Siapa saja pasti sudah tahu tentang objek wisata Danau Toba yang terletak di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Dikelilingi oleh 7 Kabupaten yakni, Kabupaten Karo, Humbang Hasundutan, Dairi, Samosir, Toba Samosir (Tobasa), Tapanuli Utara (Taput), dan Simalungun.
Danau yang terluas di Asia Tenggara ini, tentu sudah tidak asing lagi kedengarannya. Sajian keindahan panoramanya membuat kita berdecak kagum. Selain itu terdapat adat dan kebudayaan Batak yang tidak kalah menariknya.
Karena itu pula, perjuangan bertahun-tahun oleh tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Utara termasuk pakar-pakar akademi berhasil menjadikan kawasan Danau Toba sebagai Global Geoparks oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) pada 7 Juli 2020 yang lalu.
Danau Toba disebut juga dengan Kaldera Toba, karena terbentuk oleh akibat ledakan supervolcano yang terjadi pada masa lalu. Menurut teori para pakar, ada 3 kali letusan dahsyat. Letusan yang terakhir inilah luar biasa ledakannya, terjadi kira-kira 74.000 tahun yang lalu.
Dan baru-baru ini, kawasan Danau Toba telah dijadikan sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KEMENPAREKRAF).
Pada tanggal 13 Oktober 2021 lalu diadakan kegiatan acara seminar International Conference dengan tema “Heritage of Toba: Natural dan Cultural Diversity”. Bertempat di lokasi gedung TB. Silalahi, Balige Kabupaten Toba Samosir.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Menparekraf, Bapak Sandiaga Salahudin Uno secara daring (dalam jaringan). Menampilkan pembicara dari berbagai pakar keilmuan. Pembahasan materi ditinjau dari Geodiversity, Biodiversity, dan Cultural Diversity.
Selain itu ada tamu pembicara saat pembukaan, diantaranya, Anggota DPR RI, Bapak Sofyan Tan dan Bapak Djohar Arifin Husin, Zumri Sulthoni dari Kadisbudpar Sumut yang mewakili Gubernur Sumatera Utara serta Bapak Luhut Binsar Pandjaitan yang diwakili oleh Asisten Deputi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kemenko Marves Kosmas Harefa.
Acara ini terselenggara berkat kerjasama KEMENPAREKRAF/BAPAREKRAF dengan Kompas Group. Para tamu undangan terdiri dari berbagai kalangan seperti tokoh gereja, tokoh adat, akademisi, seniman, para blogger, dan pelaku industri pariwisata yang hadir baik secara offline maupun online.
Menurut Sofyan Tan, hal yang pertama dirasakan wisatawan ke Danau Toba itu adalah keindahan, culture, keanekaragaman hayati dan kuliner.
Disebut juga, 70% turis asing melihat Indonesia itu karena budayanya yang natural dan cultural diversity. Ini mengingatkan penulis terhadap teman yang pernah menjadi guide di Sumatera Barat.
Ia mengatakan, bahwa para turis asing itu bila datang ke Indonesia ingin lebih mengetahui kondisi alam dan budayanya yang beragam. Selain itu juga keanekaragaman khas kuliner nusantara.
Salah satu daya tarik lainnya dari Kawasan Toba adalah dari segi kuliner yakni masakan andaliman.
Menurutnya, kalau kita merasakan masakan pedas dari cabai, di Toba ada andaliman suatu tanaman asli yang tumbuh di sekitar perbukitan Danau Toba. Yang menjadi salah satu makanan khas Batak. Sensasi pedasnya tidak kalah dengan cabai umumnya.
Sementara dari Bapak Djohar Arifin Husin, mengingatkan pentingnya kemudahan akses ke lokasi Danau Toba. Selain itu harus “BISA” (bersih, indah, senang, aman) bagi wisatawan. Beliau juga sering ke Timur Tengah untuk mempromosikan kawasan Toba sebagai Wonderful Indonesia.
Diakuinya, turis dari Timur Tengah lebih cenderung berkunjung ke Malaysia. Padahal Danau Toba alamnya tidak kalah dengan objek wisata di luar negeri. Alasan lain turis dari jazirah Arab itu enggan berkunjung karena mungkin dari faktor makanan.
Menurut penulis, faktor kuliner yang halal perlu ditingkatkan lagi pertumbuhannya. Sebenarnya tempat restoran rumah makan halal di lokasi Danau Toba boleh dikatakan cukup keberadaannya. Restoran Padang banyak dijumpai di Parapat dan daerah-daerah lainnya.
Ke depan perlu upaya memperbanyak restoran/rumah makan halal. Dan bila perlu ada aplikasi online untuk makanan halal ini yang dikelola oleh pegiat industri wisata setempat.
Ada 6 rekomendasi dari UNESCO untuk Danau Toba, yakni:
- Pelatihan
- Kemitraan
- Konferensi aktivitas global
- Edukasi interaktif
- Strategi mitigasi bencana
- Meningkatkan jejaring anggota UNESCO Global Geopark Danau Toba
Rekomendasi ini disampaikan oleh Bapak Zumri Sulthony, Kadisbudpar Sumut mewakili Gubernur Sumut. Menurutnya lagi, peningkatan ekonomi pariwisata harus berjalan lurus dengan income warga lokal.
Di sini kita pasti sepakat dalam perolehan pendapatan buat warga lokal yang tentu juga menambah pemasukan devisa pemerintah. Selaras dengan rekomendasi tersebut.
Menurut penulis, pada poin 3 dan 4 kawasan Danau Toba belum memiliki suatu gedung yang dapat menampung kapasitas 2000-3000 orang.
Gedung ini akan berpengaruh secara riil dan besar untuk kawasan wisata sekelas Danau Toba. Gedung ini sebagai Balai Pertemuan atau Convention Hall. Termasuk beberapa gedung lainnya yang ada di sekitarnya yang berfungsi sama.
Sesuai dengan tagline MICE dari KEMENPAREKRAF, yakni meeting, incentive, Convention, Exhibition. Gedung ini nantinya dapat sebagai pertemuan mulai dari skala regional, nasional dan international.
Untuk skala internasional, barangkali bisa dijadikan tempat pertemuan-pertemuan tingkat ASEAN, APEC, G-20, Konferensi Non Blok, dan lain-lain.
Dilihat dari zoom meeting, penyelenggaraan seminar di TB. Silalahi ini mungkin maksimal berkapasitas 200-300. Karena di masa pandemi dibatasi sekitar 100-an orang.
Danau Toba ini merupakan Kaldera raksasa. Ia bukan dalam bentuk gunung api kerucut tapi suatu gunung api yang besar. Dengan 3 kali letusan supervolcano. Dan disebut letusan yang terakhir sekitar 74.000 tahun lalu yang terbesar.
Hasilnya dapat dilihat pada masa sekarang ini. Dilihat dari gugusan bebatuan yang terbangun di sekitar Danau Toba dapat dikatakan sebagai bebatuan muda. Demikian disampaikan pemateri Bapak Indyo.
Menurut Profesor Harini Muntasib dari IPB Bogor, untuk branding danau yang terluas di Asia Tenggara ini tidak melulu pemandangan alamnya. Perlu wujud dari hasil proses ledakan gunung api terbesar di dunia ini. Artinya perlu di buat film sejarah terbentuknya Danau Toba yang terbentuk dari 3 fase.
Penulis setuju dengan hal itu. Perlu ada yang bersifat edukasi dalam bentuk film sejarah/dokumenter. Tujuan utamanya adalah disamping buat anak-anak pelajar/mahasiswa juga untuk penelitian lebih lanjut.
Baru kemudian mengenalkan wisata yang berbudaya. Menurut Profesor Uli Kozok dari Hawaii of University, wisata yang berbudaya itu harus menyeluruh. Yaitu;
1) Wisata yang menghibur dan mendidik
2) Wisata yang berwawasan budaya
3) Wisata yang ramah lingkungan
4) Wisata berkelanjutan.
Membangun Wisata “Minded”
Setelah mengikuti dan memperhatikan kegiatan seminar internasional lewat meeting zoom, penulis ingin menyampaikan suatu hal yakni perlunya upaya optimasi membangun wisata “minded”.
Membangun kawasan Danau Toba bukanlah perkara mudah, tapi bukan pula sulit untuk membangunnya. Kerja sama lintas sektor harus sinergi dan terintegrasi.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Toba tidak bisa ditinggalkan. Karena merekalah sebagai penghuni yang sudah lama yang akan merasakannya. Di situ akan terlihat sejauh mana keberhasilan yang didapat.
Tidak sekadar partisipasi, tapi diutamakan kepedulian bersama. Datangnya partisipasi itu setelah ada kepedulian. Dan kepedulian itu sendiri adalah soal kesadaran.
Kesadaran yang dibangun tentu dimulai dari masyarakat itu sendiri. Pola kemitraan perlu ada “bapak angkat” agar usaha masyarakat dapat di tampung dan dipasarkan. Pola ini harus betul-betul terarah dan terukur.
Kesadaran wisata, atau bisa disebut dengan sadar wisata, akan tumbuh bila wisata “minded” sudah bersemi di masyarakat. Ini akan menjadi suatu garansi bagi kemajuan suatu daerah wisata yang selanjutnya menjadi income buat masyarakat dan pemerintah.
Jadi bagaimana bisa sampai ke tingkat sadar wisata itu? Ini merupakan suatu persoalan tersendiri. Sadar wisata ini mungkin datangnya tidak bisa cepat, boleh jadi secara perlahan-lahan.
Bila sudah masuk ke “minded” sadar wisata maka terciptalah suatu pola karakter yang tumbuh. Ia bisa didapat atau berkembang dari naturally experience dan edukatif.
Pramu wisata maupun sebagai juru wisata yang ditunjuk perlu peningkatan wawasan tentang wisata minded tersebut. Untuk itu penambahan materi dan wawasan dari pemerintah maupun lembaga-lembaga yang berkompeten perlu dioptimalkan.
Sasaran lainnya agar tercipta pula di mata wisatawan bahwa kawasan Danau Toba benar-benar telah menampakkan hasil citra yang berwawasan ke depan.
Yang tentu saja termasuk soal kelestarian alam dan lingkungan. Sebab, alam dan budaya masyarakat setempat sangat berkorelasi dengan ekosistem di Danau Toba.
HORAS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H