Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

[Bagian 1] Catatan Perjalanan Seorang Relawan Pasca Gempa dan Tsunami Aceh

26 Desember 2021   00:05 Diperbarui: 30 Desember 2021   09:00 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Taplau, Pantai Padang. Di kejauhan terlihat Bukit Siti Nurbaya / Gunung Padang. (dok. travelingseru.com)

Tidak itu saja, Pemko Padang yang saat itu Walikotanya Fauzi Bahar juga mengumumkan akan mengirimkan Relawan dengan membuka pendaftaran "lowongan" sebagai relawan. Jadi bagi siapa yang sanggup dan mau akan disediakan akomodasinya.

Sontak saja penulis pun ikut mendaftar, sesuai dengan niat dan tekad penulis sebelumnya. Setelah membaca alur syaratnya, penulis mempersiapkan berkas-berkas untuk administrasi

Pemko Padang menunjuk Mapala Unand sebagai OC (organizing committee).  Penulis pun segera ke salah satu posko Mapala Unand di kawasan Jati untuk mengkonfirmasikan diri sebagai relawan. 

Tidak lupa mengajak teman berenang penulis (Dayat Dinis). Namun disayangkan beliau tidak bisa ikut dengan alasan tidak diizinkan oleh ibunya. Yah, gimana lagi. Sebab itu adalah salah satu syaratnya, ada izin orang tua.

Lumayan banyak yang ikut mendaftar dari warga Kota Padang. Dalam list pendaftaran yang penulis lihat di Pemko Padang, kalau tidak salah ada sekitar lebih dari 130 orang. Bermacam profesi terlihat pada kolom pekerjaan. Selain kebanyakan mahasiswa, ada yang berprofesi seperti tukang, karyawan swasta, pelajar, buruh, petani, pedagang dan sebagainya.

Ada kejadian yang cukup menggelikan. Ketika itu penulis lagi berada di kantor Walikota untuk keperluan pendaftaran administrasi teman. Penulis melihat seorang ibu menangis. Ibu itu orang tua dari salah satu relawan yang telah mendaftar di Pemko Padang.

Sang ibu itu memohon kepada anaknya agar jangan pergi ke Aceh. Dengan alasan yang cukup masuk diakal, si ibu membujuk anaknya. Sang anak yang bersama dengan teman-temannya yang juga ikut sebagai relawan terlihat diam.

Penulis yang menyaksikan itu tersenyum geli dan sekaligus haru melihat suasana demikian. Akhirnya si anak dengan sedikit mengomel memenuhi permintaan ibunya. Dan ia pun batal pergi.

Kejadian itu juga tidak luput perhatian dari pegawai Pemko Padang. Salah satu dari pegawai itu (perempuan) juga memberi nasihat kepada si anak agar jangan dipaksakan pergi bila orang tua tidak mengizinkan. Terlebih seorang ibu yang melarangnya.

Anak tersebut ternyata seorang mahasiswa juga. Ia tergerak hatinya ikut sebagai relawan karena panggilan hati nurani. Namun karena sang ibu melarangnya terpaksa keinginannya tidak bisa dilanjutkan.

Bila diteruskan, khawatir saja bisa terjadi apa-apa pada sang anak. Jadinya larangan seorang ibu memang tidak bisa diabaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun