Terkadang Ibu juga menambahkan uang jajan kepada saya. Karena ia tahu, saya membawa uang pas-pasan dan selalu bawa berbagai macam ikan. Yang nantinya ikan-ikan itu sudah pasti dimakan bersama.
Suatu ketika tanpa diduga, ibu memberi uang kepada saya dalam jumlah lebih dari sekedar uang jajan. Sewaktu ditanya uang ini untuk apa, ibu menyuruh saya untuk membeli alat pancing. Tak terkira senangnya saya pada waktu itu.
Sampai sekarang benang pancing itu masih ada saya simpan di kampung (Padang). Benang pancing itu digulung dalam roll kayu. Karena saya termasuk orang yang hemat dan cermat dalam peralatan maupun perlengkapan.
Ibu tetap mengingatkan, belajar untuk sekolah jangan sampai diabaikan. Begitulah kira-kira ibu saya memberikan "keleluasaan" mengatur waktu untuk ukuran usia anak SD.
Saya menerapkan kepercayaan ibu. Meski terkadang mendapat omelan kalau pergi-pergi tidak makan atau tidak sempat belajar di rumah karena kecapekan.
Pernah suatu ketika, sewaktu memancing hujan turun dengan deras. Saat itu saya berada di Gunung Padang atau Bukit Siti Nurbaya yang legendaris itu.
Bukit ini selain tempat wisata juga sebagai lokasi memancing yang terletak persis di muara dengan laut. Saya tidak sendiri dan ada banyak orang yang memancing juga.
Hasil mancing baru belasan ekor saja. Saya dan beberapa orang terpaksa berteduh di suatu gubuk. Hujan deras disertai angin kencang membuat aktivitas memancing terhenti.
Dalam hati saya, pasti ibu mencemaskan anaknya yang tengah memancing. Memang awal berangkat cuaca mendung berawan. Tetapi mentari pagi tetap masih bersinar.
Cukup lama juga hujan turun saat itu. Menjelang lepas siang hujan baru berhenti. Saya memutuskan untuk pulang segera. Sebab jika cuaca sudah begini ikan pun sulit didapat.
Dari gang menuju rumah terlihat ibu lagi duduk di teras ditemani oleh kakak-kakak saya. Begitu sampai di rumah, sudah jelas kena omelan ibu ditambah lagi ledekan kakak saya yang paling tua. Saya mencuekin saja dan langsung ke kamar mandi berupa sumur untuk membereskan hasil mancing.