Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Komed] Meretas Sekat Lewat Pelatihan Jurnalistik di Masjid Mubarak, Medan

17 Februari 2017   23:16 Diperbarui: 18 Februari 2017   23:24 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini hanya mencoba mengulas satu sisi dari merajut jalan “kebhinekaan” lewat pelatihan menulis atau yang dikenal dengan ilmu jurnalis (jurnalisme warga) yang digagas oleh komunitas Jemaah Ahmadiyah di Masjid Mubarak, Medan, pada hari Sabtu (11/2) yang lalu.

Awalnya saya mau memberi judul ‘aksi 112 merajut kebhinekaan lewat pelatihan jurnalis'. Setelah saya pikir kembali, judul tersebut sedikit bernada tendensi. Memang tentang judul suatu tulisan syah-syah saja sedikit tendensius, untuk menarik pembaca.  

Namun demikian, judul ini bukan dikatakan semacam addict yang seolah menyaingi kepada kelompok-kelompok Islam yang bersamaan tanggalnya sedang aksi damai di Jakarta.

Setelah merenung sejenak, maka saya merubahnya menjadi seperti judul tulisan di atas. Sebelumnya juga, reportase acara pelatihan ini telah dibuat oleh Pak Venusgazer EP lewat artikelnya Berbagi Pengalaman Ngeblog Bersama Jamaah Masjid Almubaraq Medan.

 Tak elok pula bagi saya tidak mengulasnya. Apa lagi sebagai tuan rumah, tentu pembaca akan heran dibuatnya. Sedikit ada pengalaman untuk berbagi harus diberikan. Jadi, ulasan ini hanya menyampaikan sedikit reportasenya dan sisi lain mencoba mengulas ringkas dalam wacana keberagaman.

Kompasiana Medan (Komed) sejak dicetuskan bulan Agustus tahun lalu, telah merencanakan beberapa aktivitas. Meskipun belum terealisasi hingga beberapa lama. Salah satunya memberikan pelatihan jurnalis kepada sekolah-sekolah SMA atau sederajat.

Mengingat kesibukkan masing-masing anggota, kegiatan pemberian materi tentang jurnalistik ini sering tertunda. Walau pun begitu, hanya soal waktu saja untuk dapat direalisasikan.

Bak gayung bersambut yang direncanakan itu datang juga. Tiga hari sebelum hari H, saya dikontak oleh salah satu ibu-ibu dari pengurus Masjid Mubarak. Lewat pesan percakapan di group WA, saya di minta untuk memberikan pelatihan menulis (jurnalis).

Mungkin karena saya sering share tulisan ke group WA jemaah masjid, saya di dapuk sebagai pemateri. (aahaayyy…hehehe…). Awalnya saya sedikit kaget, disamping mendadak, juga merasa belum “mumpuni” tentang ilmu jurnalis.

Namun demikian, akhirnya saya iya-kan. Lantas saya menghubungi salah satu rekan Komed Medan, Pak Venus. Saya jelaskan kepada beliau bahwa ada  ibu-ibu pengurus jemaah masjid minta diberikan pelatihan menulis. Alhamdulillah, dengan antusias beliau pun menjawab bersedia.

Beliau lebih mumpuni dari saya dalam soal materi jurnalisme warga. Pengalamannya dalam hal menulis (ngeblog) tidak diragukan lagi. Tulisan beliau sering HL, serta sering menang lomba blog competition yang diadakan Kompasiana. Hal demikian menjadikan saya ikut terbantu. Karena cakupan tentang ilmu jurnalistik itu luas, riskan rasanya saya bisa menjelasakan keseluruhan materi.

Pokok materi yang kami sepakati adalah ; (1) Dasar jurnalistik, (2) Jurnalisme Warga, (3) Blog Competition. Saya mengambil materi pada point satu, dan untuk point dua dan tiga di handle oleh Pak Venus.

Penyampaian materi dasar jurnalistik kepada peserta [dokpri]
Penyampaian materi dasar jurnalistik kepada peserta [dokpri]
Saya pun membolak-balik lagi catatan lama, disamping juga membaca materi-materi penulisan dari Kang Pepih, Mas Isjet, juga kompasiana lainnya. Jujur, saya merasa terbantu dengan ulasan materi yang ditulis oleh beliau-beliau ini.

Acara pelatihan jurnalistik ini dilangsungkan ba’da Isya. Didahului dengan Doa bersama. Baru kemudian ke pokok acara yakni kiat menulis yang perlu diperhatikan oleh jurnalie warga (ngeblog). Bermula dari pengenalan dasar tentang jurnalistik oleh saya. Setelah cukup, materi berganti yang disampaikan oleh Pak Venus tentang jurnalisme warga dan blog kompetisi.

Materi tentang jurnalis warga dan blog competition kepada peserta yangdisampaikan oleh Pak Venusgazer (dok. Wily Wijaya)
Materi tentang jurnalis warga dan blog competition kepada peserta yangdisampaikan oleh Pak Venusgazer (dok. Wily Wijaya)
Dalam ekspose materi yang kami berikan, terlihat para peserta antusias mengikuti. Ini mungkin dikarenakan teknik penyampaian bersifat interaksi dua arah. Maksudnya, dalam memaparkan materi dibuat suasana rileks agar peserta tidak kaku dalam belajar serta bisa berpartisipasi dalam hal tanya jawab. 

Lebih ke arah membangun suasana akrab. Tidak memperlihatkan merasa hebat, tapi beranjak dari pengalaman yang di bagi tanpa mengenyampingkan pokok materi. Selesai beberapa materi, dilangsungkan tanya jawab, agar peserta lebih mudah menyerap dan mengerti.

Ada pun peserta yang hadir sebanyak 22 orang. Ibarat mata kuliah, prediksi awal pemberian materi maksimal 3 sks saja. Dua sks materi dan satu sks tanya jawab. Ternyata durasinya melebihi dari yang semula diperkirakan. Terlihat dari beberapa pertanyaan peserta yang didominasi kaum ibu-ibu, yang memakan waktu lebih dari 1 sks.

Meskipun saya beserta anggota jemaah berbeda keyakinan dengan Pak Venus, tidak ada rasa / sekat yang terlihat. Pak Venus pun tidak kaku berada  di komunitas jemaah masjid. Beliau lancar menyampaikan materi dan membawa suasana belajar jadi hidup.

Hadir juga mbak Willy (Willy Wijaya )salah satu anggota Komed, meskipun datang sedikit terlambat. Beliau ikut aktif dalam hal memberikan tanggapan tambahan. Sama dengan Pak Venus, berbeda keyakinan dgn jemaah tapi tidak merasa canggung.

Bagi ibu-ibu jemaah masjid menyambutnya dengan akrab. Suasana mengalir hangat secara alami. Jujur saja, kami berdua dalam memberikan materi jadi senang. Lagian, baru ini pertama kali sejak saya tinggal di Medan tampil memberikan materi pelatihan dasar jurnalistik.

Meskipun dalam acara pelatihan ini masih ada kekurangan, misal penyampaian secara manual tidak pakai slide projector, namun substansi dari materi dan teknik penyampaian tetap menarik oleh peserta. Para jemaah terutama kaum hawa, memperlihatkan semangat ingin menjadi penulis.

Hal sebelumnya tidak pernah saya bayangkan bisa seperti ini. Namun demikian, satu sisi lain  penyampaian Pak Venus, akan dibuatkan nanti semacam kelas kelompok untuk lebih dalam lagi tentang gaya dan teknik menulis. 

Acara pelatihan ini selesai sekitar pukul 22.15 WIB. Setelah sebelumnya di akhiri dengan Doa bersama. Tidak lupa juga, dari pengurus jemaah memberikan cindera mata berupa buku yang berjudul "Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian”. 

Penyerahan buku sebagai cindera mata dari pengurus Ahmadiyah kepada Pak Venus {dok. Venusgazer]
Penyerahan buku sebagai cindera mata dari pengurus Ahmadiyah kepada Pak Venus {dok. Venusgazer]
Foto bersama dengan pengurus Pemuda Ahmadiyah dan anak-anak usai acara pelatihan [dokpri]
Foto bersama dengan pengurus Pemuda Ahmadiyah dan anak-anak usai acara pelatihan [dokpri]
Tidak lupa ketinggalan sessi foto bersama ibu-ibu pengurus jemaah Ahmadiyah (Lajnah Imailah). [dokpri]
Tidak lupa ketinggalan sessi foto bersama ibu-ibu pengurus jemaah Ahmadiyah (Lajnah Imailah). [dokpri]
Hikmah yang didapatkan.
Nuansa baru terbangun dalam semangat kebersamaan mencari ilmu, meski beda keyakinan. Kalau diistilahkan dengan meminjam moto baru dari Kompasiana “Beyond Blogging”, rasanya tidak berkelebihan juga aura demikian terpancar dari sini. Meski masih dalam bentuk skala kecil. 

Komed yang berisi anggota lintas suku dan agama menyadari betul akan hal itu. Terkadang ada perbedaan dalam sudut pandang lain. Misalnya, tentang persiapan pelatihan jurnalistik ini harus dalam skala yang bagaimana dan berapa jumlah peserta serta dimana diadakan.

Beragam  pendapat pun muncul. Dan pada essensinya saling mengisi tanpa ada merasa hebat. Tetap dalam jalur irama topik yang di bahas. Tawa dan canda pun hanya bersifat ‘virus” halus yang saling membangun.

Bagi komunitas kami, berbeda suatu hal yang sudah niscaya. Dalam berbeda-beda itu kami menemukan suatu unsur lainnya yakni aura kebersamaan untuk bisa saling berbagi. Apa lagi Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia yang banyak memiliki kultur budaya, ragam suku, bahasa, dan agama secara tidak langsung ikut mempengaruhi dalam interaksi sosial masyarakat. 

Di Komed hanya semata membangun kecerdasan akal dalam melihat perbedaan. Berusaha menyampaikan pesan-pesan universal kemanusiaan dengan  edukasi lewat penuli-penulisnya.

Kiranya, langkah kecil yang  telah kami upayakan ini mendatangkan secercah harapan dalam membangun peradaban yang lebih maju lagi ditengah sumirnya hiruk pikuk pilkada.
Dan pelan namun pasti kami meretas sekat jalan itu.
Insya Allah.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
 ― Pramoedya Ananta Toer

*****

Medan, 17 Februari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun