Kantor Walikota Medan di Jalan KApt. Maulana Lubis
Pendahuluan.
Kehadiran ruang publik untuk masyarakat perkotaan memang sudah suatu hal kebutuhan yang tidak bisa diabaikan. Aktifitas yang sangat padat dalam rutinitas bekerja membuat warga di kota membutuhkan suatu tempat relaksasi yang nyaman. Tidak sedikit warga mencari tempat dan ruang yang nyaman dan asri ke luar kota. Misal ke daerah pegunungan atau danau. Yang tentu saja memakan biaya yang tidak sedikit. Lain bagi warga kota yang hidupnya pas-pasan, misal buruh kerja kontrak (out sourching) yang memiliki penghasilan yang dibilang pas-pasan. Tentu mereka mencari ke tempat rekreasi yang murah meriah di dalam kota yakni Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan dan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia setelah Kota Surabaya. Dengan luas 265,10 km² dengan jumlah penduduk 2,2 juta lebih. Berbagai etnis tinggal di kota ini, sehingga berbagai interaksi banyak dihasilkan dalam artian kegiatan-kegiatan pada masing-masing kultur budayanya. Sudah tentu kebutuhan RTH untuk publik sangat dibutuhkan warga.
Kota Medan memiliki beberapa ruang publik seperti Taman Ahmad Yani, Taman Teladan, Taman Beringin, Taman Gajah Mada, dan Taman Lapangan Merdeka. Menurut Walikota Medan Dzulmi Eldin, akan mentargetkan ke lima taman itu mejadi RTH dan Hutan Kota yang berskala besar di Indonesia dalam rentang waktu 4-5 tahun ke depan.
Ke lima taman tersebut masih tetap dikunjungi oleh warga dan ramai pada hari-hari libur sekolah dan hari libur nasional. Sementara RTH yang sekarang belum bisa menampung bila lonjakkan pengunjung meningkat ke RTH tersebut. Hal demikian menyebabkan kebutuhan ruang meningkat untuk mengakomodasi kepentingan lain. Semakin meningkatnya kunjungan ke RTH berdampak kepada semakin tertekannya kualitas lingkungan, bila tidak ada pengendalian dan perluasan.
Peranan Penting Ruang Terbuka Hijau (RTH).
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. RTH di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat dimana proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% terdiri dari RTH privat.
Kota Medan memang sedang melakukan pembenahan ke arah itu. Meskipun RTH masih berkisar sekitar 12% kurang dari total wilayah, Pemko Medan masih belum bisa mencapai target realisasi 30% tersebut dalam waktu dekat. Tapi setidaknya Pemko Medan harus berani menerapkan peraturan itu sehingga nantinya 5-10 tahun yang akan datang target Kota Medan akan menjadi Green City sesuai dengan komitmen Walikota ketika itu.
Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan yang cukup pesat, diakui atau tidak pergeseran lahan atau alih fungsi lahan sering terjadi disini. Daerah yang seharusnya sebagai kawasan resapan air berubah menjadi area komplek perumahan dan pertokoan. Satu sisi dengan alasan untuk meningkatkan laju pendapatan daerah memang tidak salah. Tetapi disisi lain perlu juga diingatkan bahwa setiap pengembang (developer) harus bisa menyediakan lahan hijau minimal 20% dari luas area lahan keseluruhan. Begitu juga dengan ruang terbuka non hijau (RTNH) yang bisa dikombinasikan ketersediaannya 10% dengan ruang terbuka hijau.
Melihat kultur budaya yang beragam di Kota Medan ini, sudah sepantasnya Pemko Medan bisa menyerap kebutuhan RTH dan RTNH sebagai tempat interaksi warga kota. Untuk itu perlu regulasi yang jelas dan mendukung penuh aktifitas warga yang memanfaatkan ruang publik dengan nyaman dan aman.
RTH Lapangan Merdeka yang terletak di jantung kota. Berbagai aktifitas dari ragam etnis bisa memanfaatkannya. Parade budaya sering ditampilkan di kawasan tersebut disamping acara lainnya yang dikelola oleh pemerintah maupun komunitas lain. Untuk itu perlu kiranya RTH Lapangan Merdeka dijadikan lokasi yang berbasiskan pendidikan sejarah dan budaya. Mengingat Taman Lapangan Merdeka mempunyai nilai sejarah yang tinggi.