahkan berusaha memahaminya dan kemudian menerapkannya.

Sama seperti ISO yang berusaha menstandarisasi kualitas produk melalui suatu sistem yang baik, terencana, dan terukur, maka tata kelola perusahaan dengan baik seperti gayung bersambut direspons oleh dunia bisnis dan usaha. Bedanya adalah bahwa mereka yang telah memperoleh sertifikat ISO melalui instansi yang memenuhi kualifikasi langsung memasang logo ISO dalam berbagai tempat seperti di kertas surat resmi perusahaan, kartu nama, dan tentu saja dengan bangga memasang iklan besar-besaran. Cara ini dianggap jitu untuk perusahaan berkomunikasi dengan para pemangku kepentingannya terutama kontak bisnis dan usaha di luar negeri khususnya negara-negara Barat.

Dari sisi lain kegiatan ISO juga merupakan lahan bisnis yang sangat bagus. Perusahaan-perusahaan yang berhak memberikan lisensi ISO bertambah dari waktu ke waktu.  Hanya saja sekarang sepertinya kegiatan bisnis ISO sudah tidak sedahsyat dahulu. Entah apa penyebabnya. Boleh jadi karena mayoritas perusahaan-perusahaan besar kita sudah mempunyai sertifikat ISO.

Fungsi iklan:

Seperti diketahui fungsi dari suatu iklan adalah memberikan informasi bagi yang memerlukan. Dalam konteks sekarang, iklan bukan hanya iklan produk yang rami, juga iklan korporasi. Banyak sekali perusahaan-perusahaan memasang iklan korporasi untuk memantapkan komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

Para CEO terutama pada perusahaan-perusahaan besar paham sekali bahwa walaupun biayanya tidak sedikit, iklan korporasi dapat dipakai sebagai cara untuk meningkatkan perusahaan. Kalau perusahaan-perusahaan global sudah lama bemain dalam ranah iklan korporasi. Pengaruh  globalisasi membuat perusahaan-perusahaan besar kita entah itu BUMN atau swasta nasional telah mengalokasikan dana yang tidak sedikit untuk memasang iklan korporasi secara rutin. Tentu saja pada kejadian-kejadian penting seperti pada Hari Besar Nasional, iklan-iklan korporasi bertebaran pada berbagai media cetak, elektronik, dan sekarang pada media sosial.

Akan menarik jika diteliti sejauh mana efektifitas dari iklan-iklan korporasi tersebut. Karena selain desain, maka narasi iklan akan sangat berpengaruh dalam penyampaian pesan. Bagaimanapun kita bisa melihat beragam kualitas dari iklan korporasi. Dari yang sangat bermutu dengan kreatifitas tinggi sampai kepada yang biasa saja tampilannya. Bagaimanapun, efektifitas biaya sangat penting agar dana tidak terbuang dengan percuma.

Iklan tata kelola:

Iklan tata kelola yang dianggap banyak perusahaan menjelang Hari Raya Idul Fitri bisa dilihat sebagai cara mendidik masyarakat agar tidak memberikan hadiah, dan sejenisnya kepada pimpinan maupun karyawannya. Di sisi lain iklan ini juga mengingatkan agar para karyawan dan pimpinan perusahaan menolak untuk menerima hadiah dan yang sejenisnya dari rekanan, calon rekanan, dan individu di luar perusahaan. Tentu saja tidak ada yang salah dengan iklan tata kelola yang memiliki tujuan seperti ini.

Iklan tata kelola merupakan cara tepat untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Dengan iklan tersebut diharapkan masyarakat akan memiliki persepsi bahwa reputasi perusahaan yang pasang iklan tata kelola adalah perusahaan yang bagus, benar, dan baik.  Oleh karena itu perusahaan sudah menyediakan anggaran yang biasanya masuk anggaran CSR (Corporate Social Responsibility).  Kebetulan pemerintah memang medorong perusahaan-perusahaan melakukan CSR. Tapi, definisi CSR terlalu luas. Tidak heran jika iklan tata kelola juga masuk kategori CSR.

Dari kaca mata public relations, sepertinya iklan tata kelola berusaha menciptakan tabir. Dengan tabir tersebut persepsi masyarakat akan dipengaruhi bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang bersih. Namun, masalahnya jika diteliti lebih jauh ternyata tidak ada jaminan bahwa perusahaan tersebut bersih. Karena dalam prakteknya ada BUMN yang gencar memasang iklan tata kelola beberapa tahun terakhir ternyata banyak pimpinan utamanya tersangkut kasus korupsi.  Ini adalah ironi. Padahal dalam public relations, selalu disyaratkan untuk menjaga, menginformasikan, dan mengirimkan pesan yang benar. (telling the truth).

Solusi:

Kebetulan tren untuk pasang iklan tata kelola baru saja mulai. Masih ada waktu untuk mengubahnya. Tepatnya, belum terlambat untuk mencari solusi yang lebih baik.  Tentu saja tidak ada larangan untuk mendesain dan memasang iklan tata kelola. Masalahnya adalah bahwa kalau ternyata di perusahaan-perusahaan yang gemar beriklan tata kelola ternyata dilanda korupsi, maka ini akan jadi bumerang.

Akan semakin sulit bagi perusahaan untuk menghapus begitu saja persepsi masyarakat bahwa perusahaan tersebut adalah sarang koruptor. Kalau cap itu sudah diberikan oleh masyarakat sebagai pemangku kepentingan, maka secara perlahan reputasinya hancur dan para pemangku kepentingan akan menjauh.

Masalahnya akan bertambah berat buat pemerintahan sekarang yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi tapi ternyata ada BUMN yang menjadi pusat koruptor. Ini akan menumbuhkan citra yang kurang baik bagi pemerintahan Jokowi-JK di mata negara lain, terutama investor. Andaikata rakyar sudah mencap suatu BUMN sebagai biangnya korupsi kemudian ditambah pihak luar juga punya pandangan yang sama, maka boleh jadi kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi-JK akan mengalami degradasi.

Solusinya memang tidak mudah. Beriklan tata kelola boleh-boleh saja. Tapi ini harus disertai dengan bukti bahwa perusahaan tersebut benar-benar bersih. Kalau ini tidak mungkin dicapai akan lebih baik jika dana CSR tersebut disalurkan untuk membantu rakyat di pedesaan, pegunungan, dan di pesisir dengan membangun fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan yang lebih baik. Ini akan lebih amanah   (Ahmad Fuad Afdhal).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun