Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Ubah Tangis Pertama Menjadi Tangis ke Dua Putera-Putri Kita yang Penuh Harapan Bersama AJB Bumiputera

19 November 2016   23:00 Diperbarui: 2 Januari 2017   15:33 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua pembicara materi dalam acara Nangkring bersama AJB Bumi Putera dengan Kompasiana di Medan. Dari kiri ; Bpk Eko Suwanto dari Bumi Putera, Bpk Adhie M Massardi dari OJK, dan Mas Isjet sebagai moderator dari kompasiana. (sumber; dokpri)
Dua pembicara materi dalam acara Nangkring bersama AJB Bumi Putera dengan Kompasiana di Medan. Dari kiri ; Bpk Eko Suwanto dari Bumi Putera, Bpk Adhie M Massardi dari OJK, dan Mas Isjet sebagai moderator dari kompasiana. (sumber; dokpri)
Seperti uraian ilustrasi cerita di atas, akan menemukan 2 (dua) model dari resiko “menangis”. Dimana tangis pertama kehilangan orang yang dicintai yakni sang bapak tanpa ada meninggalkan pertanggungan asuransi. Itulah yang dialami oleh Melati, ‘mengorbankan’ dirinya untuk tidak melanjutkan sekolah demi membantu ibunya dan dua adiknya agar bisa tetap sekolah.

Sementara tangis ke dua, ada harapan dimana yang masih hidup mendapatkan pertanggungan biaya hidup dan pendidikan putera-puteri dari asuransi. Seperti yang dialami tetangga Melati, Mawar. Bapaknya Mawar meninggalkan asuransi buat isteri dan anak-anaknya. Dan anak-anaknya tetap bisa melanjutkan sekolah.

Anak-anak sebagai investasi masa depan juga merupakan salah satu pilar kekuatan membangun bangsa ini. Jangan biarkan masa atau proses meraih cita-citanya terkendala dengan tidak memiliki jaminan pendidikan berupa asuransi.

Siapa saja kepala rumah tangga tentu sangat memperhatikan pendidikan putera-puterinya. Dan pada kenyataannya memang masih banyak anak-anak Indonesia yang belum / tidak bisa melanjutkan sekolah anak-anaknya. Suatu hal yang memiriskan juga diakibatkan sektor ekonomi mereka tidak dapat menghasilkan (miskin).

Ada sekitar 2,5 juta anak Indonesia yang tidak /putus sekolah (sumber: UNICEF-2015). Suatu hal pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah dalam mengatasi hal ini. Kebanyakkan mereka yang putus sekolah itu berasal dari keluarga miskin. Dengan kata lain penghasilan hidup hanya pas-pasan buat makan.

Moderator acara, Iskandar Zulkarnaen yang akrab dipanggil Mas Isjet dalam suatu gaya [sumber; dokpri]
Moderator acara, Iskandar Zulkarnaen yang akrab dipanggil Mas Isjet dalam suatu gaya [sumber; dokpri]
Bagaimana kalau tulang punggung keluarga (bapak/suami) sudah tua dan sakit-sakitan dan tidak kuat lagi dalam mencari nafkah? Atau telah meninggal? Dan sementara sang ibu tidak memiliki keahlian dalam mencari nafkah. Dengan kondisi demikian tentu saja anak-anak mereka tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikannya. Meskipun pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun dengan pendidikan gratis. Toh, anak-anak itu masih butuh dengan hal lain misalnya, uang jajan, beli buku, transportasi dan sebagainya.

Padahal kita tahu bahwa mereka adalah tunas-tunas bangsa yang harus diberikan payung perlindungan buat masa depannya. Berbagai langkah di era pemerintahan sekarang memang sedang dilakukan. Dalam wujud 9 Program Nawa Cita Presiden Jokowi, terurai jelas dengan membangun masyarakat dan pendidikan Indonesia. Terutama pada point 5 dan 6 (sumber).

Jika hal ini berhasil, tentu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat terutama pada lapisan bawah. Dengan sendirinya roda perputaran ekonomi semakin terus berjalan (sustainableeconomic). Dan agar suasana itu tetap eksis perlu upaya-upaya perlindungan bagi keluarga Indonesia (familyprotection).

Akan menjadi suatu berkah bagi bangsa Indonesia jika hal ini terwujudkan dengan indikator yang jelas serta strategi yang matang. Misal, dengan banyaknya limpahan keluarga yang sehat serta usia yang produktif itu harus ditunjang dengan fasilitas lapangan kerja yang memadai. Diperkirakan Indonesia akan mengalami manfaat dari bonus demografi sepanjang rentang waktu 2020 – 2030 nanti (sumber; BKKBN).

Memberikan pendidikan yang merata disegala lini dengan wajib belajar 12 tahun adalah mutlak. Perlu ditopang dengan bea siswa bagi pelajar dan mahasiswa. Dibarengi dengan iklim suasana yang aman dan nyaman dari hal-hal resiko yang dapat mengganggu.

Seperti pada judul tulisan ini, ‘Ubah Tangis Pertama Menjadi Tangis Ke Dua Yang Penuh Harapan’. Untuk itu memang dibutuhkan perlindungan ekstra sebagai tambahannya. Yakni perlindungan keluarga yang dapat menjamin perjalanan hidup keluarga itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun