Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

[Bagian 2] Catatan Perjalanan Relawan di Aceh

26 Desember 2021   15:30 Diperbarui: 29 Desember 2021   00:37 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kesibukan di posko Mapala Unand Kampus Fekon, Jati Padang. Terlihat beberapa derigen berisi bbm dan air bersih. (Dok F. Tanjung)

Kapal perang ini diproduksi pada tahun 1978 di galangan kapal VEB Peene Werft, Wolgast, Mecklenburg-Vorpommern, Jerman Timur. Dilengkapi dengan senjata dua unit meriam canon laras ganda caliber 33 mm Model-1939, dua unit meriam Bofors 40/70 berkaliber 40 mm dengan kecepatan tembakan 120-160 rpmm dan jangkauan 10 km. Kelengkapan lainnya yaitu sensor elektronik radar MR-302/Strut. (sumber)

Lanjut ke prepare, peralatan dan perlengkapan relawan diletakkan ke dalam lambung kapal. Sementara makanan dan minuman di atas geladak kapal. Mengingat masih banyaknya bantuan yang datang, sejumlah logistic lainnya akan dimuat pada esok harinya.

Para relawan sedang memuat logistik di geladak kapal.  (Dok F. Tanjung)
Para relawan sedang memuat logistik di geladak kapal.  (Dok F. Tanjung)

Pada awalnya relawan RKP dalam surat pemberitahuan kepada Pemko Padang, berangkatnya menuju Meulaboh. Karena dari informasi yang beredar, Meulaboh masih kekurangan bantuan logistic dan relawan.

Di samping itu para relawan yang sudah berdatangan tidak banyak menumpuk di Banda Aceh. Pemberitahuan ini disetujui oleh Pemko Padang.

Akses jalan darat dari Banda Aceh ke kota lain atau ke pesisir Barat Aceh yang hancur akibat gempa dan tsunami masih sulit ditembus. Itu dikarenakan banyak jembatan yang runtuh. Belum lagi jalan banyak yang rusak dan ditimbuni reruntuhan puing bangunan. Satu-satunya moda transportasi untuk menuju kesana dengan menggunakan helicopter dan kapal-kapal kecil.

Itu pun membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Belum lagi soal keamanan di lapangan. Disinyalir gangguan keamanan pasca gempa dan tsunami masih terjadi.

Untuk diketahui, bahwa GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang ketika itu masih ada, ikut terimbas akibat bencana alam ini. Dimana mereka juga membutuhkan logistic.

Relawan RKP memutuskan untuk turunnya di Meulaboh. Hal ini selanjutnya disampaikan kepada Kapten kapal. 

Awalnya kami akan diturunkan di Banda Aceh. Lalu oleh  korlap (koordinator lapangan) RKP, Budi Azwar menerangkan kepada sang Kapten kapal perihal tujuan daerah yang akan kami datangi.

Setelah diskusi dengan kapten kapal, akhirnya relawan RKP dapat diturunkan di Meulaboh. (Dok F. Tanjung)
Setelah diskusi dengan kapten kapal, akhirnya relawan RKP dapat diturunkan di Meulaboh. (Dok F. Tanjung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun