Dalam penyampaian dakwah bagi umat Islam barangkali kita pernah mendengar ungkapan "Sampaikanlah dari ku walaupun satu ayat" (Hadits).
Ungkapan tersebut tidak asing bagi kita yang beragama Islam. Dakwah yang disampaikan itu essensinya untuk meningkatkan iman dan ketakwaan. Baik itu penyampaiannya di masjid-masjid atau di tempat-tempat perwiridan.Â
Tidak sedikit juga disampaikan di tanah lapang dalam rangka hari besar umat Islam. Penyampaian dakwah dalam agama Islam tentu bersifat wajib bagi setiap muslim. Apa lagi bagi para da'i / ustadz.
Namun bagaimana jika juru dakwah itu menyampaikan tausyiahnya di tempat yang berbeda atau sama sekali jarang dilakukan ? Misal di tempat klub-klub malam, kafe-kafe, maupun tempat lokalisasi.
Nun disana, Bali sempat heboh dengan dakwah dari kelab ke kelab malam oleh Ustadz Miftah, dan menjadi viral di dunia maya oleh warganet. Dan pernah ditayangkan oleh salah satu tv swasta.
Tidak sedikit banyak yang kontra. Tapi akhirnya banyak juga kafe-kafe dan klub-klub malam sudah bisa menerimanya. Bahkan ketua MUI setempat tidak keberatan.
Nah, sekarang hal seperti di Bali itu diterapkan di Kota Medan. Tapi oleh orang yang berbeda. Dakwah yang disampaikan di kafe di Medan ini sepertinya baru terdengar oleh warga Kota Medan maupun Sumatera Utara (Sumut).
Dua orang Da'i /juru dakwah yang bernama Ustadz Martono, S. Ag dan Agus Rizal, MA telah melakukan dakwah seperti yang di Bali. Dakwah yang disampaikan ini dilaksanakan di suatu Kafe yang baru di buka di Jalan Jemadi simpang gg. Kelapa II, Kel. Pulo Brayan, Medan.
Bernama Kafe Wapres (Warung Apresiasi). Kafe ini menjual aneka makanan dan aneka minuman seperti kopi, teh, juz dan lain-lain. Di dalam kafe ini juga tersedia hiburan music seperti keyboard. Selain itu ada tempat ruangan studio rekaman.Â
Pada Kamis, 20 September kemaren (malam Jumat) dimulailah untuk pertama kali ceramah tausyiah di Kafe Wapres. Acara ini dimulai pukul 21.00 -- 23.00 WIB. Oleh Ustadz Martono acara tersebut diberi nama 'Road Show Tausyiah' saat mengawali pembukaan ceramahnya.Â
Kafe Wapres memang tidak seperti kafe-kafe besar umumnya. Kafe ini memanfaatkan halaman dan teras rumah yang lumayan luas. Menurut amatan penulis, kafe ini dapat menampung pengunjung sekitar 25 orang.
" Inti dari ajaran Islam itu sendiri mengarahkan umatnya berakhlak. Jadi buah dari kita itu beriman kepada Allah Swt adalah muaranya akhlak", ceramah Ustadz Martono dalam awal ceramahnya.
Lanjutnya, bahwa tidak dikatakan seorang itu beriman kalau tidak berakhlak. Rasulullah Saw sendiri diutus di muka bumi ini hanya satu yaitu memperbaiki akhlak manuisa. Bukan sekedar untuk mengenal Tauhid. Sebab paman Nabi sendiri tidak bisa diajak bergabung dalam Islam meskipun paman Rasul sendiri sangat baik kepadanya.Â
"Dalam Islam, hanya berkewajiban untuk menyampaikan saja. Jadi saya menyampaikan ini hanya focus semata kepada akhlak".
Akhir-akhir ini semakin hari sangat memprihatinkan akhlak-akhlak kita sebagai manusia. Sangat disedihkan menurut Ustadz Martono, justru perilaku itu dicontohkan oleh orang-orang yang mengaku agamais, atau orang-orang yang mengaku lebih beriman.
Bahkan seolah-olah kalau boleh dikatakan merekalah yang memegang "kunci syurga". Ketika kita tidak satu pandangan atau satu akidah dengan mereka, itu dikatakan kafir, perangi, bunuh, musrik dan sebagainya.
Sering kita lihat selama ini banyak berita-berita hoakx, ujaran kebencian, maupun fitnah sebenarnya itu bukan ajaran Islam, Ustadz Martono dalam paparan selanjutnya.
Islam itu adalah rahmatan lil alamiin. Oleh karena itulah dalam pengakuan Ustadz Martono bahwa dirinya mau tampil di kafe-kafe itu nanti dalam road show tausyiah karena Islam itu rahmatan lil alamin. Islam itu bukan semata rahmat di masjid, bukan semata di majelis taklim. Intinya adalah Islam itu rahmat bagi semesta alam.
"Ketika kita berdakwah itu tidak ada ukuran tempat dan waktu, menurut saya. Bahkan saya rasa, satu-satunya ustadz yang melakukan dakwah di lokalisasi prostitusi sayalah orangnya (di Sumut)", pengakuan Ustadz Martono lebih lanjut tentang misi dakwahnya yang pernah dilakukannya.
Penyampaian ini mendapat applaus dari pengunjung.
Menurutnya, cuma kebetulan pihak manajemen lokalisasi tidak mau tempatnya dipublikasikan. Sehingga sifatnya tertutup.
"Bahkan setelah sering saya menyampaian tausyiah itu (maaf yah...) para PSK itu ada yang insyaf dan menjadi ustadzah", pengalaman Ustadz Martono dalam perjuangan misi dakwahnya.
Jadi menurutnya, dakwah itu tidak lagi sekedar di masjid-masjid. Itu boleh dikatakan para jamaahnya kita katakanlah sudah yakin dalam keimanan. Tapi jarang-jarang kita lihat ada ustadz memberikan dakwah di tempat-tempat (maaf yah...) 'kemaksiatan'.
Selama pengalamannya menyampaikan dakwah di tempat-tempat yang tidak lazim itu, Ustadz Martono banyak mendapat cibiran bahkan tuduhan yang bukan-bukan. Oleh beliau menyikapi hal itu tidak perlu dihiraukan.
Konsekwensi penyampaian dakwah seperti ini pasti akan ada. Dan disinilah letak 'jihad' itu bagi saya yang hanya menyampaikan dakwah / tausyiah. Ke depannya nanti akan dilakukan tausyiah di lembaga-lembaga pemasyarakatan.
Sementara sessi berikutnya, giliran Ustadz Agus Rizal, MA, selaras dengan Ustadz Martono dan hanya menambahkan tentang system dakwah kebangsaan.Â
Syech Burhanuddin juga pernah menyampaikan dakwah itu ke tempat-tempat orang berjudi. Caranya dengan santun serta bil hikmah.
Sama halnya dengan para wali Songo yang dakwahnya masuk ke dalam dunia budaya masyarakat Jawa. Cara penyampaian bukan dengan cara frontal tapi dengan santun dan lembut.
Hal inilah essensi dakwah dalam Islam Nusantara. Yaitu dakwah yang mengkondisikan pola corak ragam dalam budaya setempat yang tidak melanggar syariat.
Dalam membangun nilai-nilai ukhuwah Islamiyah itu ada beberapa pokok yang diperhatikan, yakni ;
1) Ukhuwah persaudaraan (nasabyiah)
2) Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan setanah air)
3) Ukhuwah insaniyah basyariyah (persaudaraan sesame manusia)
4) Ukhuwah makhlukiyah (hubungan manusia dengan makhluk lain)
Demikian ustadz Agus Rizal menutup acara tausyiah di kafe Wapres tersebut.
Acara road show tausyiah ini disebutkan juga oleh pemilik kafe terselenggara berkat kerjasama dengan DPW Solidaritas Indoensia Bersatu (SIB) Sumatera Utara yang diketuai Bapak Hermanto yang juga aktivis '98.
Menurutnya acara ini tidak berafiliasi ke pihak mana pun. Murni untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI (organisasi pendukung pemerintah).
Menurutnya kegiatan ini tidak sebatas di Kota Medan saja, tapi akan merambah di 33 kabupaten /kota di Sumut ini.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H